PH Terdakwa Sebut Tuntutan JPU Mengada-Ngada

IMG-20220813-WA0011.jpg

Padang, Benuanews.com,- Usai dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar). Tiga belas orang terdakwa yang terjerat kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekan Baru, berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman, yang dituntut bervariasi pada Minggu lalu. Akhirnya menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang.

Menurut Penasihat Hukum (PH) terdakwa Syamsuardi, yakninya Asnil Abdillah, Ruby Zairul, Johny Erizal, Arie Pati dan Nasrul Nurdin, mengatakan dalam pembelaan setebal 24 halaman bahwa pasal 1 ayat (22) undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang pembendaharaan negara, ternyata kerugian negara dimaksud tidak tergambar dalam surat dakwaan dan tidak terbukti pula dalam persidangan.

“Uang yang dibayarkan sebagai ganti kerugian atas tanah tanah masyarakat tersebut, telah sesuai dengan luas yang dibebaskan,tidak lebih dan tidak kurang,”kata PH terdakwa, saat membacakan pledoi, Kamis (11/8) kemaren.

Ditambahkannya, kerugian negara sebesar Rp27.460.213.941 yang disebut dalam dakwaan dan tun JPU sangatlah mengada-ada dan tidak jelas usulnya.

Disebutkannya, penyerahan ganti rugi atas pembebasan tanah-tanah masyarakat disaksikan pejabat terkait.

“Pemkab Padang Pariaman tidak merasa dirugikan dalam pelaksanaan ganti rugi pembebasan tanah jalan tol tersebut.,”imbuhnya.

PH terdakwa menuturkan, penuntut umum
aneh dan janggal, serta ngotot mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman dirugikan sebesar Rp27.460.213.941. Sedangkan, Bupati Pemkab Padang Pariaman sendiri tidak pernah merasa dirugikan.

Dalam pleidoinya dijelaskan, mantan auditor BPK RI dipersidangan menerangkan, negara baru dikatakan rugi dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, apabila uang untuk ganti rugi diselewengkan, harta ganti rugi digelembungkan, sehingga tanah yang diperoleh tidak cocok atau tidak sesuai, barulah dikatakan mengalami kerugian.

“Sangatlah mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum, karena pihak Lembaga Management Aset Negara (LMAN) yang memberikan dana sebesar Rp27.460.213.941,tidak pernah merasa dirugikan,”ujarnya.

Terhadap pleidoi tersebut, JPU menanggapi secara tertulis. Sidang yang dipimpin Rinaldi Triandoko dengan didampingi Juandra dan Hendri Joni, melanjutkan sidang pekan depan.

Sebelumnya, terdakwa Syamsuardi dituntut JPU dengan tuntutan selama 10 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp 500 juta dan subsidir empat bulan.

Selain terdakwa Syamsuardi, JPU juga menuntut terdakwa lainnya, Buyung Kenek selama delapan tahun dan enam bulan penjara. Denda Rp100 juta serta subsider tiga bulan.

Terdakwa Khaidir juga dituntut JPU selama 8 tahun, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan. Terdakwa Sabri Yuliansyah juga dituntut 8 tahun,denda Rp50 juta, subsider tiga bulan. Terdakwa Raymon dituntut enam tahun,denda Rp50 juta dan subsider tiga bulan. Terdakwa Husen dituntut enam tahun dan enam bulan, denda Rp50 juta, subsider tiga bulan.

Terdakwa Syamsul Bahri, dituntut delapan tahun, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan. Terdakwa Nazaruddin, dituntut JPU dengan hukuman delapan tahun dan enam bulan denda 100 juta, dan subsider tiga bulan dan terdakwa Syafrizal dituntut delapan tahun dan enam bulan, denda Rp100 juta dan subsider tiga tahun.

Untuk uang penganti dan beserta subsidernya juga bervariasi.

Selain itu, JPU juga menuntut terdakwa Syamsuardi dengan tuntutan selama 10 tahun denda Rp500 juta dan subsider empat bulan. Terdakwa Yuliswan dituntut 10 tahun dan enam bulan, denda Rp500 juta dan subsider empat bulan.

Sementara terdakwa Jumadil,Riki Nofaldo dan Upik dituntut 10 tahun dan enam bulan, denda Rp 500 juta serta subsider empat bulan.

Pada berita sebelumnya, penyidik Kejati Sumbar telah menjerat 13 orang sebagai tersangka dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Kelompok tersangka sebagai penerima ganti rugi berjumlah delapan orang yakni BK, MR, SP, KD, AH, SY, RF, dan SA yang diketahui juga merupakan perangkat pemerintahan Nagari.

Sementara lima tersangka lainnya adalah SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan Nagari, YW Aparatur Pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah.

Belasan tersangka itu diproses dalam sebelas berkas terpisah, beberapa di antaranya tercatat pernah mengajukan praperadilan namun ditolak oleh hakim.

Kasus itu berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.

Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.

Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman.

Karena lahan itu termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada 2007.

Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.

Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman KEHATI (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.

Pembangunan dan pemeliharaan taman KEHATI saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.

Pada bagian lain, Asintel Kejati Sumbar Mustaqpirin menegaskan penyidikan kasus saat ini murni terkait pembayaran ganti rugi lahan, bukan pengerjaan fisik proyek tol.

scroll to top