Kayu Aro, Benuanews.com,- Madra Indrawan, Sekretaris Fraksi Gerindra Kabupaten Solok, mengatakan bahwa permasalahan yang timbul di Pemkab Solok, berawal dari sejumlah Peraturan Bupati (Perbup) yang dibuat oleh Bupati Epyardi Asda.
Dari beberapa Perbup itulah yang menyebabkan timbulnya temuan dalam LHP BPK RI dan sampai kegaduhan di DPRD Kabupaten Solok. Dimana Perbup tersebut tidak sesuai dengan peraturan dan perundang undangan serta belum mendapatkan verifikasi dari Gubernur Sumbar, ucap Madra Indriawan, melalui selulernya, Kamis, 7 Juli 2022
Menurut Madra, di antara Perbup yang dimaksud seperti Perbup Solok nomor 4 tahun 2021 tentang pemberian tambahan penghasilan pegawai sipil negara di lingkungan pemerintah kab. Solok sebagaimana telah diubah dengan perbup no 28 tahun 2021, yang berdampak dengan adanya kelebihan bayar Honorium Pengelola Keuangan Daerah (PKD) sebesar Rp 1.130.800.000. Bahkan hingga membuat Bupati Solok bersama pejabat lainnya harus mengembalikan uang hingga ratusan juta rupiah ke kas daerah.
Hal itu di sebabkan bentuk ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan peraturan dan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan adanya temuan dari BPK, baik kelebihan maupun administrasi yang tidak lengkap dan mengakibatkan kerugian keuangan daerah (APBD) kabupaten Solok.
Sementara Bupati itu diberikan kewenangan oleh Presiden untuk menata dan mengola keuangan daerah, lalu diserahkan kepada OPD sebagai Pengguna Anggaran untuk dikelola berdasarkan azaz akuntabilitas dan propfesional, dan berpegang pada aturan hukum yg ada.
Bupati dalam kebijakan maupun dalam keputusan harus berpedoman kepada asas-asas umum pemerintahan yg baik, sebagaimana diatur oleh UU No.30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah, kata Madra
Selain itu, ada juga Perbup yang menyebabkan kegaduhan di DPRD Kabupaten Solok, seperti Perbup Solok Nomor 22 tahun 2021 tentang Perubahan atas Perbup Nomor 60 tahun 2020 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Solok yang dinilai sebagai “biang kegaduhan” di DPRD Kabupaten Solok selama ini.
“Perbup Nomor 22 tahun 2021 itu belum diakui oleh Gubernur Sumbar, tapi dua Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok langsung menguasainya sebagai alat untuk merampas hak dan ketua DPRD” ungkap Madra.
Hal tersebut sangat berdampak pada hal yang tidak diinginkan, dimana sesuai dengan fakta dan data LHP BPK RI, yang menegaskan bahwa Wakil Ketua DPRD tidak berhak atas SPT, tanpa mendapatkan pendelegasian dari Ketua DPRD. Sehingga, ada puluhan SPT yang menjadi temuan BPK dan menjadi potensi kerugian negara, akhir Madra.
Madra berharap, temuan BPK RI ini menjadi pelajaran bagi seluruh stakeholder yang ada di kabupaten Solok.
(Marlim)