KERINCI.(Benuanews.com)-Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berlokasi di Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan, Kabupaten Kerinci, telah berjalan lebih dari empat tahun. Sejak awal, masyarakat dua desa ini memberikan dukungan penuh terhadap proyek strategis nasional tersebut, bahkan menjaga ketertiban dan keamanan proyek tanpa sedikit pun tindakan premanisme atau penghambatan.
Namun kini, kekecewaan masyarakat memuncak. Dukungan tulus yang selama ini diberikan justru dibalas dengan ketidakpedulian dan ketidakadilan. Perusahaan dinilai lebih mengedepankan pendekatan individu daripada pendekatan kolektif. Dampak sosial, lingkungan, hingga terganggunya mata pencaharian masyarakat yang mayoritas menggantungkan hidup dari sungai, sudah dirasakan secara nyata.
“Satu batang besi pun tak pernah hilang dari proyek ini. Itu bukti nyata bahwa kami jaga PLTA ini. Tapi mengapa kami yang disisihkan?” ungkap salah satu tokoh masyarakat.
Salah satu titik api kekecewaan masyarakat adalah soal kompensasi. Pernyataan Humas PLTA Kerinci Merangin Hidro, Aslori Ilham, yang menyebut bahwa kompensasi sudah dibayarkan berdasarkan hasil musyawarah, langsung dibantah warga.
“Musyawarah yang mana? Siapa yang mengesahkan? Apa isi berita acaranya? Kapan, berapa nilainya, dan untuk apa saja? Semua tidak pernah disampaikan ke masyarakat,” tegas warga.
Padahal, hasil musyawarah sebelumnya sudah menetapkan bahwa semua pembahasan terkait kompensasi PLTA harus melibatkan empat unsur penting desa, yakni Kepala Desa, BPD, Lembaga Adat, dan Tokoh Masyarakat. Namun faktanya, undangan ke PLTA Danau Kerinci hanya melibatkan kepala desa dari dua desa, tanpa melibatkan unsur lainnya. Kesepakatan pun dilanggar.
Masyarakat kini menyatakan mosi tidak percaya terhadap pemerintah desa dan lembaga adat yang dinilai tak lagi berpihak kepada rakyat.
“Kalau tidak sanggup menyelesaikan persoalan rakyat, mundur saja dari jabatan. Pemimpin bukan dipilih untuk menikmati hasil, tapi untuk melayani dan menyelesaikan persoalan,” kata warga dengan nada tegas.
Lebih parah lagi, Kepala Desa dan BPD Desa Karang Pandan bahkan sudah menyatakan tidak sanggup lagi menangani persoalan PLTA. Hal ini dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diemban dari masyarakat.
Dampak proyek ini tak hanya pada sosial dan struktur kepemimpinan desa, namun telah merusak tatanan hidup masyarakat secara turun-temurun. Sungai sebagai sumber mata pencaharian utama masyarakat telah rusak, pengairan sawah terganggu, akses jalan rusak, dan ekonomi desa melemah.
Seruan kepada Pemimpin Negeri: Turun Langsung, Jangan Percaya Laporan Meja
Masyarakat dua desa ini kini menggantungkan harapan kepada:
Bapak Prabowo Subianto (Presiden RI)
Bapak Jusuf Kalla (Tokoh Nasional & Pengusaha)
Gubernur Jambi
Bupati Kerinci
Anggota DPR RI, DPRD Provinsi & DPRD Kabupaten
“Jangan hanya menerima laporan dari meja yang isinya baik-baik saja. Kami mohon, turun langsung ke desa kami dan lihat kondisi sebenarnya. Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal keberlangsungan hidup anak, istri, dan cucu kami,” tutur warga dengan haru.
Pesan Tegas ke PT KMH/PLTA Kerinci Merangin Hidro “Jangan benturkan kami dengan pihak lain. Ini masalah antara rakyat dan perusahaan. Jangan tutupi kebenaran dengan manuver politik atau janji kosong. Kami akan mempertahankan hak kami sampai titik darah penghabisan.”
(Redaksi )