Proyek Rehabilitasi Dam Boreng Senilai Rp 10,7 Miliar Disorot, Petani Keluhkan Irigasi Tak Merata

IMG-20250414-WA0156.jpg

Lumajang,Benua News.com-Proyek pembangunan Dam Boreng yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun 2024 senilai Rp 10.761.469.601 kini menjadi sorotan. Proyek ini dilaksanakan oleh CV Raelina Dwikania Jaya dengan konsultan pengawas CV Karya Gemilang, berdasarkan kontrak nomor 000.3.3/172020/104.4/2024.

Meskipun proyek rehabilitasi ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur pada Kamis, 6 Maret 2025, sejumlah petani mengaku kecewa karena dam tersebut belum memberikan manfaat maksimal. Air irigasi yang seharusnya mengaliri lahan pertanian di Kelurahan Jogoyudan, Desa Boreng, dan Desa Blukon, Kecamatan Lumajang, dinilai tidak mengalir secara merata.

Ketua jaring aspirasi petani dari dua desa dan satu kelurahan, Ali, mengungkapkan bahwa meskipun proyek telah dinyatakan selesai dan debit air cukup besar, hanya sebagian kecil lahan yang benar-benar teraliri air.

“Air dari Dam Boreng hanya mengalir ke sebagian kecil sawah di wilayah Blukon, kira-kira hanya 3 hektar saja. Di Desa Boreng, hanya sekitar 5 sampai 7 hektar yang terairi. Selebihnya, petani masih harus menggunakan pompa air sendiri dengan biaya yang tidak sedikit. Untuk satu hektar lahan per musim, biaya pompa air bisa mencapai sekitar Rp 7 juta,” jelas Ali.

Ali juga mengungkapkan bahwa dirinya pernah mendatangi kantor Dinas PU untuk melihat rencana teknis pembangunan Dam Boreng. Namun, permintaannya untuk melihat gambar rencana pembangunan ditolak.

“Saat itu Pak Joko Kemin dari Dinas PU mengatakan akan mengumpulkan para petani terlebih dahulu sebelum pembangunan dimulai. Tapi kenyataannya, sampai dam diresmikan, kami para petani tidak pernah diajak berkoordinasi,” ujar Ali.

Ali juga sempat mengingatkan bahwa tanpa melibatkan petani, pembangunan dam bisa berisiko tidak tepat sasaran. “Kalau petani tidak dilibatkan, nanti mereka tidak tahu, bisa-bisa dam jebol lagi atau hasilnya tidak maksimal,” katanya menirukan ucapannya kala itu. Namun hingga kini, harapan tersebut belum terwujud.

Kondisi ini membuat para petani di Boreng dan Blukon merasa kecewa. Mereka berharap ada solusi nyata agar dam yang dibangun dengan dana miliaran rupiah tersebut benar-benar berfungsi sesuai tujuan awalnya.

Menurut Ali, sempat ada inisiatif swadaya dari Kepala Desa Blukon untuk mengeruk aliran sungai menuju desa mereka dengan menyewa alat berat, dengan biaya Rp 120.000 per hektar. Namun, rencana tersebut ditolak para petani karena tidak ada jaminan bahwa pengerukan itu akan menjamin aliran air yang lebih baik.

Lebih memprihatinkan lagi, banyak petani mulai mengalihkan fungsi lahannya dari sawah menjadi lahan sewa untuk tanaman tebu. Hal ini dilakukan karena kekecewaan atas tidak tersedianya air. Akibatnya, nilai sewa lahan pun terus menurun karena minimnya ketersediaan air.

Ali berharap pemerintah daerah segera turun tangan untuk mencari solusi konkret. Salah satu usulan yang disampaikan adalah membangun pintu air tambahan di sisi timur agar distribusi air lebih merata.

“Pemerintah daerah harus serius. Jangan sampai Dam Boreng yang sudah dibangun dengan anggaran besar hanya berakhir menjadi tempat memancing ikan,” pungkasnya.

(Star)

Redaksi

Redaksi

Satu Pelurumu Hanya Tembus Satu Kepala Manusia...Tetapi Satu Tulisan Seorang Jurnalis Bisa Tembus Jutaan Manusia (082331149898)

scroll to top