Surabaya, https://benuanews.com –Seorang polisi dan keluarganya di Surabaya, Jawa Timur akan diusir dari rumahnya oleh Pengadilan Negeri Surabaya meski mengaku telah mengantongi sertipikat kepemilikan secara resmi.
Adalah Ni Putu Lucke Savitri Maharani, polisi perempuan yang berdinas di Surabaya, Jawa Timur. Dia dibuat kaget dengan datangnya surat dari Pengadilan Negeri Surabaya.
Surat itu berisi tentang pengusiran ia dan keluarganya dari rumah yang dimilikinya sejak 7 tahun lalu, Rabu besok (24/82022).
Ni Putu adalah warga Sidosermo PDK V-A kavling 377, Surabaya. Tanah dan rumah yang ia tempati itu memiliki sertipikat hak milik (SHM) dengan nomor 1272.
Pada 11 Agustus lalu, ia mendapatkan surat dari Pengadilan Negeri Surabaya yang berisi pemberitahuan eksekusi pengosongan rumah yang sudah dimilikinya secara sah.
I Made Sukartha, ayah dari Ni Putu bercerita, rumah itu awalnya dibeli dari Fathurrozid 2015 lalu. Saat itu, transaksi jual beli dilakukan di depan notaris. Sebab sertifikat tanah berada dalam penguasaan notaris.
“Karena saat itu sertifikat dalam penguasaan notaris dan transaksi jual beli dilakukan dihadapan notaris,” katanya, pada Selasa (23/8/2022).
Tanpa ia ketahui ceritanya, tiba-tiba saja mendapat surat pemberitahuan eksekusi dari Pengadilan Negeri Surabaya. Padahal, selama ini dirinya ataupun anaknya tidak pernah menjadi para pihak dalam proses sengketa.
Dalam perkara tersebut, ia menyebut pihak penggugat diketahui bernama Feryana Juliani. Sedangkan pihak tergugat 1 bernama Fandriyani atau Nie Lien dan tergugat 2 bernama Adi Wijaya.
“Dalam perkara ini, anak saya bukan bagian dari para pihak. Sertifikat awal atas nama Fathurrosid. Setelah terjadi jual beli, sertifikat pun balik nama,” ujarnya.
Lantaran ada perintah pengosongan, ia pun mengaku kaget. Sebab, pihaknya tidak pernah mengetahui adanya proses gugatan tersebut.
Apalagi, dalam amar putusan perkara itu, tergugat 1 dan tergugat dua yang diminta untuk mengosongkan obyek sengketa. Sementara, rumah yang dianggap sebagai obyek bukanlah milik keduanya.
“Sebelumnya tidak pernah ada gugatan (yang ditujukan pada pihaknya) ya. Tiba-tiba saja ada surat perintah pengosongan. Kalau amar putusannya berbunyi tergugat 1 dan dua diminta mengosongkan, maka itu salah. Sebab, rumah itu sudah bukan milik mereka,” katanya.
Selain itu, ia juga menyebut adanya salah alamat dalam surat perintah pengosongan tersebut. Jika dalam surat pengosongan tertera alamat Sidosermo PDK B no 377, maka alamat rumahnya adalah Sidosermo PDK V-A kavling 377.
Terkait hal itu, pihaknya pun mengajukan perlawanan hukum di Pengadilan Negeri Surabaya sejak 18 Agustus lalu. Ia pun berharap, pengosongan Rabu besok tidak akan terjadi.
“Saya berharap (pengosongan) itu tidak terjadi. Kalau besok ada eksekusi, kami bisa melakukan pengusiran karena masuk rumah atau pekarangan tanpa izin. Bukan kita melawan putusan ini, tapi masih ada hal-hal yang salah,” tandasnya.
@gus