Silaturahmi kepada Pendiri dan Pembina Utama GMRI hingga Kunjungan ke Padepokan Wulan Tumanggal, Tegal.

Screenshot_20230606_184713.jpg

TEGAL-Benuanews.com-Safari Tim GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) bersama kerabat dan sahabat Posko Negarawan ke Jawa Tengah dan sekitarnya seperti berpuncak pada acara silaturahmi kepada Prof. Dr. KH. Muhammad Habib Chirzin, sebagai pendiri GMRI bersama Sri Susuhunan PB XII dan Gus Dur serta tokoh lain.

Kecuali itu, Kyai yang sejak tahun 1970-an ini lebih dikenal pengasuh Pesantren Pabelan ini, memang telah malang melintang di organisasi pergerakan, tak hanya sebatas organisasi Pusat Ketua Pemuda Muhammadiyah, tapi juga menjabat pada sejumlah organisasi bergengsi pada level Internasional.

Mas Habib Chirzin, seperti biasa sapaan akrab para aktivis tahun 1980-an di Yogyakarta semasa kuliah dahulu, sungguh menjadi kekaguman tersendiri dengan kiprahnya pada lintasan aktivitas pergerakan, sehingga menjadi referensi tersendiri untuk banyak hal, utamanya dalam interelasi dengan aktivis serta tokoh lain — baik di dalam negeri maupun dia internasional.

Acara silaturahmi bersama Mas Habib Chirzin bersama Mbak Hindun nyaris seharian di kediaman beliau Jl. Raya Candi Brobudur Km. 4, Muntilan, Magelang. Berita wafatnya Prof. Muchtar Pabottinggi pun dari Jakarta yang keterima semalam, Minggu 4 Juni 2023 menjadi bagian dari perenungan bersama sambil berkirim do’a atas segenap dedikasi almarhum yang telah memberi pencerahan.

Prof. Mochtar Pabottinggi, putra asli kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan ini sangat dikagumi Mas Habib Chirzin, sebagai kawan maupun sebagai ilmuwan yang konsisten.

Takziyah khusus pun kemudian diudar oleh Mas Habib Chirzin dalam bentuk obituary atas berpulangnya Mas Mochtar Pabottinggi. “kita telah kehilangan seorang sahabat, seorang budayawan, peneliti dan penulis masalah sosial politik; dan aktivis sejak masa mudanya, Mas Mochtar Pabottingi”, kata Mas Habib Chirzin tentang Mas Mochtar Pabottinggi pada hari itu juga, Ahad, dini hari (4 Juni 2023). Saya mengenal Mas Mochtar Pabottinggi sejak zaman mahasiswa, pada tahuh 1970-an, ketika masih kuliah di Fakultas Sastra dan Budaya (Sasdaya) UGM”.

Saya sendiri, kata Mas Habib Chirzin kuliah di Fak. Filsafat UGM, bersama Mas Abdul Hadi WM, yang juga sama-sama penulis dan budayawan. Dan kenangan indah itu — antara tahun 1985 sd 1989 — saya sering lewat daerah Kayu Putih, di mana rumah Mas Mochtar berada di Jln.Plafon 1/12. RT.09, RW.03. Kel Kayu Putih, Kec. Pulo Gadung. Karena kantor saya, NOVIB Indonesia (sebuah konfederasi Internasional yang meliputi 90 negara sebagai bagian dari gerakan global) berada di Pulo Mas. Sedang tempat tinggal saya di Taman Cakalang, Rawamangun. Jadi sering lewat jalan Balap Sepeda.

Saya juga sering memberi pengajian di Ranting Kayu Putih, karena rumah ketuanya, Pak Sain, seorang pengusaha percetakan, asal Padang, juga di Kayu Putih. Dan seingat saya, Mas Malik Fajar, mantan Menag dan Mendikbud pernah tinggal di Kayu putih. Meskipun tidak lama.

Pada tahun 1986, saya menjadi ketua LPPM IKIP Muhammadiyah, sekarang UHAMKA (Universitas Hamka) Saya diberi tahu oleh Mas Dr. Anwar Abbas, Wakil Rektor II, bahwa Mas Mochtar Pabottingi adik iparnya. Lalu pada akhir musim panas tahun 1987, saya sempat mengunjungi Mas Mochtar di kampusnya, The University of Hawaii. Saya sempat tinggal di apartemennya Mas Suwarsono Muhammad, sekarang ketua Badan Wakaf UII, dan ketua BPH RS JIH (Jogja International Hospital) di Yogya dan Purwokerto.

Ketika diajak jalan-jalan di kampus Uni Hawaii oleh Mas AS Hikam yg juga studi ilmu politik di sana, saya diundang berdiskusi di East West Center, Hawaii. Hingga saat ikut mengemban tugas di Komnas HAM, saya bersama Mas MM Billah, pernah berkunjung ke Bulu Kumba, Sulawesi Selatan, tanah kelahiran Mas Mochtar Pabottinggi untuk menangani kasus tanah masyarakat adat Suku Kajang, pada tahun 2005.

Selamat jalan Mas Mochtar, senyumanmu yang hangat, bacaan puisimu dan tulisan-tulisanmu yang menggugah, akan selalu kami ingat, kata Mas habib Chirzin lirih dari kawasan Candi Brobudur yang tengah digagas untuk menjadi pusat ziarah spiritual.

Begitulah kata Prof. Dr. KH. Muhammad Habib Chirzin, bahwa semua bukan tentang menjadi apa, karena yang utama adalah seberapa banyak dan besar manfaat yang mampu kita tebarkan.

Karena pilihan kita sebagai pembelajar yang merasa tidak pernah selesai. Seperti dalam proses berkesenian, yang selalu menjadi itu. Begitulah panggilan sejarah yang tengah kita ukir hingga entah kapan akan selesai, tanpa pernah merasa lelah.

Dialog penuh rasa kangen mengudar nostalgia pun sambil menyeruput air kelapa segar, terasa semakin menyegarkan gairah hidup di dalam rumah khas Jawa semi modern hingga mengesankan keterbukaan penghuninya yang cukup moderat menerima segalanya tiba, seperti dedah syair Chairil Anwar.

Joyo Yudantoro yang mendampingi Sri Eko Sriyanto Galgendu mulai dari Jakarta, 2 Juni 2023 hingga 4 Juni 2023 usai silaturahmi kepada sesepuh dan pendiri sekaligus pembina GMRI, Habib Chirzin, terus mengatakan perjalan safari GMRI ke Padepokan Wulan Tumanggal di Desa Dukuh Tengah, Bojong, Tegal, Jawa Tengah.

Tim GMRI dan Posko Negarawan diterima Pangeran Panji yang berjuluk Romo Guru Kanjeng Raden Aryo Suryaningrat II di komplek Suryaningratan.

Padepokan Wulan Tumanggal kata Raden Panji ingin melestarikan tradisi dan budaya leluhur. Karena itu terbuka bagi siapa saja untuk melakukan aktivitas atau kegiatan yang terkait erat dengan budaya para leluhur, tandasnya.

Romo Panji langsung menerima kehadiran Tim GMRI dan Posko Negarawan dengan no diawali makan malam dan minum kopi sambil memapar ragam masalah seputar pentingnya gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bagi segenap warga bangsa Indonesia untuk mengukuhkan diri sebagai pemimpin dunia melalui tatanan peradaban baru yang lebih manusiawi dan berpegang kukuh pada etik profetik yang dicurahkan dari langit.

Kesepakatan GMRI dan Posko Negarawan untuk bersinergi dengan Padepokan Wulan Tumanggal yang kini dibesut oleh Raden Panji II, sebagai generasi penerus dari Raden Panji I, akan segera dirancang bersama, sehingga percepatan dalam gerakan kebangkitan dan kesadaran spiritual bagi bangsa Indonesia untuk dijadikan penangkal keambrukan etika, moral dan akhlak bisa segera diwujudkan.(RED#)

Tegal-Jakarta, 5-6 Juni 2023

Laporan : Jacobereste522
Editor : Rustan Salam

scroll to top