Padang, Benuanews.com,- Kasus dugaan korupsi penggantian lahan Tol Padang – Pekanbaru yang berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman, akhirnya memasuki babak persidangan.
Kasus yang menyeret 13 orang terdakwa berinisial SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan Nagari, YW Aparatur Pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah. Dan penerima ganti rugi berjumlah delapan orang yakni BK, MR, SP, KD, AH, SY, RF, dan SA yang diketahui juga merupakan perangkat pemerintahan Nagari, menjalani sidang pada Kamis (14/4).
Selain itu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, menggelar sidang perdananya terbuka untuk umum.
Dalam sidang tersebut, terdapat sembilan orang Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dimana sembilan JPU tersebut, gabungan dari JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Sidang yang dilakukan secara online dibagi menjadi empat sesi. Pasalnya, sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dari JPU.
Usai pembacaan dakwaan, para terdakwa tampak didampingi Penasihat Hukum (PH). Dimana para PH terdakwa, masing-masing mengajukan eksepsi (keberatan terhadap dakwaan). Sehingga sidang yang dipimpin Rinaldi Triandoko didampingi Juandra, Dadi Suryadi, Emria Syafitri dan Hendri Joni, melanjutkan sidang pada pekan depan.
Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) pada Kejari Pariaman Yandi Mustiqa menjelaskan kepada awak media, pengadaan jalan tol yang berada di Taman Kehati, Kabupaten Padang Pariaman. Pada tahun 2009, sudah ada penyerahan lahan masyarakat kepada pemerintah setempat dan juga sudah dimasukkan ke dalam aset Pemerintah Daerah (Pemda) Padang Pariaman. Selain itu, sertifikat lahan tersebut, sudah ke luar dan terdaftar diaset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman. Selanjutnya, penyerahan lahan dilakukan secara suka rela dan telah diganti tanaman dan bangunan.
Hal tersebut, juga sudah dicatat keaset Pemkab Padang Pariaman serta telah diurus proses sertifikatnya. Bahkan peta bidang pun, sudah ke luar dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Padang Pariaman.
Ketika proses pengadaan tol dimulai tahun 2019, terbentuklah tim A dan B, dan dibuatlah alas hak baru pada masyarakat. Pada hal sudah diberi tahu kalau sudah diganti rugi oleh pihak Pemkab.
Namun terdakwa,dalam pengadaan ganti rugi lahan tol. Kembali membuat alas hak, pada hal sudah diganti oleh Pemkab. Sehingganya negara membayar lagi kemasyarakat dengan membuat alas hak baru. Dari rangkaian tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp27 miliar. Hal ini berdasarkan audit dari BPKP.
“Jadi intinya, ganti rugi sudah dilakukan dua kali,”katanya.
Dia menyebutkan, dalam persidangan tersebut, ada empat sesi. Pertama, pihak BPN, satuan tugas (Satgas) A dan B. Sesi berikutnya, Kepala Bidang Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Padang Pariaman. Sesi berikutnya, Wali Nagari dan terakhir 8 penerima ganti rugi.
“Untuk pasal yaitu pasal 2,3, jo 18,”ucapnya.
Pada berita sebelumnya, penyidik Kejati Sumbar telah menjerat 13 orang sebagai tersangka dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kelompok tersangka sebagai penerima ganti rugi berjumlah delapan orang yakni BK, MR, SP, KD, AH, SY, RF, dan SA yang diketahui juga merupakan perangkat pemerintahan Nagari.
Sementara lima tersangka lainnya adalah SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan Nagari, YW Aparatur Pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah.
Belasan tersangka itu diproses dalam sebelas berkas terpisah, beberapa di antaranya tercatat pernah mengajukan praperadilan namun ditolak oleh hakim.
Kasus itu berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman.
Karena lahan itu termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman KEHATI (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan taman KEHATI saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Pada bagian lain, Asintel Kejati Sumbar Mustaqpirin menegaskan penyidikan kasus saat ini murni terkait pembayaran ganti rugi lahan, bukan pengerjaan fisik proyek tol.