Viral.. Diduga Mengandung Unsur Pelecehan Terhadap Bupati Dalam Konten Youtube, Membawa Zaing Keranah Adat

IMG-20210128-WA0030.jpg

BARITO TIMUR (Benuanews.com) – Kritik dan keluhan yang di unggah dalam video melalui Youtube menjadi polemik hingga masuk dalam proses hukum adat yang di tuju kepada M. Zaing selaku pemilik sekaligus penyiar radio Monica FM menjadi perbincangan hangat sehingga menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat secara khusus kabupaten Barito Timur (Bartim) provinsi Kalimantan Tengah, atas konten video yang beredar di Media sosial (Medsos) melalui konten Youtube dengan durasi 7 menit 37 detik (7:37-time) yang sempat viral hingga mencapai 5.678 kali di tonton.

Pasalnya konten yang berjudul “Bupati Tidak Peka” tersebut telah membuat para pemangku adat yang tergabung pada 4 kedemangan menentukan sikap. Menurut para pemangku adat suku Dayak itu bahwa konten tersebut berisi pelecehan terhadap adat dan budaya masyarakat adat serta dinilai mengandung unsur pencemaran nama baik Bupati yang juga selaku ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Bartim.

Sebelumnya upaya yang dilakukan dari pihak pelapor konten Youtube tersebut, yang juga masyarakat setempat telah melaporkan keranah hukum dengan dugaan pelanggaran UU ITE bahkan pelapor sempat berkoordinasi dengan pihak Asosiasi Penyiaran Radio di Palangka Raya beberapa waktu lalu, namun belum ada pernyataan sehingga dilanjutkan keranah hukum adat dan disampaikan undangan dari para Demang untuk diminta klarifikasi atau penjelasan dari pihak terlapor.

Menyikapi hal tersebut, beberapa tokoh masyarakat Bartim angkat bicara, salah satunya pria yang terbilang sangat memahami hukum adat di tanah Kalimantan ini juga mempertanyakan letak pelanggaran adat pada konten Youtube yang viral belakang ini yang menurut beberapa pihak mengandung unsur dugaan kritikan seorang pejabat pemerintah dalam konten video yang membahas kepribadian seorang warga yang sedang menikmati nasi dengan lauk singkong tersebut.

“Kita akan tunggu perkembangannya, sampai ke tiga kali panggilan baru kita bereaksi. Saya sebagai pendamping selaku kuasa hukum akan menyampaikan persyaratan untuk melakukan pertemuan di gedung Mantawara dan meminta ketua Dewan Adat Dayak turut hadir dalam pertemuan tersebut,” ucap T.Badowo kepada awak media via handphone di Tamiang Layang, Kamis (28/01/2021).

Selain itu, T. Badawo juga berencana akan menyampaikan undangan kepada pihak Forkompimda yang terdiri dari anggota kepolisian Polres Bartim, TNI dan Kejaksaan Negeri kabupaten Barito Timur sebagai pelengkap untuk menyaksikan pertemuan tersebut.

Kita berbicara melalui aspek hukum, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang 1945. Menjamin kedudukan hukum yang sama untuk setiap warga negara atau kedudukan semua warga negara dihadapan hukum itu sama “equality before the law” (persamaan di depan hukum), apapun sukunya dihadapan hukum mendapatkan perlakuan yang sama,” jelas T. Badowo yang juga salah satu tokoh pendiri kabupaten Bartim.

Seseorang tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum ada keputusan hukum atau keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, seharusnya dilihat dari konten youtube yang beredar, apakah melanggar kode etik jurnalistik dan itu bisa menggunakan hak jawab. “Kalau yang keberatan ini ketua DAD, mengapa bukan beliau yang menyampaikan laporan atau aduan, jangan pakai kaki tangan. “Ada apa ini?,” tanya T. Badawo merasa heran.

Salah satu tokoh yang tak asing lagi di kabupaten Bartim ini juga menyatakan sikap kepeduliannya terhadap masyarakat secara meluas untuk lebih fokus memperhatikan kepentingan orang banyak, terlebih masyarakat adat yang bergantung hidup dari sumber daya alam sebagai kebutuhan sehari-hari, seperti halnya pencarian hasil dari hutan dan sungai yang seharusnya di jaga dan dilestarikan kearibannya.

“Kalau hal seperti ini dipermasalahkan sampai berjilid-jilid, pertanyaan saya kepada empat Damang. Mengapa pencemaran dan perusakan lingkungan oleh perusahaan tidak dipermasalahkan oleh Damang kepala adat, termasuk ketua DAD Bartim,” tegasnya.

T. Bedowo yang juga selaku Advokad siap mendampingi M. Zaing pada pertemuan nantinya, menurutnya dalam permasalahan konten Youtube tersebut tidak terlihat mengandung unsur pelanggaran terkait hukum adat. Dirinya juga berharap para pemanggku adat lebih menegakkan hukum adat yang bersifat sama rata hukumnya bagi pelaku yang melanggar adat.

“Mari kita tegakkan hukum adat, kita tegakan dulu mulai dari perambahan, penggusuran yang kemudian rusak dan menimbulkan pencemaran sungai itu pasti ada penyebabnya. Banyak hal yang harus kita perhatikan, permasalahan perusakan, pencemaran sungai, kasus Covid- 19 yang meningkat. Jangan hal ini sebagai pengalihan isu,” ungkap T. Badowo.

Selaras dengan salah satu tokoh masyarakat Bartim, Jumudi, menurutnya konten video tersebut tidak ada hal-hal yang menyentuh untuk dijadikan sebuah pelanggaran maupun penghinaan terkait adat.

“Saya tidak berpihak kepada siapapun, namun menurut saya dalam narasi di video tersebut tidak ada pelanggaran adat, jadi saya kira itu sebuah kekeliruan. Saya banyak belajar terkait adat dan jangan hal ini hanya dimanfaatkan oleh oknum,” tuturnya singkat.

Sementara, tokoh perempuan pendamping masyarakat adat dari organisasi Justice, Peace, Integrity of Creation (JPIC) dan Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Perempuan AMAN), Mardiana, mengatakan permasalahan tersebut tidak mengetahui apakah itu ada unsur pelanggaran undang-undang atau pelanggaran adat.

“Bagi saya terkait video singkong dan nasi itu adalah sama-sama makanan khas masyarakat adat Dayak dan zaman dulu juga pernah kami makan,” ucap Mardiana saat diwawancarai awak media di kediamannya, Rabu, (27/01/ 2021).

Menurut Mardiana, secara pribadi dia tidak tahu dimana letak penghinaan terhadap adat dalam video tersebut. Namun dirinya lebih mengajak para pemangku adat untuk mengawasi masalah pembabatan hutan dan pengrusakan lingkungan, pengrusakan situs budaya, pengrusakan hutan adat, tata batas serta pelanggaran HAM termasuk masalah masalah plasma dan pembayaran plasma yang dihadapi masyarakat saat ini.

“Pembabatan hutan dan pengrusakan lingkungan justru itu pelecehan terhadap adat yang luar biasa. Hak-hak masyarakat adat dan perlindungan terhadap masyarakat adat itu yang lebih penting diperjuangkan,” pungkasnya. (Ahmad)

scroll to top