Praktisi Hukum Putra Pratama Menduga Ada Susulan Ladang Korupsi di Kabupaten Pemalang, Salah Satunya Oknum Kabid (Dindikbud) Pemalang

https://Benuanews.com-PEMALANG – Paska atas terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) kolektif di lingkungan Pemkab Pemalang oleh (KPK) saat itu hari Kamis sore atau jelang malam Jum’at Kliwon 11 Agustus 2022 lalu hingga sampai sekarang belum juga reda.

Namun akhir-akhir ini di gegerkan kembali di media sosial (medsos) tentang di dunia pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh inisial KD selaku (Kabid Sapras) Kabupaten Pemalang yang diduga jual proyek dan komitment fee bervariasi juga harus bayar di muka serta ada yang dikorbankan uang senilai Rp.40 juta hanya diberikan (SPK) yang diduga bodong alias aspal.

Perihal tersebut sebelum nya sudah diberitakan sejak (09/04/2023) dengan judul di edisi pertama”Korban Akan Lapor Atas Dugaan (SPK) Palsu Yang Dilakukan oleh Oknum Kabid (Dindikbud) Kabupaten Pemalang. Dan edisi yang kedua siang tadi terbit (21/06/2023) dengan judul “Plt Bupati Pemalang Geram Terhadap Salah Satu Oknum Kabid (Dindikbud) Kabupaten Pemalang.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Menurut Imam Subiyanto, SH.MH selaku Praktisi Hukum dari Putra Prama mengatakan kepada tim awak media.

” Bahwa Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” Jelas Imam Subiyanto.

Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja. Namum juga yang lebih penting adalah membangun mental orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri, Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas, mustahil pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal.

Pungli (pemerasan) adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri, atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” Jelas Imam Subiyanto.

Tindak pidana ini harus diwaspadai oleh aparatur sipil negara, karena ancaman hukumannya cukup berat. Tidak sedikit, pejabat atau pegawai pemerintahan yang belum memahami dengan baik definisi pungli di lapangan seharusnya pegawai pemerintahan mengurangi aktivitas pertemuan dalam pelayanan publik, yang dinilai dapat menjadi cara meminimalkan terjadinya gratifikasi,”ucapnya.

Oleh karena itu di era digitalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah mendesak untuk diterapkan, segala macam transaksi pembayaran bisa dilakukan secara online, Hal inilah yang dapat meminimalisir interaksi antara petugas pelayanan dengan masyarakat yang dilayani sehingga terjaga proses dan prosedur pelayanan yang baik dan benar.

Pasalnya, pungli berpotensi terjadi pada kegiatan yang melibatkan pegawai pemerintahan dalam proses pelayanan dan pemahaman yang memadai mengenai pemberian tidak resmi tersebut, dinilai dapat mengantisipasi kebiasaan menerima yang biasa terjadi antara pelayan publik dan masyarakat,”terang Imam Subiyanto.

Berdasarkan Paraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menimbang bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan pungutan liar perlu dibentuk unit sapu bersih pungutan liar.

Dengan dibentuknya satgas saber pungli maka diharapkan :

  1. Pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efesien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana, yang berada di lingkungan pemerintah daerah.
    2.Terbangunnya perubahan mindset aparatur negara dalam pelayanan dengan prinsip zero pungli namun tetap mengutamakan pelayanan prima.
  2. Terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran mayarakat menolak segala bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku.

Tugas Tim Sabar Pungli antara lain merumuskan rencana aksi dalam mencegah (preventif), melakukan penindakan dan meningkatkan pemahaman aparatur sehingga tercipta budaya anti pungutan liar di instansi pemerintahan dan pelayanan publik.

Sosialisasi perlu dilaksanakan tidak hanya kepada aparatur, tetapi juga kepada masyarakat, sehingga aparatur dan masyarakat betul-betul mengerti dan memahami aturan dengan jelas, serta harus ada penanaman kejujuran dan integritas yang tinggi sebagai salah satu komitmen aparatur atau pegawai pemerintahan.

Sesuai peraturan aparatur dalam proses pelayanan publik tidak meminta atau menerima pemberian dalam bentuk apapun, jangan sampai aparatur membiarkan budaya memberi dan menerima disalahartikan, sehingga berpotensi menjadi tindakan menyimpang.

Sangsi tentang bagi para pelaku-pelaku pungli.

  1. Pemberi suap
    Pidana 5 Tahun
    Denda 15 Juta
    (Pasal 2 UU No. 11 Tahun 1980)
  2. Penerima suap
    Pidana 3 Tahun
    Denda 15 Juta
    (Pasal 3 uu No.11 1980).
  3. Pemerasan
    Pidana 9 Tahun
    (Pasal 368 KUHP)
  4. Memberi suap/menjanjikan hadiah kepada (ASN) atau penyelenggara negara.

Pidana Min. 1 Tahun Max. 5 Tahun
Denda Min. 50 Juta Max. 250 Juta
(Pasal 5 Ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001)

  1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan pemerasan.

Pidana Min. 1 Tahun Max. 20 Tahun
Denda 1 Milyar
(Pasal 12E UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001)

  1. Pegawai negeri atau penyelenggata negara menerima gratifikasi

Pidana Min. 1 Tahun Max. 5 Tahun
Denda Min. 200 Juta Max.1 Milyar
(Pasal 12B UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001)

  1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji untuk berbuat sesuatu,
    Pidana Min. 4 Tahun Max. 20 Tahun
    Denda Min. 200 Jta Max. 1 Milyar
    (Pasal 12A , 12B UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001), terangnya.(Adn/Surya CMI)

PEMALANG – Paska atas terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) kolektif di lingkungan Pemkab Pemalang oleh (KPK) saat itu hari Kamis sore atau jelang malam Jum’at Kliwon 11 Agustus 2022 lalu hingga sampai sekarang belum juga reda.

Namun akhir-akhir ini di gegerkan kembali di media sosial (medsos) tentang di dunia pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh inisial KD selaku (Kabid Sapras) Kabupaten Pemalang yang diduga jual proyek dan komitment fee bervariasi juga harus bayar di muka serta ada yang dikorbankan uang senilai Rp.40 juta hanya diberikan (SPK) yang diduga bodong alias aspal.

Perihal tersebut sebelum nya sudah diberitakan sejak (09/04/2023) dengan judul di edisi pertama”Korban Akan Lapor Atas Dugaan (SPK) Palsu Yang Dilakukan oleh Oknum Kabid (Dindikbud) Kabupaten Pemalang. Dan edisi yang kedua siang tadi terbit (21/06/2023) dengan judul “Plt Bupati Pemalang Geram Terhadap Salah Satu Oknum Kabid (Dindikbud) Kabupaten Pemalang.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Menurut Imam Subiyanto, SH.MH selaku Praktisi Hukum dari Putra Prama mengatakan kepada tim awak media.

” Bahwa Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” Jelas Imam Subiyanto.

Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja. Namum juga yang lebih penting adalah membangun mental orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri, Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas, mustahil pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal.

Pungli (pemerasan) adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri, atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” Jelas Imam Subiyanto.

Tindak pidana ini harus diwaspadai oleh aparatur sipil negara, karena ancaman hukumannya cukup berat. Tidak sedikit, pejabat atau pegawai pemerintahan yang belum memahami dengan baik definisi pungli di lapangan seharusnya pegawai pemerintahan mengurangi aktivitas pertemuan dalam pelayanan publik, yang dinilai dapat menjadi cara meminimalkan terjadinya gratifikasi,”ucapnya.

Oleh karena itu di era digitalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah mendesak untuk diterapkan, segala macam transaksi pembayaran bisa dilakukan secara online, Hal inilah yang dapat meminimalisir interaksi antara petugas pelayanan dengan masyarakat yang dilayani sehingga terjaga proses dan prosedur pelayanan yang baik dan benar.

Pasalnya, pungli berpotensi terjadi pada kegiatan yang melibatkan pegawai pemerintahan dalam proses pelayanan dan pemahaman yang memadai mengenai pemberian tidak resmi tersebut, dinilai dapat mengantisipasi kebiasaan menerima yang biasa terjadi antara pelayan publik dan masyarakat,”terang Imam Subiyanto.

Berdasarkan Paraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menimbang bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan pungutan liar perlu dibentuk unit sapu bersih pungutan liar.

Dengan dibentuknya satgas saber pungli maka diharapkan :

  1. Pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efesien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana, yang berada di lingkungan pemerintah daerah.
    2.Terbangunnya perubahan mindset aparatur negara dalam pelayanan dengan prinsip zero pungli namun tetap mengutamakan pelayanan prima.
  2. Terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran mayarakat menolak segala bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku.

Tugas Tim Sabar Pungli antara lain merumuskan rencana aksi dalam mencegah (preventif), melakukan penindakan dan meningkatkan pemahaman aparatur sehingga tercipta budaya anti pungutan liar di instansi pemerintahan dan pelayanan publik.

Sosialisasi perlu dilaksanakan tidak hanya kepada aparatur, tetapi juga kepada masyarakat, sehingga aparatur dan masyarakat betul-betul mengerti dan memahami aturan dengan jelas, serta harus ada penanaman kejujuran dan integritas yang tinggi sebagai salah satu komitmen aparatur atau pegawai pemerintahan.

Sesuai peraturan aparatur dalam proses pelayanan publik tidak meminta atau menerima pemberian dalam bentuk apapun, jangan sampai aparatur membiarkan budaya memberi dan menerima disalahartikan, sehingga berpotensi menjadi tindakan menyimpang.

Sangsi tentang bagi para pelaku-pelaku pungli.

  1. Pemberi suap
    Pidana 5 Tahun
    Denda 15 Juta
    (Pasal 2 UU No. 11 Tahun 1980)
  2. Penerima suap
    Pidana 3 Tahun
    Denda 15 Juta
    (Pasal 3 uu No.11 1980).
  3. Pemerasan
    Pidana 9 Tahun
    (Pasal 368 KUHP)
  4. Memberi suap/menjanjikan hadiah kepada (ASN) atau penyelenggara negara.

Pidana Min. 1 Tahun Max. 5 Tahun
Denda Min. 50 Juta Max. 250 Juta
(Pasal 5 Ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001)

  1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan pemerasan.

Pidana Min. 1 Tahun Max. 20 Tahun
Denda 1 Milyar
(Pasal 12E UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001)

  1. Pegawai negeri atau penyelenggata negara menerima gratifikasi

Pidana Min. 1 Tahun Max. 5 Tahun
Denda Min. 200 Juta Max.1 Milyar
(Pasal 12B UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001)

  1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji untuk berbuat sesuatu,
    Pidana Min. 4 Tahun Max. 20 Tahun
    Denda Min. 200 Jta Max. 1 Milyar
    (Pasal 12A , 12B UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001), terangnya.(Adn/Surya CMI)
scroll to top