Oleh: Andes Robensyah, S.H.,M.H. (Dosen Hukum Pidana Universitas Islam Sumatera Barat)
Padang,(Benuanews.com) – Dalam dinamika hukum pidana di Indonesia belakangan ini, salah satu kasus yang cukup populer yang dapat diikuti adalah perkara tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Tom Lembong mantan Menteri Perdagangan 2015–2016. Sebagaimana diketahui pada 18 Juli 2025 kemaren Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Tom Lembong dengan hukuman 4,5 tahun penjara terkait impor gula massal tanpa koordinasi. Namun hal yang menarik dalam perkara pidana ini, majelis hakim secara eksplisit tidak menyatakan adanya niat jahat (mens rea) atas tindakan yang dilakukannya.
Pada kesempatan ini kita mencoba mengulik kembali kedudukan mens rea dalam hukum pidana secara singkat dan sederhana. Dalam hukum pidana terdapat elemen-elemen yang mana elemen tersebut membetuk suatu komposisi yang dengan komposisi tersebut dapat membuat seseorang dijerat dengan tindak pidana. Diantara elemen-elemen tersebut adalah actus reus dan mens rea. Actus reus merupakan perbuatan atau tindakan bersalah (guilty act) yang mana bersumber dari unsur eksternal yang dapat dilihat seperti unsur fisik, perbuatan atau tindakan tersebut merupakan tindakan yang nyata yang dianggap melawan hukum. Kemudian mens rea adalah elemen yang bersumber dari unsur internal pada diri seseorang, unsur internal tersebut adalah niat atau keadaan batin yang bersalah dari pelaku. Sudarto menerangkan bahwa mens rea meruapakan suatu keadaan psikis dari seorang pelaku, yang mana karna kondisi psikis itulah seseorang dikenakan sanksi pidana.
Dalam hukum pidana Indonesia mens rea terbagi kedalam beberapa bentuk yaitu dolus (kesengajaan) dan culpa (kelalaian). Dolus merupakan suatu keadaan dimana seorang pelaku secara sadar mengetahui bahwa tindakan yang akan dilakukannya adalah tindakan yang melanggar hukum namun pelaku tersebut tetap melakukan perbuatannya yang melanggar hukum tersebut. Dolus dibagi lagi menjadi dolus direktus (kesengajaan langsung), yaitu suatu keadaan dimana seorang pelaku berniat langsung untuk melakukan tindak pidana. Kemudian dolus indirectus (kesengajaan tidak langsung), yaitu suatu keadaan dimana seorang pelaku mungkin tidak menginginkan terjadinya akibat tertentu dari tindakannya, akan tetapi menyadari kemungkinan yang akan terjadi akibat tindakannya tersebut, namun seseorang tersebut tetap melanjutkan tindakannya sehingga menimbulkan akibat tertentu. Selanjutnya culpa (kelalaian), merupakan suatu keadaan dimana seorang mungkin tidak memiliki niat untuk menyebabkan terjadinya akibat tertentu, namun karna kelalaiannya memungkinkan terjadinya suatu akibat tertentu, sebagai contoh yang umum yaitu seorang pengemudi yang ceroboh dalam berkendara sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan korban.
MA Syamsu dalam bukunya “Penjatuhan Pidana & Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana” menerangkan bahwa dalam sistem hukum pidana di Indonesia, mens rea berkaitan erat dalam menentukan pertanggungjawaban pidana, yang mana pada prinsip mens rea ini penting untuk menentukan keondisi mental dari seorang pelaku dalam menentukan pertanggungjawaban pidananya, yang berarti bahwa seseorang akan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika terbukti bahwa sesorang tersebut benar-benar memiliki niat untuk melakukannya, dengan kata lain terpenuhilan unsur mens rea dalam perbuatan atau tindakannya tersebut. Dalam penelitian Aris Munandar Ar dkk menyebutkan bahwa prinsip mens rea ini sesuai dengan asas legalitas dalam hukum pidana. Sebagaimana diketahui hukum pidana merupakan ultimum remedium yang mana dampak dari pidana sangatlah luas, diantaranya seseorang yang dijatuhi pidana akan kehilangan kemerdekaan atas dirinya karna harus menjalani hukuman, kedua cap sebagai terpidana akan selalu melekat pada dirinya seumur hidup. Dengan demikian mens rea berfungsi untuk memastikan bahwa hukum pidana hanya akan diterapkan kepada mereka yang benar-benar bersalah baik itu secara batiniah dan secara fisik.