Payakumbuh – Wali Kota Riza Falepi Dt. Rajo Kaampek Suku menyampaikan dirinya sangat memahami dan mengapresiasi banyaknya aspirasi-aspirasi inovatif dari tokoh Luak Limopuluah terkait pemanfaatan eks kantor Bupati yang berada di pusat Kota Payakumbuh kedepan.
Kepada media, Senin (5/4) pagi, Riza mengingatkan juga agar persoalan eks kantor bupati ini dilihat dengan realistis.
“Saya mendengar keinginan orang-orang Luak Limopuluah. Mulai dari yang ekstrim, menolak, bahkan ada yang mau ikut andil memberikan perubahan positif terkait aset eks kantor Bupati tersebut,” ujar Riza.
Namun, walaupun banyak pendapat, Riza menyebut keputusan tetap berada di tangan Bupati, karena persoalan aset itu berada di internal pemerintahan Kabupaten Limapuluh Kota, sehingga tidak memerlukan terlalu banyak persyaratan.
“Aspirasi yang realistis adalah yang sesuai aturan. Ada yang menyampaikan aset itu menjadi milik bersama, ini jauh lebih rumit karena akan berhadapan dengan terkait tata kelola dan tata pemerintahan, karena menyangkut adanya konsekuensi keuangan dan aset, berpotensi melanggar hukum,” kata Riza.
“Banyak tokoh berbicara lokasi kawasan eks kantor bupati digunakan untuk membuat ini itu, tetapi secara tata ruang, saat ini kawasan itu hanya diperuntukkan sebagai kawasan terbuka hijau, bukan yang lain. Bisa ditukar statusnya, tapi prosesnya panjang, bisa 4 sampai 5 tahun, itu harus sampai ke Jakarta dan melibatkan 7 kementerian dalam perubahannya. Setelah diubah di jakarta dan provinsi, maka harus diperdakan kembali dan dikonsultasikan lagi ke provinsi dan Jakarta,” terang Riza.
Oleh karena itu, kata Riza, pihak Pemko Payakumbuh tidak terlalu mau mengambil inisiatif untuk perubahan aset.
Riza menyarankan agar DPRD Payakumbuh merubah judul panitia khusus (pansus) menjadi pansus Ibukota Payakumbuh. Dimana didalamnya sudah include mengkaji aset kawasan eks kantor bupati.
“Itu lebih elegan dan sedikit resistensi pihak kabupaten dalam pembahasan selanjutnya, dan tidak ada yang kehilangan muka,” kata Riza.
Menurut Riza lagi, cara terbaik tidak dengan cara dibangun bersama atau ruslah. Menurutnya, akan lebih elok dicari cara yang lebih mudah, misalnya saling hibah bersyarat dan dikerjasamakan.
“Walaupun pada akhirnya yang membangun adalah pihak pemko supaya mudah dalam penganggaran. Ketika selesai pembangunan, pengelolaan kawasan baru dilibatkan lagi pihak pemkab sehingga terasa ada tanda ini adalah milik orang Luak Limopuluah,” ungkapnya.
“Kalau seandainya dibuat rumit, pihak pemko tentu juga keberatan merespon aspirasi ini, yang pada akhirnya tidak ada titik temu dan mengambang. Kita melihat keinginan besar dari masyarakat, untuk itu kita tentu mau asalkan Bupati mau,” pungkas Riza.(yuni )