Penangkapan Pengambil Kayu Sonokeling di Woko Disorot

IMG-20210313-WA0095.jpg

DOMPU (benuanews.com) – Kuasa Hukum warga Transmigrasi Woko, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Yudi Dwi Yudhayana, SH angkat bicara terkait maraknya penangkapan Sonokeling yang diduga berasal dari wilayah setempat.

“Kami menduga ada keterlibatan pihak dinas lingkungan hidup dan kehutanan NTB dalam aksi penangkapan ini,” ungkap Yudha.

“Terkesan Dinas LHK sengaja memprofokasi pihak lain untuk mengambil kayu jenis sonokeling dan melakukan penangkapan agar mereka (LHK, red) bisa menyidangkan pelaku pengangkut kayu ke pengadilan,” katanya.

Hal ini dimaksud kata dia, supaya putusan itu akan dijadikan bukti. Benar wilayah Woko adalah kawasan. “Kami menduga ada permainan dalam masalah ini,” duganya.

Yudha menambahkan, hari ini saja tidak sedikit masyarakat dari wilayah lain yang mengganggu/masuk ke wilayah obyek seangketa, dengan cara membawa sensor (alat potong kayu). Alasan mencari kayu bakar.

“Anggota KPH disana ada kok, malah anggota KPH melegitimasi pengambilan kayu jenis sonokeling di dalam obyek sengketa dengan dalil masyarakat mengambil kayu bakar untuk hajatan. Padahal jelas dalam undang undang 41 mengisyaratkan hal itu tidak di perbolehkan, lalu mengapa pihak KPH Topaso melegitimasinya,” kata Yudha sembari bertanya.

Disisi lain tambah Yudha, kalau LHK NTB memiliki niat baik sepatutnya pihak LHK NTB mengamankan masyarakat yang masuk ke obyek sengketa ke kantor LHK atau ke kantor KPH. “Inikan sengaja dibiarkan biar LHK punya dalil kalau obyek sengketa adalah wilayah kawasan hutan, ” duganya.

Sementara itu, pihak LHK NTB melalui Kepala KPH Topaso, Teguh Gatot Yuwono, S.Hut, M.Eng yang dikonfirmasi media ini menjelaskan, kawasan hutan woko statusnya masih kawasan hutan negara walaupun terdapat sengketa tapi statusnya masih kawasan hutan.

“Ada memang laporan bahwa sekelompok masyarakat sedang mengambil kayu bakar, sehingga Kepala Resort Pajo 2 dan Pamhut segera menuju lokasi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan serta melakukan tindakan persuasif untuk segera menghentikan kegiatan tersebut,” katanya.

Lanjutnya, kayu bakar tersebut bukan menebang pohon berdiri melainkan memanfaatkan pohon yang sudah rebah dan ranting-rantingnya untuk kegiatan adat pernikahan. “Dengan kehadiran petugas sekelompok masyarakat itu diberikan pemahaman dan akhirnya kembali pulang,” terangnya.

Dia menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan upaya memprovokasi atau membuat opini-opini. “Kami hanya menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku,” pungkasnya. (imran malingi )

scroll to top