JAMBI.(Benuanews.com)-Transisi kepemimpinan merupakan fenomena alamiah dalam sistem politik yang demokratis, termasuk di Indonesia. Pergantian kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah sering kali membawa dinamika baru dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan.
Pada perayaan HUT Kabupaten Sarolangun ke-25, mengusung tema “Transisi Kepemimpinan Nasional dan Daerah Menuju Indonesia Maju” menjadi relevan guna membahas bagaimana pergantian kepemimpinan di kedua level ini dapat mempengaruhi pembangunan daerah dalam kerangka nasional.
Dalam kajian akademis, kepemimpinan politik sangat berpengaruh pada keberlanjutan pembangunan. Teori kepemimpinan situasional yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1969) menyatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin bergantung pada kemampuan untuk menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan kondisi yang dihadapi. Dalam konteks transisi kepemimpinan, baik di tingkat nasional maupun daerah, kemampuan adaptasi terhadap dinamika politik dan kebijakan menjadi krusial.
Lalu, Menurut Burns (1978), kepemimpinan transformasional adalah jenis kepemimpinan yang mampu membawa perubahan signifikan dalam organisasi atau komunitas melalui visi yang kuat dan karisma pemimpin. Dalam konteks transisi kepemimpinan nasional dan daerah, teori ini relevan karena pergantian pemimpin sering kali membawa perubahan arah kebijakan. Pemimpin baru harus mampu merumuskan visi yang mampu merangkul seluruh elemen masyarakat dan pemerintahan, serta menciptakan inovasi dalam mengelola sumber daya.
Selain itu, teori kepemimpinan kontingensi yang dikemukakan oleh Fiedler (1967) menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan situasi yang dihadapi. Dalam konteks Kabupaten Sarolangun, Dr. Bachri, S.STP., M.Si., selaku PJ Bupati Sarolangun, harus mampu menyesuaikan kebijakan lokal dengan arah kebijakan nasional yang akan dipengaruhi oleh pemimpin baru di tingkat pusat. Kesesuaian ini penting untuk menjaga sinergi antara program-program nasional dan kebutuhan lokal yang spesifik.
Transisi kepemimpinan, baik di tingkat nasional maupun daerah, sering kali dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Salah satu tantangan utama adalah kesinambungan kebijakan. Pergantian pemimpin bisa berpotensi membawa perubahan dalam prioritas pembangunan, yang dapat berdampak pada kelanjutan program-program sebelumnya. Menurut teori kepemimpinan kebijakan publik (public leadership) oleh Kouzes dan Posner (2007), pemimpin yang efektif harus mampu membangun kepercayaan masyarakat dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini penting dalam konteks transisi agar masyarakat tetap merasa terlibat dalam proses pembangunan.
Di Kabupaten Sarolangun, transisi kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah harus dikelola dengan hati-hati agar tidak mengganggu stabilitas pembangunan. Salah satu pendekatan yang dapat diadopsi adalah model kepemimpinan kolaboratif, di mana PJ Bupati Dr. Bachri, S.STP., M.Si., bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Menurut teori jaringan kepemimpinan (network leadership) oleh O’Toole (2003), kolaborasi antara berbagai aktor dapat meningkatkan efektivitas kebijakan publik, terutama dalam menghadapi kompleksitas transisi kepemimpinan.
Pengaruh Kebijakan Nasional terhadap Daerah
Dalam konteks otonomi daerah, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi faktor penting dalam keberhasilan pembangunan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan ruang yang luas bagi daerah untuk mengelola urusannya sendiri, namun tetap dalam koridor kebijakan nasional. Oleh karena itu, transisi kepemimpinan nasional akan sangat berpengaruh terhadap arah pembangunan daerah, termasuk Kabupaten Sarolangun.
Kebijakan nasional yang diusung oleh pemimpin baru, terutama di bidang ekonomi, infrastruktur, dan pendidikan, akan memberikan dampak langsung terhadap daerah. Misalnya, pembangunan infrastruktur skala nasional yang terhubung dengan daerah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, tantangan muncul ketika kebijakan nasional tidak sepenuhnya selaras dengan kebutuhan atau kondisi lokal. Pemimpin daerah dituntut untuk mampu beradaptasi dan mengimplementasikan kebijakan nasional sesuai dengan konteks lokal. Dalam hal ini, teori adaptasi kebijakan oleh Sabatier dan Jenkins-Smith (1993) menekankan pentingnya proses adaptasi dan interpretasi kebijakan oleh aktor-aktor lokal agar kebijakan nasional dapat berjalan efektif di daerah.
Pemilihan Kepala Daerah Sarolangun dan Sinergitas Pembangunan
Pemilihan kepala daerah definitif di Kabupaten Sarolangun pada Pilkada serentak mendatang menjadi momen penting bagi masa depan pembangunan daerah. Pemimpin definitif yang akan terpilih diharapkan mampu melanjutkan kesinambungan kebijakan yang telah dirancang dan diimplementasikan selama masa kepemimpinan PJ Bupati Dr. Bachri, S.STP., M.Si., Tentu yang sudah baik dilanjutkan dan yang belum disempurnakan, serta menyesuaikan program-program lokal dengan strategi pembangunan nasional. Sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan untuk memperkuat efektivitas pembangunan.
Sebagai bagian dari program strategis nasional, salah satu kebijakan yang perlu diperhatikan oleh pemimpin baru adalah program Makan Siang Gratis untuk anak-anak sekolah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak, mencegah kelaparan di sekolah, serta mendukung pendidikan yang berkualitas melalui intervensi gizi. Implementasi program ini di Sarolangun dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut.
Pemimpin daerah definitif yang terpilih harus mampu menyesuaikan pelaksanaan program ini dengan kebutuhan lokal, seperti mengintegrasikan kearifan lokal dalam menu makanan dan bekerja sama dengan petani lokal untuk memastikan pasokan bahan makanan yang berkualitas. Selain itu, program ini dapat berkontribusi pada pengembangan sektor pertanian lokal, dengan meningkatkan permintaan terhadap produk-produk pangan yang dihasilkan oleh petani setempat. Dalam konteks ini, teori mutual gains oleh Susskind (1999) menjadi relevan, yang menekankan pentingnya menciptakan kesepakatan di mana semua pihak mendapatkan manfaat, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Agenda Pembangunan Sarolangun Menuju Indonesia Maju
Sebagai bagian dari Indonesia yang sedang bertransformasi menuju visi “Indonesia Maju,” Kabupaten Sarolangun harus mampu merespon dinamika transisi kepemimpinan dengan mengusung agenda pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan menjadi agenda penting bagi daerah dalam mewujudkan visi tersebut. Hal ini sejalan dengan teori pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dikemukakan oleh Brundtland Commission (1987), yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam konteks ini, PJ Bupati Dr. Bachri, S.STP., M.Si., harus mampu menyelaraskan program-program pembangunan daerah dengan visi pembangunan nasional. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pendidikan dan pelatihan menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas SDM di Sarolangun, sejalan dengan kebijakan nasional yang menempatkan SDM sebagai prioritas utama pembangunan. Dalam teori pembangunan manusia oleh Amartya Sen (1999), kualitas SDM yang tinggi adalah faktor utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Catatan untuk Sarolangun ke Depan
Dalam menghadapi transisi kepemimpinan nasional dan daerah, Kabupaten Sarolangun harus fokus pada beberapa agenda strategis. Pertama, PJ Bupati Dr. Bachri, S.STP., M.Si., harus memperkuat kapasitas birokrasi untuk mengelola perubahan kebijakan yang mungkin terjadi. Menurut teori kapasitas institusi oleh Grindle (1997), birokrasi yang efektif adalah kunci dalam implementasi kebijakan yang berhasil. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi aparatur pemerintah daerah menjadi prioritas penting.
Kedua, Sarolangun harus memperkuat daya saing ekonominya melalui diversifikasi ekonomi lokal. Ketergantungan pada sektor pertanian dan sumber daya alam harus diimbangi dengan pengembangan sektor-sektor lain yang berpotensi, seperti industri kreatif dan pariwisata. Teori pembangunan ekonomi lokal oleh Stimson et al. (2006) menyarankan bahwa diversifikasi ekonomi akan meningkatkan ketahanan ekonomi daerah dalam menghadapi perubahan kebijakan atau kondisi eksternal.
Ketiga, pemimpin definitif yang terpilih dalam Pilkada serentak nanti perlu merancang program-program yang berkelanjutan dan bersinergi dengan kebijakan nasional. Mereka harus mengutamakan kesinambungan pembangunan serta memperkuat kerja sama dengan pemerintah pusat agar kebijakan daerah dapat berkontribusi pada pencapaian target-target pembangunan nasional. Menjaga sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pembangunan infrastruktur, SDM, dan sektor ekonomi akan menjadi kunci bagi kemajuan Kabupaten Sarolangun di masa mendatang.
Keempat, partisipasi masyarakat harus ditingkatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemimpin definitif yang terpilih dalam Pilkada serentak harus mendorong partisipasi aktif dari masyarakat, termasuk kaum muda, organisasi masyarakat, dan sektor swasta. Dengan pendekatan partisipatif, setiap kebijakan dan program pembangunan yang dijalankan akan memiliki legitimasi yang lebih kuat, serta mampu mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Sarolangun secara lebih akurat.
Pendekatan ini sejalan dengan teori partisipasi publik yang dikemukakan oleh Arnstein (1969) dalam Ladder of Participation, di mana partisipasi yang efektif tidak hanya memberikan suara kepada masyarakat, tetapi juga memungkinkan mereka untuk berkontribusi secara langsung dalam perumusan dan implementasi kebijakan. Pemimpin daerah yang terpilih nantinya harus mampu membuka ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat, sehingga dapat tercipta sinergi yang kuat dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Kesimpulan akhir, Perayaan HUT Kabupaten Sarolangun ke-25 dengan tema “Transisi Kepemimpinan Nasional dan Daerah Menuju Indonesia Maju” bukan hanya momentum perayaan, tetapi juga refleksi terhadap tantangan dan peluang yang akan dihadapi Sarolangun di masa depan. Pemimpin definitif yang terpilih dalam Pilkada serentak nanti diharapkan dapat melanjutkan dan memperkuat program-program pembangunan yang telah dirintis oleh PJ Bupati Dr. Bachri, S.STP., M.Si., dengan tetap memperhatikan sinergitas antara kebijakan lokal dan nasional.
Melalui sinergitas yang kuat antara daerah dan pusat, serta dengan mengintegrasikan program strategis nasional seperti Makan Siang Gratis dan upaya diversifikasi ekonomi lokal, Sarolangun dapat terus bergerak maju menuju pembangunan yang berkelanjutan. Dengan kepemimpinan yang adaptif, kolaboratif, dan inklusif, Sarolangun diharapkan mampu menjadi bagian integral dari visi “Indonesia Maju” yang berfokus pada pengembangan SDM dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai penutup, di tengah semangat dan harapan yang terus membara, Kabupaten Sarolangun berdiri di persimpangan masa depan yang cerah. Dalam usia ke-25 ini, kita bersama berharap bahwa setiap langkah yang diambil adalah langkah menuju kesejahteraan dan kemajuan yang berkelanjutan. Di bawah naungan kepemimpinan yang bijak, baik dari PJ Bupati Dr. Bachri, S.STP., M.Si., hingga pemimpin definitif yang akan datang, Sarolangun akan terus tumbuh dan berkembang, menjawab setiap tantangan zaman dengan sinergi, kerja sama, dan komitmen untuk mencapai cita-cita Indonesia Maju.
Selamat Ulang Tahun ke-25, Kabupaten Sarolangun! Semoga setiap tahun yang berlalu adalah tonggak baru untuk melompat lebih tinggi, menggapai harapan, dan mewujudkan masa depan yang gemilang.
Penulis: Rizky Firnanda,S.Pd (Mahasiswa Pascasarjana IAIPM UII Yogyakarta)
Editor:Habibi