Temuan 28 SPT Spesimen Palsu di DPRD Kabupaten Solok, Lecehkan Lembaga Terhormat

IMG-20220616-WA0047.jpg

Kayu Aro, Benuanews.com,- Dengan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok, yang mencapai satu miliar lebih atas 28 Surat Perintah Tugas (SPT) Spesimen Palsu, terungkap sudah bahwa di lembaga terhormat tersebut bukanlah orang-orang terhormat sebagaimana wakil rakyat yang seharusnya.

Pasalnya, pada lembaga yang terhormat tersebut seharusnya terdapat orang pilihan yang dipilih masyarakat, yang mempunyai intelektual untuk memikirkan dan mencari solusi dari permasalahan-permasalahan di tengah-tengah masyarakat, dengan cara elegan, dan menjauhi cara-cara yang kotor.

Hal tersebut dikatakan oleh tokoh masyarakat Kabupaten Solok yang enggan dituliskan namanya, saat dihubungi melalui handphone pribadinya oleh Realitakini.com, Kamis (16/6/2022).

“Ironisnya di DPRD Kabupaten Solok tersebut, dimana para dewan yang duduk di kursi legislatif itu seharusnya menjalankan amanah rakyat, dan menjalankan tugas dan fungsinya untuk mengutamakan kepentingan masyarakat, ternyata anggota dewan tersebut lebih mengutamakan keluyuran ke luar daerah, ditambah keberangkatan tersebut hanya untuk menambah pemasukan, sehingga menjadi temuan oleh BPK RI,” katanya.

Tidak hanya itu, dilanjutkannya, dari temuan BPK RI ataupun dengan terjadinya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 yang mencapai Rp115 miliar, sangat memperjelas bahwa para dewan di DPRD Kabupaten Solok itu tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kontrol pengawasan terhadap kinerja dan kebijakan dari eksekutif.

Silpa yang mencapai Rp115 miliar tersebut tak seharusnya terjadi jika fungsi pengawasan DPRD berjalan. Apalagi, terkait 28 SPT Spesimen Palsu di lembaga terhormat itu terindikasi akibat adanya Peraturan Bupati (Perbup), yang sengaja diubah untuk melancarkan niat tidak baik terhadap APBD.

“Ini sangat membawa ‘resident’ buruk bagi DPRD Kabupaten Solok yang notabenenya adalah lembaga terhormat. Begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten Solok yang selalu menggembar-gemborkan, akan menjadi daerah terbaik dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat (Sumbar) ini,” sebutnya.

Dikatakannya, ini adalah pelecehan dari terhadap lembaga terhormat DPRD Kabupaten Solok, baik dari internal maupun dari pihak eksekutif yang seharusnya mereka bekerja sesuai dengan aturan dan regulasi, serta mekanisme yang ada.

“Bahkan, bisa dikatakan pada legislatif dan eksekutif tersebut seringkali melakukan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk peningkatan kapasitas ataupun Sumberdaya Manusia (SDM), ataupun konsultasi ke kementrian ataupun sumber pengetahuan lainnya,” keluhnya.

Sebelumnya, sebanyak 28 SPT yang tidak ditandatangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra, menjadi temuan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Sumbar. BPK RI Perwakilan Sumbar mengganggap ke 28 SPT tersebut palsu, sebab tidak ditandatangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok.

Menurut BPK RI Sumbar, akibatnya dari spesimen palsu tersebut negara dirugikan 1 miliar lebih.

Hal itu ungkapkan Dodi Hendra seusai penyerahan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Solok Tahun 2021, Jumat (27/5/2022).

“Ada 28 buah SPT yang bukan saya yang tanda tangan, dan itu dinyatakan oleh BPK RI Sumbar palsu,” ungkap Dodi Hendra.

Menurutnya, ini adalah akibat pemaksaan dirinya untuk mundur sebagai Ketua DPRD, dan adanya ketua DPRD bayangan di DPRD Kabupaten Solok. Padahal sesuai dengan keputusan Gubernur Sumbar, dirinya sah menjadi Ketua DPRD.

“Inilah akibatnya, kalau kita hanya memikirkan diri sendiri dan golongan,” ujarnya.

Dodi Hendra berharap agar hal ini menjadi pelajaran bagi para Wakil Ketua, serta Sekretaris Dewan (Sekwan) Kabupaten Solok bahwa ada beberapa surat yang tidak bisa ditandatangani oleh mereka.

“Semoga ini menjadi pelajaran yang berharga buat mereka semua, dan saya berharap ini tidak akan terulang lagi dikemudian hari,” harapnya.

Sementara itu, lanjutnya, meski hasil temuan BPK RI terhadap keuangan daerah Kabupaten Solok mencapai miliaran rupiah, Kabupaten Solok tetap meraih Opini WTP. Bahkan, dengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 yang mencapai Rp115 miliar, Kabupaten Solok tetap meraih Opini WTP untuk kelima kalinya secara berturut-turut.

Dijelaskannya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut diserahkan Ketua BPK RI Perwakilan Sumbar, Yusna Dewi kepada Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra Datuak Pandeka Sati dan Bupati Solok, Capt. Epyardi Asda, M.Mar.

Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Solok dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Dendi mengaku ikut bersyukur dengan raihan Opini WTP itu.

“Meski begitu, banyak PR (Pekerjaan Rumah) besar di pemerintahan yang mesti ditindaklanjuti,” sebut Dendi.

Menurut Dendi, ada sejumlah catatan dari hasil temuan BPK RI Perwakilan Sumbar yang menunjukkan pengelolaan keuangan di Kabupaten Solok masih semrawut. 

“Ini PR besar bagi pemerintahan. Baik Pemerintah Kabupaten Solok maupun DPRD. Ada sejumlah catatan, dan banyak temuan kesalahan administrasi keuangan. Ada kelebihan bayar terhadap operasional OPD Pemerintah Kabupaten Solok dan kegiatan Anggota DPRD. Bahkan ada dugaan pemalsuan tanda tangan dalam 28 SPT, yang seharusnya ditandatangani Ketua DPRD, dan banyak lagi yang lainnya,” jelasnya. 

Dendi juga menyoroti adanya pejabat yang telah pensiun, yang diangkat kembali. Sehingga, terjadi temuan dan pelanggaran dalam administrasi keuangan daerah.

Selain itu, Dendi juga menyoroti sejumlah kawasan wisata, terutama Kawasan Wisata Chinangkiek milik Bupati Epyardi Asda, yang tidak ada kontribusinya untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Solok, yang menurutnya banyak kegiatan yang dilakukan di sana.

“Pejabat yang telah pensiun diangkat kembali yang terbukti menjadi temuan BPK. Demikian juga dengan kawasan wisata Chinangkiek yang merupakan milik pribadi Bupati Solok, yang tidak memberi kontribusi ke daerah. Padahal, banyak kegiatan-kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok yang dilaksanakan di lokasi tersebut,” ungkapnya. 

Anggota DPRD Kabupaten Solok, Madra Indriawan dari Fraksi Gerindra mengatakan, bahwa dengan adanya Ketua DPRD bayangan di lembaga yang terhormat tersebut mengakibatkan ditemukannya spesimen palsu, sehingga negara dirugikan sebesar 1 miliar lebih.

Madra Indriawan juga mengatakan akan membawa temuan ini ke Rapat Fraksi DPRD, dimana temuan itu akan dibahas apakah termasuk korupsi, atau penyalahgunaan wewenang, atau pemalsuan dokumen negara.

“Saya sebagai anggota Fraksi Gerindra di DPRD Kabupaten Solok akan membawa masalah ini ke DPP Gerindra di Jakarta,” ujar Madra Indriawan.

Sementara Kepala BPK RI Perwakilan Sumbar, Yusnadewi mengatakan, Pemerintah Kabupaten Solok sebelumnya telah menyerahkan Laporan Keuangan pada tanggal 28 Maret 2022. Menurutnya, penyerahan itu lebih cepat dari tanggal yang telah ditentukan.

“Setelah melaksanakan pemeriksaan, BPK RI Perwakilan Sumbar memberikan Opini WTP terhadap hasil LKPD Kabupaten Solok, dan 2 Kabupaten Kota lainnya,” bebernya.

(Marlim)

scroll to top