Literasi Go Cafe Geliatkan Literasi Generasi Muda di Kota Payakumbuh

IMG-20211005-WA0008.jpg

Payakumbuh ,- Benuanews Literasi Go Cafe yang diusung oleh Pustaka Dua-2 Rumah Baca dan Diskusi Sastra untuk mengajak generasi muda mencintai buku dan dunia literasi digelar di Kota Payakumbuh, Minggu (3/10).

Kafe atau tempat nongkrong biasa dijadikan anak muda untuk ngumpul sambil minum kopi dan makan bareng teman, kini dijadikan lokasi untuk kegiatan diskusi karya dan bedah buku oleh Pustaka-2. Kafe yang dijadikan tempat kegiatan diskusi literasi ini adalah Coffeebike Kota Payakumbuh yang berlokasi di Jalan Sukarno Hatta-Pakan Sinayan-Payakumbuh Barat dengan owner Ari Martin juga mengkonsep kafe berliterasi, sehingga menyediakan buku di kafenya.

Diskusi Literasi yang diadakan membedah buku antologi karya Aisyah Yulianti dengan judul “Setiap Orang Punya Jalan Hidupnya Masing-masing”. Diskusi dan bincang buku yang dipandu oleh Panji Anugerah berjalan dengan seru ditemani secangkir minuman dari Coffee Bike menambah segar ingatan dan pikiran agar ide dan motivasi menulis terus mengalir.

Peserta yang mengikuti kegiatan ini berasal dari pelajar, mahasiswa, guru, ibu rumah tangga sampai para sastrawan yang berpartisipasi dan mencintai dunia literasi. Sastrawan nasional yang berasal dari Kota Payakumbuh, Iyut Fitra, Okta Piliang, dan penulis buku sejarah kolektif Pajacombo, Feni Efendi memberikan tips dan trik dalam konsisten berkarya.

Kiat menulis yang disampaikan Iyut Fitra sebagai motivasi dalam pertemuan Literasi Go Cafe ini antara lain; “(1) Menjaga intensitas menulis, (2) Menulis setiap hari apapun bentuknya, bisa surat ataupun diari, (3) Menulis diimbangi dengan membaca karena kita perlu perbendaharaan kata untuk memperkaya kemampuan menulis.

“Apabila kita tidak biasa membaca maka kita akan mengalami kemiskinan kata. Perlu diatur berapa waktu untuk membaca. Kebiasaan membaca 50 halaman waktu pagi hari selalu dilakukan kemudian malamnya menulis. Hal ini harus dilakukan terus-menerus agar mengikuti proses dalam berkarya,” kata Iyut Fitra.

(4) Seluruh pengarang mengalami proses, meski sudah 30 tahun menulis pun, tetap belajar untuk menulis. Tidak satu langkah untuk mencapai tujuan. Ketika karya tidak dilirik maka tidak boleh berputus asa. Lewati proses dengan tekun dan bersungguh-sungguh. (5) Karya adalah suatu gagasan yang akan kita berikan pada orang lain.

“Apabila karya itu dangkal maka akan tidak dilirik oleh orang lain. Namun apabila karya itu kaya maka akan membuat kekosongan pada pembaca sehingga keinginan membaca karya kita bermanfaat bagi pembaca itu sendiri,” kata Iyut.

Selain Iyut Fitra, Okta Piliang pun berbagi tipsnya dalam menulis, terutama menulis esai. Arahan Okta Piliang dalam menulis esai yang berawal dari data yang ada berdasarkan pemikiran tokoh lain, apakah itu penggalan pemikiran, queto.

“Sebaiknya mengambil penggalan itu dari data dengan menuangkannya dalam pikiran kita dari sudut pandang penulis. Memandang pembahasan permasalahan yang dilihat dari pandangan yang berbeda. Kata quote yang diambil dari orang lain maka tuangkan dengan pola pikir sendiri dalam menuliskannya kembali,” ungkap Okta.

Hal senada juga disampaikan oleh Feni Efendi, dimana menulis merupakan pelatihan bernalar. Apa yang ditulis maka buatlah dengan sudut pandang berbeda, perlu latihan dan banyak membaca sehingga penulis mempunyai ciri dan gaya tersendiri dalam berkarya.

“Ibaratnya sebuah gelas, maka bagaimana memandang gelas itu dari sisi yang berbeda dari pandangan orang lain meski berada di posisi yang sama,” kata Feni.

Pernyataan ketiga penulis ini diikat oleh Panji sebagai moderator. Menulis ibaratnya hampir sama dengan berbicara, memerlukan ide yang berbeda agar orang lain tidak bosan dan merasa sudah pernah mendengarkan apa yang dijadikan bahan pembicaraan. Sehingga perlu dalam menulis itu untuk menjual ide yang berbeda dengan penulis lainnya.

“Menulis akan melahirkan karya hebat bukan karena banyaknya ikut pelatihan namun penulis sendiri yang berlatih menulis,” kata Panji. (Julian)

scroll to top