SANGKETA TANAH ULAYAT DI PASBAR MASIH BERLANJUT

IMG-20211018-WA0003.jpg

PASAMAN BARAT, Benuanews.com– Sengketa Tanah (Setan) di Negara ini, biasanya selain berawal dari adanya dugaan carut marut administrasi pertanahan, atau permainan antara pemilik modal dengan oknum birokrat pertanahan ataupun penguasa dengan pengusaha, hingga tidak mengherankan bila dalam setiap konflik pertanahan dan penyerobotan lahan acap muncul tudingan adanya permaianan mafia tanah, yang ujung-ujungnya dalam menyelesaikan semua permasalahan sengketa tanah rakyat badarai menjadi korban.

Demikian juga hal yang terjadi hampir semua Sengketa Tanah (Setan ) yang ada di Kabupaten Pasaman Barat.
Seperti Sabtu, 16 OKTOBER 2021 lalu, hampir saja terjadi bentrok antara masyarakat dengan Kelompok Tani yang hendak Panen Tandan Buah Segar (TBS) di lahan Perkebunan Kelompok Tani Batang Lingkin (Bali) Group yang berlokasi di Nagari Aia Gadang Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat Sumbar.

Sengketa tanah ini sudah berlangsung bertahun-tahun, masyarakat Kampung Garuntang Nagari Aia Gadang dengan Pengurus dan anggota Kelompok Tani Bali Group saling klaim atas kepemilikan lahan perkebunan tersebut.

Sabtu pagi menjelang siang itu saat Keltan hendak panen TBS di lahan tersebut ratusan masyarakat Kampung Garuntang datang untuk menghalang-halangi Keltan tersebut, hingga terjadi bentrok adu argumen antar ke dua belah pihak dan untungnya tidak terjadi bentrok fisik.

Anggota Keltan yang hendak Panen di lahan Perkebunan tersebut, bersikukuh mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik Keltan Bali Group, namun ratusan masyarakat Kampung Garuntangpun tak mau kalah, masyarakat bersikukuh bahwa lahan tersebut merupakan tanah ulayat mereka sejak dulu.

Menurut Suardi salah seorang masyarakat Kampung Garuntang mengatakan, sebenarnya warga tidak melarang anggota Keltan Bali Group untuk panen bila lokasinya berada di luar tanah ulayat mereka, karena lokasi yang mau mereka panen saat itu berada di tanah ulayat masyarakat Kampung Garuntang, itu makanya warga menghalang-halangi nya.

Dikatakan oleh warga yang hadir di lokasi sengketa tersebut, pada tahun 1991 silam sudah ada surat pernyataan dari kaum bahwa ada sekitar Empat ratus Hektar tanah ulayat mereka yang digarap oleh Keltan tanpa adanya surat penyerahan, untuk itu warga menuntut pihak KUD agar mengembalikan lahan tersebut kepada mereka.

Sementara penolakan warga Kampung Garuntang tersebut menurut M. Nurhuda Kuasa Hukum Keltan Bali Group bahwa aksi warga jelas telah merugikan anggota Keltan yang ingin panen TBS pada hari itu, dikatakannya lahan tersebut jelas-jelas sudah sah menjadi milik anggota Keltan, sebab legalitas nya dapat dibuktikan dengan setiap anggota Keltan sudah memiliki sertifikat sesuai dengan nama mereka masing-masing.

Akhirnya karena belum mendapat kesepakatan, ke dua belah pihak membubarkan diri.

Warga Kampung Garuntang maupun Anggota Keltan Bali Group berharap agar Pemerintah segera mengambil sikap untuk membantu menyelesaikan persoalan ini, harapan mereka secepatnya pihak yang berwenang menyelesaikannya agar persoalan agraria ini tak menimbulkan kerugian dan korban di kedua belah pihak di kemudian hari.

“Kami lihat masalah sengketa tanah yang masih tumpang tindih ini perlu segera diselesaikan oleh Pemerintah setempat, harapan kami biar jelas keabsahan kepemilikannya, hingga status haknya, pemanfaatannya maupaun kegunaannya, dapat kejelasan siapa sebenarnya yang berhak, agar ke depan tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan, ” ungkap Rudi salah seorang Anggota Keltan Bali Geoup.

Berdasarkan pantauan Insan Pers yang tergabung di PerkumpulAn Jurnalis Online (AJO) Pasbar,
masing-masing pihak dalam sengketa tanah tersebut memang memiliki argumentasi dan dasar hukum sendiri tentang klaim status hak kepemilikan lahan.

Rudi berharap, semoga dengan peristiwa hari ini tidak berlanjut pada konflik berkepanjangan, untuk itu Rudi meminta kepada pihak yang berwenang dapat menyelesaikannya hingga kisruh tanah di Kampung Gurintang tidak semakin memanas dan tidak berkembang ke mana-mana.
” Ini harus ditertibkan dan diselesaikan karena kalau tidak bisa maka kita khawatir akan terus jadi sengketa tanah (setan) berkelanjutan dan menjadi ancaman warisan konflik yang tak terkendali di masa yang akan datang,” ujar Rudi mengakhiri.

(Saipen Kasri)

scroll to top