BENUANEWS.COM | Simalungun, Sumatera Utara –
Berkisaran 5000.an pangulu Nagori (Kepala desa-red) dan perangkat nagori di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara belum menerima gaji atau penghasilan tetap (siltap) sejak Juli 2021. Alasannya, Anggaran Dana Nagori (ADN) dari pemerintah daerah belum dicairkan kepada pemerintah desa.
Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap semangat kerja aparatur dalam menjalankan tugas pelayanan di Nagori (desa-red). Para perangkat desa mengharapkan segera menerima gaji untuk kebutuhan keluarganya.
“Di masa-masa pendemi ini sangatlah berdampak ke ekonomi,Anak-anak udah mulai tatap muka jadi untuk ongkos dan keperluan lainnya sangat mendesak juga kebutuhan keluarga, makanya sangat mengharapkan uang siltap. Sudah banyak kawan yang terpaksa pinjam sana sini,” kata RUS(40) salah seorang kaur nagori di kecamatan Gunung Malela, pada selasa(05/10/2021).
Kekuatiran dan rasa cemas para aparatur Nagori ini sangat beralasan, karena semakin lama tidak terima gaji tentu bisa pemicu permasalahan dalam rumah tangganya. Lucunya, ada yang mengatakan hingga saat ini masih bersyukur karena walau tak terima gaji hingga empat bulan, sang istri tidak mengajukan pisah atau cerai akibat tak dinafkahi.
“Sudah empat bulan tidak gajian minggu yang lalu saya sempat jual kambing saya ,supaya istri dan anak bisa bertahan.Jadi intinya kami sangat mengharapkan pemerintah memberikan gaji setiap bulannya .Karena itu jugalah penambah semangat dan motivasi kami ,”ujar Rus
Menurutnya setiap bulan, kepala desa di Kabupaten Simalungun menerima penghasilan Rp 5.500.000, sekretaris desa Rp 2.500.000, perangkat desa Rp 2.050.0000, dan kepala dusun (gamot) Rp 2.050.000.
Menurut beberapa Pangulu mengatakan bahwa ketika ditanya ke DPMPN (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagori) selalu mengatakan untuk menanyakan langsung ke Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) karena menurut mereka telah menyampaikan list daftar gaji kesana.
Menilik motto atau slogan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun “RHS” (Rakyat Harus Sejahtera) menjadi bahan obrolan yang dianggap sangat berbanding terbalik dengan fakta. Banyak perangkat nagori khawatir slogan tersebut justru dipelesetkan “RHS = Rakyat Harus Sambatan).
“Takutnya slogan RHS ini diplesetkan orang menjadi Rakyat Harus Sambatan (Rakyat Harus Gotong-royong),” ujar mereka.
Hingga berita ini dilayangkan ke meja redaksi, pihak DPMPN belum ada yang bisa dikonfirmasi karena saat dihubungi via telepon selulernya tidak diangkat, bahkan pesan yang dilayangkanpun belum ada balasannya.
(Dedi Sinaga)