Solo (Benuanews) — Kotamadya Surakarta atau sering disebut sebagai Kota Solo memiliki 2 bacalon peserta pilkada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo telah menetapkan bacalon Gibran Rakabuming Raka duet dengan Teguh Prakosa (Gibran-Teguh) yang didukung oleh semua partai di Solo kecuali PKS.
Sementara sebagai penantangnya adalah bacalon Bagyo Wahono didampingi FX Suparjo (Bajo) yang maju melalui jalur independent dengan mengumpulkan suara pendukung 38.831 melebihi target dari persyaratan yang hanya 35.870.
Diketahui bahwa Gibran seorang pengusaha muda sekaligus anak presiden RI, sementara Teguh Prakosa ketua DPRD Kota Solo. Ketika kongkow (omong kosong) di beberapa warung kopi atau tempat dimana orang orang nongkrong, 2 bacalon walikota dan wakil walikota ini banyak menjadi perbincangan.
Gibran dianggap masih terlalu muda usia masih 33 tahun, Usia muda dianggap belum layak untuk menempati kursi Walikota, dalam tradisi jawa ada istilah tidak boleh kerbau nusu gudel, bisa dimaknai bahwa tidak boleh orang tua dikasih petuah orang muda.
Kalau soal kurangnya pengalaman dalam kepemimpinan formal sosial tidaklah masalah, yang sering dipertanyakan adalah apakah memiliki kebijaksanaan, namun rekam jejak dalam hubungan public masih dibilang bagus karena didampingi seorang mantan ketua DPRD.
Sementara bacalon pasangan Bagyo Wahono dan Suparjo (Bajo) dianggap oleh banyak masyarakat bahwa keduanya tidak memiliki rekam jejak yang jelas, bekerjanya sebagai penjahit, jabatan publiknya hanya sebagai ketua rukun warga (RW). Sementara calon wakilnya hanya bekerja tidak tetap. Bak semut menantang gajah. Tuduhan terhadap Gibran dianggap sebagai dynasty, sementara tuduhan terhadap Bajo hanya sebagai boneka.
Reporter Benuanews Jateng mencoba berkunjung ke sekretariat pasangan Bajo di Kalurahan Penumping Kecamatan Laweyan Solo untuk melakukan survey dengan bahan diskusi sekitar siapakah supporting-systemnya, bagaimana rancangan konsep rencana setrategisnya (renstra). Humas pemenangan bacalon Bajo, Endri Hendradi dan ketua team Sigit Prawoso menjelaskan bahwa bacalon Bajo maju dalam pilkada bukan sebagai boneka seperti anggapan banyak orang.
Alasan utamanya jauh sebelum Gibran maju, pasangan Bajo sudah mendeklarasikan diri pada awal 2019 untuk ikut pilkada. Argumen Endri Hendradi mematahkan tuduhan boneka karena Gibran memiliki rencana maju pada akhir 2019. Beliau juga menjelaskan bahwa supporting-system bacalon Bajo didukung oleh komunitas Tikus Pithi (tikus kecil-red). Tikus Pithi merupakan lembaga informal komunitas grass-root yang memiliki hubungan solidaritas pada tataran rakyat kecil yang memiliki kesamaan keinginan memperbaiki kota.
Endri Hendradi menjelaskan pula bahwa rencana strategis pasangan Bajo menyangkut grand-design tata kota, management strategic diantaranya managemen ASN, managemen anggaran APBD yang semakin akuntabel dan transparan dan penataan program yang dapat menyentuh masyarakat paling bawah. Beliau juga menjelaskan, tingkat kemenangan suara yang akan diraih tidak mimpi tinggi sekitar 55% diatas suara lawan. Harta kekayaan nol rupiah, hanya rumah untuk tempat tinggal. Makanan dan minuman operasional di sekretariat pemenangan bacalon Bajo dibantu oleh simpatisan dalam bentuk gula, teh, kopi, singkong, mie dan ala kadarnya.
Kontributor : Berry