Parah, Sistem Zonasi PPDB Online Singkirkan Anak-anak Yang Pintar

IMG-20220701-WA0016.jpg

Padang, Benuanews.com,- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui online atau situs Dinas Pendidikan setempat, dengan alur zonasi (rumah terdekat dari sekolah) menimbulkan polemik yang sangat pelik di lingkungan masyarakat.

Zonasi membuat siswa berprestasi teranulir, masyarakat miskin meskipun memakai surat keterangan dari lurah, camat dan aparat setempat juga tidak berlaku, karena mereka tidak memilik KIS atau KIP, sehingga harus rela melepaskan pendidikan anaknya karena tidak mampu bersekolah di swasta.

Seperti yang dialami Zainuddin, warga Kelurahan Ulak Karang Utara Padang. Jarak rumahnya dari SMA N 1 Padang 1,2 km. Akan tetapi anaknya tidak diterima di SMA Negeri 1 Padang dengan alasan jauh dari sekolah.

“Kemana lagi saya harus masukkan anak saya sekolah, padahal yang dekat dari rumah saya hanya SMA Negeri 1” ujar Yeni. Padahal menurut Yeni, anaknya mempunyai nilai yang bagus, akan tetapi kalah bersaing dengan yang lain sewaktu mendaftar lewat jalur prestasi.

Menurut Bachrul dari Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (BAPAN-RI), Kementrian Pendidikan merupakan bagian dari pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap pendidikan di Indonesia. Tapi Kementrian Pendidikan dianggap tidak berpihak pada rakyat, karena membuat sistem zonasi yang amat merugikan banyak orang, khususnya masyarakat tidak mampu dan siswa berprestasi.

“Jika masa pandemi sistem zonasi masih bisa diterima semua lapisan masyarakat, agar  penyebaran covid bisa ditekan dan kehidupan menjadi normal, namun saat ini semestinya dikembalikan sistem lama yakni Rayon, bukan berarti menghilangkan sistem zonasi dan prestasi akademik atau non akademik dengan pembagian yang proforsional” ujar Bachrul.

Dengan sistem yang terjadi sekarang, kuota untuk zonasi lebih besar dari pada prestasi. Akibatnya banyak siswa yang sebenarnya pintar, akan tetapi jarak rumah agak jauh dari sekolah tidak diterima di Sekolah tersebut. Sementara sebagian masyarakat meminta pembagian proforsional Rayon 89%, Prestasi 10%, dan Zonasi 10%, sehingga masyarakat yang rumahnya jauh dari sekolah juga dapat kesempatan besar, karena sekolah negri tidak ada didekat rumah mereka.

Kesalahan sistem pendidikan saat ini berimbas pada penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah, dimana dianggap tidak berpihak pada masyarakat miskin yang jauh dari sekolah, dan akhirnya merelakan anak mereka tidak bersekolah karena tidak ada biaya untuk sekolah swasta.

Masyarakat juga berharap pemegang kekuasaan di daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota bisa mengusulkan perubahan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB), kembali pada sistem Rayon, pada pemerintah pusat, agar ada harapan besar anak mereka untuk diterima.

PPDB dengan sistem zonasi juga membuat masyarakat dan aparatur lokal menjadi “tidak jujur” , ada yang merubah domisili, ada pula sekolah yang menaikkan nilai raport agar siswa mereka yang berprestasi dapat diterima pada sekolah negri, akhirnya berimbas pada psycologi anak, seperti yang terjadi pada SMP Negeri 1 Padang.

Menteri Pendidikan tidak bisa merasakan betapa pedihnya masyarakat bawah yang ingin anaknya bersekolah di sekolah negeri, dan Menteri juga tidak akan pernah tau jika sekolah negeri jauh dari rumah masyarakat dengan jumlah penduduk yang padat.

Menurut Bachrul, sistem Rayon merupakan solusi dari permasalahan PPDB yang terjadi saat ini. Meskipun kembali pada sistem Rayon, bukan berarti akan mematikan sekolah swasta, karena lulusan setiap tahun semakin banyak dan daya tampung tetap segitu, artinya swasta juga akan menjadi tujuan siswa yang memiliki dana, meskipun masyarakat tidak mampu juga harus berhenti sekolah, namun persentasinya tidak sebanyak sekarang, akhir Bachrul

(Marlim)

scroll to top