Kubu Ganjar Berkutat di Ladang Kenangan,  Sementara Prabowo Berjoget Gemoy ke Masa Depan Indonesia

IMG_20231209_164444.jpg

Jakarta.(Benuanews.com)- Dalam perang kata-kata yang tak ada habisnya menjelang Pilpres 2024, tampaknya politik masih terperangkap dalam era retorika usang yang sudah usai jaman. Terutama pihak pendukung capres Ganjar Pranowo tampaknya terus-menerus mencoba menggoda masyarakat dengan trik-trik lama, tanpa menyadari bahwa zaman sekarang telah melibatkan rakyat dalam pencerahan intelektual.

Kubu Ganjar sepertinya terlalu asyik bermain dalam ladang retorika kosong yang semakin usang dan membingungkan seperti menyelam dalam arsip kenangan masa lalu. Mereka seakan tidak bisa move on dari isu-isu klasik seperti HAM yang hanya sekadar senjata untuk menyudutkan Prabowo Subianto. Lalu drama orde baru setelah sebelumnya soal politik dinasti tak mampu menggerus elektabilitas pasangan nomor urut  2 Prabowo-Gibran.

Sebenarnya, apakah mereka tidak menyadari bahwa isu-isu ini sudah kehilangan daya tarik dan tidak lagi relevan di era kekinian? Jujur saja, masyarakat sudah bosan dengan teater politik yang berulang-ulang tanpa cerita baru. Mungkin sudah waktunya Kubu Ganjar menyegarkan pikiran mereka dan mencari narasi yang lebih segar, sebelum kehilangan pendengar mereka dalam kebisingan retorika tanpa substansi.

“Padahal Pak Bambang Pacul itu kan udah ngomong jangan serang Jokowi. Rugi kamu. Harus PDIP tau itu Jokowi punya basis suara kuat. Jadi kalau PDIP salah langkah, maka ambisi ingin hattrick menang pemilu di 2024 hanya mimipi. Bangun tidur ada paslon lain sudah menang,” kata kata Peneliti Center for Indonesia Election (CIE), Ahmad Firdaus,  kepada wartawan, Senin (11/12/2023). 

Menurut Firdaus, nampaknya kubu Ganjar masih belum belajar dari sejarah pilpres yang lalu. Pemilu 2014, di mana Jokowi dihina dan difitnah habis-habisan, tetapi rakyat tetap cerdas dan tak terpedaya ujungnya Jokowi menang. Lalu tahun 2019 pun mengulangi kisah serupa, Jokowi yang dijadikan sasaran omelan dan kolom meme di dunia maya, malah suaranya semakin meroket tanpa bisa terbendung.

“Jadi harusnya para lawan politik ini mempertimbangkan karier baru sebagai pelatih senam otak, karena upaya mereka dalam menghina justru membuat rakyat semakin cerdas dalam memilih,” tandasnya.

Firdaus menambahkan, lumrah saja jika Prabowo memilih berjoget dalam kampanye, sebab ia tahu betul langkah apa yang akan diambil bila terpilih. Prabowo seolah memiliki kemampuan melihat masa depan Indonesia. Jadi, kemampuannya melihat masa depan inilah yang membuat pasangan nomor urut dua berhasil merebut hati pemilih terutama generasi milenial dan Gen Z.

“Lebih penting itu merebut hati pemilih bukan pemikiran pemilih. Jadi kalau lawan masih fokus pada rebut pemikiran maka ujungnya hanya ikut ramaikan Pilpres dan tidak menang. Karena yang terlalu doyan berbicara, pada akhirnya hanya sibuk bicara sana sini sementara lawanya bekerja dan menang,” tambah Firdaus.

Firdaus juga melihat bahwa, kamus hidup Prabowo nampaknya hanya dua, belajar dan menang. Ini adalah mantra ajaib bagi mereka yang merangkai hidup dengan kebijaksanaan. Pertama, belajar dari kekalahan sebelumnya sebagai pangkal pengetahuan dan menang sebagai puncak prestasi.

“Jadi kalau ada pernyataan Gus Dur bahwa Prabowo bakal jadi presiden di usia tua, saya pikir itu sudah tepat. Karena perjalanan hidup Prabowo itu tak ubahnya arena pertempuran, di mana setiap kegagalan-kegagalan sebelumnya adalah guru yang mengajar secara rill untuk menang kali ini,” tutup Firdaus.

(*)

scroll to top