Ekonomi Produsen Batik Bbelum Tumbuh Dengan Baik

WhatsApp-Image-2020-10-04-at-00.51.50.jpeg

Jawa Tengah (Benuanews.com) — Kota Solo merupakan kota produsen bahan pakaian batik. Pasar Klewer merupakan pusat penjualannya bahan batik, baik yang sudah jadi pakaian siap pakai maupun yang belum.  Sejak awal bulan Januari 2000 hingga sekarang para produsen batik banyak mengeluh karena jumlah dan omset pembeli menurun. Pasar Klewer merupakan icon wisata batik dan pusat penjualan mengalami sepi pembeli.

Pak Warno salah satu produsen kain batik di Kalurahan Laweyan yang biasanya omset pesanan rata rata pendapatan perbulan mencapai Rp. 150-300 juta, sekarang tidak lebih dari sekitar Rp. 20-40 juta perbulan pendapatan kotor. Sebagian karyawan sudah dirumahkan atau bergantian kerja. Menurutnya biaya produksi tidak sebanding dengan biaya pemasukan.Pak Warno biasanya melayani pesanan para pedagang eceran luar kota maupum pedagang di Pasar Klewer.

Kondisi yang sama dialami oleh Ibu Katijah yang memiliki toko di Pasar Klewer. Penghasilan bersih rata rata perbulan mencapai Rp. 30-75 juta mengalami penurunan drastis. Pegawai toko swalayan pakaian batik banyak yang dikurangi. Jumlah pemilik toko pakaian di Pasar Klewer mencapai 1000 orang. Beberapa diantaranya ditutup karena sepi pembeli. Ketika reporter bertanya apa penyebab toko tutup dan omset penjualan turun. Jawaban umum penyebabnya adalah pendemi covid. Para pelanggan dari luar kota juga tidak memesan dagangan sehingga penghasilan turun, imbuhnya.

Pak Sukasno, seorang pedagang pakaian eceran kaki lima di halaman Pasar Klewer juga mengeluh tentang keadaan pendapatan ekonominya. Beberapa diantara pedagang ada yang bangkrut dan jumlah hutang di bank banyak. Uang seperti tidak berputar kata Pak Sukasno. Apabila kondisi ini tidak kembali seperti semula, maka beliau dan kawan kawanya akan alih profesi untuk jualan makanan.

Para produsen batik dan pedagang mengharapkan peran pemerintah seperti bantuan pinjaman lunak tanpa bunga serta pemerintah daerah ikut membantu promosi seperti jaman pak walikota dulu. Terutama promosi ke luar negeri. Pemerintah memberikan bantuan UMKM tetapi untuk kebutuhan produksi pakaian batik dianggap kurang mencukupi. Menurut Pak Sukasno bantuan UMKM sebesar Rp. 2,4 juta hanya cukup untuk para pedagang makanan kecil. Sebagai alternative yang dikakukan Pak Sukasno adalah menurunkan harga penjualan. Untungnya kecil tidak apa asal modal produksi bisa kembali.

Kontributor :berry

scroll to top