Kerajaan Kandis merupakan sebuah kerajaan historis Orang Melayu dan Minangkabau berbasis di wilayah tengah-barat pulau Sumatera, yang kini merupakan bagian dari timur wilayah Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi.
Kerajaan Kandis
Kerajaan Kandis
ca. abad ke-1 SM
Perkiraan lokasi Kerajaan Kandis berada di Sumatera Tengah (kini terpecah menjadi bagian timur Sumatra Barat, Riau, dan Jambi)
Bahasa yang umum digunakan Bahasa Melayu Kuno Agama
Hinduisme
Buddhisme
PemerintahanMonarkiSejarah
• Didirikan
ca. abad ke-1 SM
Digantikan olehKerajaan Koto AlangKerajaan MalayupuraSekarang bagian dari
 Indonesia
 Sumatra Barat
 Jambi
 Riau
Kerajaan Kandis diperkirakan berdiri sejak ca. abad ke-1 Sebelum Masehi, diyakini sebagai kerajaan tertua di Kepulauan Indonesia. Pada abad ke-13 Masehi, wilayah tempat Kerajaan Kandis berada masih dikenal sebagai Kandis, wilayah ini disebut sebagai salah satu wilayah kemaharajaan Majapahit dalam Nagarakretagama (sebuah karya sastra Jawa Kuno yang ditulis pada 1365 oleh Prapanca).[4][5]
Sejarah
Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada 1 Sebelum Masehi, mendahului berdirinya kerajaan Moloyou atau Dharmasraya di Sumatra Tengah. Dua tokoh yang sering disebut sebagai raja kerajaan ini adalah Patih dan Tumenggung.
Maharaja Diraja, pendiri kerajaan ini, sesampainya di Bukit Bakau membangun sebuah istana yang megah yang dinamakan dengan Istana Dhamna. Putra Maharaja Diraja bernama Darmaswara dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja (Putra Mahkota Maharaja Diraja) dan gelar lainnya adalah Datuk Rajo Tunggal (lebih akrab dipanggil). Datuk Rajo Tunggal memiliki senjata kebesaran yaitu keris berhulu kepala burung garuda yang sampai saat ini masih dipegang oleh Danial gelar Datuk Mangkuto Maharajo Dirajo. Datuk Rajo Tunggal menikah dengan putri yang cantik jelita yang bernama Bunda Pertiwi. Bunda Pertiwi bersaudara dengan Bunda Darah Putih. Bunda Darah Putih yang tua dan Bunda Pertiwi yang bungsu. Setelah Maharaja Diraja wafat, Datuk Rajo tunggal menjadi raja di kerajaan Kandis. Bunda Darah Putih dipersunting oleh Datuk Bandaro Hitam. Lambang kerajaan Kandis adalah sepasang bunga raya berwarna merah dan putih.
Ekonomi Kerajaan
Kehidupan ekonomi kerajaan Kandis ini adalah dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan sarang burung layang-layang, dan dari hasil bumi seperti emas dan perak. Daerah kerajaan Kandis kaya akan emas, sehingga Rajo Tunggal memerintahkan untuk membuat tambang emas di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, artinya tambang emas yang dibuat berdasarkan titah raja. Sampai saat ini bekas peninggalan tambang ini masih dinamakan dengan tambang titah.
Hasil hutan dan hasil bumi Kandis diperdagangkan ke Semenanjung Malaka oleh Mentri Perdagangan Dt. Bandaro Hitam dengan memakai ojung atau kapal kayu. Dari Kandis ke Malaka membawa barang-barang kebutuhan kerajaan dan masyarakat. Demikianlah hubungan perdagangan antara Kandis dan Malaka sampai Kandis mencapai puncak kejayaannya. Mentri perdagangan Kerajaan Kandis yang bolak-balik ke Semenanjung Malaka membawa barang dagangan dan menikah dengan orang Malaka. Sebagai orang pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka dan meninggalkan cerita Kerajaan Kandis dengan Istana Dhamna kepada anak istrinya di Semenanjung Melayu.
Dt. Rajo Tunggal memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada puncak kejayaannya terjadi perebutan kekuasaan oleh bawahan Raja yang ingin berkuasa sehingga terjadi fitnah dan hasutan. Orang-orang yang merasa mampu dan berpengaruh berangsur-angsur pindah dari Bukit Bakar ke tempat lain di antaranya ke Bukit Selasih dan akhirnya berdirilah kerajaan Kancil Putih di Bukit Selasih tersebut.
Air laut semakin surut sehingga daerah Kuantan makin terlihat daerah yang muncul kepermukaan, Kemudian berdiri pula kerajaan Koto Alang di Botung (Desa Sangau sekarang) dengan Raja Aur Kuning sebagai Rajanya. Penyebaran penduduk Kandis ini ke berbagai tempat yang telah timbul dari permukaan laut, sehingga berdiri juga Kerajaan Puti Pinang Masak/Pinang Merah di daerah Pantai (Lubuk Ramo sekarang). Kemudian juga berdiri Kerajaan Dang Tuanku di Singingi dan kerajaan Imbang Jayo di Koto Baru (Singingi Hilir sekarang).
Dengan berdirinya kerajaan-kerajaan baru, maka mulailah terjadi perebutan wilayah kekuasaan yang akhirnya timbul peperangan antar kerajaan. Kerajaan Koto Alang memerangi kerajaan Kancil Putih, setelah itu kerajaan Kandis memerangi kerajaan Koto Alang dan dikalahkan oleh Kandis. Kerajaan Koto Alang tidak mau diperintah oleh Kandis, sehingga Raja Aur Kuning pindah ke daerah Jambi, sedangkan Patih dan Temenggung pindah ke Merapi.
Kepindahan Raja Aur Kuning ke daerah Jambi menyebabkan Sungai yang mengalir di samping kerajaan Koto Alang diberi nama Sungai Salo, artinya Raja Bukak Selo (buka sila) karena kalah dalam peperangan. Sedangkan Patih dan Temenggung lari ke Gunung Marapi (Sumatra Barat) di mana keduanya mengukir sejarah Sumatra Barat, dengan berganti nama Patih menjadi Dt. Perpatih nan Sabatang dan Temenggung berganti nama menjadi Dt. Ketemenggungan.
Tidak lama kemudian, pembesar-pembesar kerajaan Kandis mati terbunuh diserang oleh Raja Sintong dari Cina belakang, dengan ekspedisinya dikenal dengan ekspedisi Sintong. Tempat berlabuhnya kapal Raja Sintong, dinamakan dengan Sintonga. Setelah mengalahkan Kandis, Raja Sintong beserta prajuritnya melanjutkan perjalanan ke Jambi. Setelah kalah perang pemuka kerajaan Kandis berkumpul di Bukit Bakar, kecemasan akan serangan musuh, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan Istana Dhamna dengan melakukan sumpah. Sejak itulah Istana Dhamna hilang, dan mereka memindahkan pusat kerajaan Kandis ke Dusun Tuo (Teluk Kuantan sekarang).
Rabu, 110123
Disadur ulang oleh,_______________
*Sultan Syofian Sutan Pangeran Mangku DiRaja*
Pemerhati Politik dan Sejarah Dunia