Tersandung Dugaan Pungli DAK 2024, Kepsek SD Lumajang Diduga Ditekan Setor 3 Persen

IMG-20250601-WA0180.jpg

Lumajang,Benua News.com — Aroma dugaan pungutan liar kembali mencoreng wajah pendidikan di Kabupaten Lumajang. Sejumlah kepala sekolah dasar yang menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2024 diduga mendapat tekanan untuk menyerahkan sejumlah uang kepada oknum di lingkungan Dinas Pendidikan. Besaran yang diminta mencapai 3 persen dari total dana bantuan.

Informasi yang diperoleh menyebutkan, praktik ini mencuat usai pertemuan tertutup para kepala sekolah penerima DAK yang digelar di SDN Ditotrunan. Dalam forum itu, disebutkan adanya permintaan potongan awal sebesar 4 persen. Namun karena adanya penolakan dari beberapa peserta, angka tersebut akhirnya disepakati turun menjadi 3 persen.

Salah satu narasumber berinisial S, yang disebut berperan sebagai koordinator pengumpulan dana, tak menampik kabar tersebut. Ia mengaku bahwa uang yang terkumpul kemudian diserahkan secara langsung dan tunai kepada seseorang berinisial R, yang merupakan pejabat di bidang sarana dan prasarana Dinas Pendidikan Lumajang.

“Memang awalnya diminta 4 persen, tapi karena banyak yang merasa keberatan, akhirnya turun jadi 3 persen. Dana itu kemudian dikumpulkan di termin kedua dan langsung diberikan ke Pak R,” tutur S saat diwawancarai awak media pada 26 Mei 2025.

Namun seiring mencuatnya kasus ini ke publik, dikabarkan bahwa sebagian dana yang sudah disetorkan mulai dikembalikan kepada kepala sekolah. Meski begitu, potongan untuk kebutuhan atribut fisik proyek seperti banner, prasasti, dan penyusunan laporan pertanggungjawaban (SPJ) masih diberlakukan.

Romli, Sekretaris DPD LSM Gerakan Masyarakat Adil Sejahtera (GMAS) Lumajang, mengecam keras dugaan praktik ini. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menyelidiki indikasi penyalahgunaan dana publik yang seharusnya digunakan murni untuk kemajuan pendidikan.

“Kalau ini benar, maka jelas masuk kategori pidana. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi potensi korupsi. DAK itu untuk murid dan sekolah, bukan untuk memperkaya oknum,” tegas Romli.

Senada dengan itu, praktisi hukum dari Forum Jurnalis Independen (FORJI), Misdiyanto, S.H., juga menilai kasus ini sebagai bentuk penyimpangan wewenang. Ia menyoroti posisi kepala sekolah yang sebenarnya hanya sebagai pengawas kegiatan, bukan pengelola dana, apalagi pihak yang seharusnya dimintai setoran.

“Kalau memang benar uang diserahkan tunai tanpa dasar hukum, dan kepala sekolah hanya pengawas, maka ini bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Aparat penegak hukum wajib menyelidikinya,” ujar Misdiyanto.

Tinjauan Hukum: Ada Potensi Pelanggaran Berat

Dari sisi hukum, permintaan potongan dana oleh pejabat dinas kepada kepala sekolah dapat dikualifikasikan sebagai pungli dan penyalahgunaan jabatan. Merujuk pada:

* UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12 huruf e secara tegas melarang praktik memaksa pemberian dana tanpa dasar hukum.
* Permendagri No. 130 Tahun 2018 dan ketentuan teknis DAK Fisik menekankan pentingnya pengelolaan dana yang transparan dan bebas dari pungutan tidak sah.
* Kode Etik ASN juga melarang segala bentuk pemanfaatan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Jika benar terbukti, pihak yang meminta potongan bisa dikenai sanksi pidana dan administrasi berat, sedangkan kepala sekolah yang memberi dapat dianggap turut serta jika diketahui melakukannya secara sadar dan sukarela.

FORJI menegaskan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mendorong agar transparansi di sektor pendidikan benar-benar ditegakkan. “Kita ingin pendidikan menjadi zona integritas, bukan sarang pungli,” tutup Misdiyanto.

(Star)

Redaksi

Redaksi

Satu Pelurumu Hanya Tembus Satu Kepala Manusia...Tetapi Satu Tulisan Seorang Jurnalis Bisa Tembus Jutaan Manusia (082331149898)

scroll to top