Wamen ATR/Waka BPN Upayakan Percepat Proses Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan di Desa Bangli

f.jpg

Bali – Keberadaan masyarakat yang menguasai tanah di kawasan hutan masih menjadi problematik pemerintah yang harus diselesaikan, salah satunya di Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Desa seluas 118 hektare yang telah lama ditempati oleh masyarakat secara turun temurun sejak tahun 1932 ini, sebagian wilayahnya berada di kawasan hutan dan berbatasan langsung dengan hutan lindung.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, berkesempatan mengunjungi Desa Bangli pada Jumat (26/11/2021). Berdasarkan informasi yang didapat dari Kepala Desa Bangli, awal mula pada tahun 1932, lokasi tersebut merupakan lokasi kontrak perjanjian untuk perkebunan kopi. Namun, selama penguasaan tanah oleh masyarakat tahun ke tahun, terjadi alih fungsi lahan dari budidaya kopi menjadi lahan permukiman, pekarangan, fasilitas umum, dan tempat ibadah, serta terdapat budaya yang berkembang.

“Secara sosial dan ekonomi, sudah tidak layak kita bilang ini kawasan hutan karena sudah beralih fungsi sebagai tempat tinggal dan perkebunan. Tanah yang sudah mereka tempati selama turun temurun ini sudah menjadi satu-satunya sumber bagi penghidupan mereka. Maka dari itu, perlu untuk kami perjuangkan agar masyarakat di sini bisa mendapat kepastian hukum,” ujar Wamen ATR/Waka BPN.

Surya Tjandra menambahkan bahwa persoalan tanah di Indonesia memang rumit dikarenakan wilayahnya terbagi menjadi dua bagian, 1/3 merupakan Area Penggunaan Lain (APL) yang dikelola oleh Kementerian ATR/BPN, dan 2/3 merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Mereka punya aturannya sendiri sehingga perlu dibicarakan agar tidak muncul masalah di lapangan. Jadi untuk masyarakat, mulai saat ini berdoa dan mensyukuri ke depan, tanah ini segera dibebaskan dari kawasan hutan,” ungkapnya.

Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Ketut Mangku, yang hadir dalam kesempatan ini juga mengatakan bahwa meski sudah ditempati selama puluhan tahun, masyarakat yang terlibat kontrak perjanjian tahun 1932 tidak melakukan penambahan luas area wilayah yang mereka tempati. Mereka tidak mengambil lahan lagi dari wilayah hutan, tetapi malah dilindungi.

“Ini menjadi contoh keteladanan masyarakat ketika sudah ditetapkan kawasan hutan untuk dilindungi. Kami mendukung mengajukan kepada KLHK agar melepaskan kawasan hutan ini untuk masyarakat, tentunya ini akan membutuhkan proses yang panjang dan kita akan percepat mulai tahun depan,” tegasnya.

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan, Haryanto, mengatakan bahwa karena penggunaan dan pemanfaatan tanahnya jelas, sudah dilakukan pengukuran di Desa Bangli. “Dengan begitu, diharapkan hak-hak masyarakat bisa terpenuhi sehingga masyarakat bisa memiliki kepastian hukum atas tanah yang mereka tinggali,” ungkapnya.

Wayan Minten, petani sayur mayur yang sudah lama tinggal di Desa Bangli mengatakan bahwa tanah yang mereka tempati merupakan satu-satunya sumber penghidupan mereka. “Besar harapan kami agar pemerintah dapat memberikan kepastian hukum untuk tanah ini. Kami pun dapat memberikan kewajiban kepada negara sebagai masyarakat yang baik,” ungkapnya.

scroll to top