JABAR.(Benuanews.com)-Hukum adalah ikon peradaban dan keadilan. Penegakan hukum dengan demikian dapat dipahami sebagai upaya untuk keadilan dan membamgun peradaban. Menegakan hukum bukan ajang balas dendam. Bukan semata mata mencari kesalahan dan menhalahkan, namun juga untuk memperbaiki dan belajar dari kesalahan. Polisi menegakan hukum sejatinya juga menegakan keadilan, karena demi semakin manusiawinya manusia. Hukum dan keadilan adalah demi kemanusiaan. Di situlah penegak hukum menunjukan pembelaannya dan keberpihakannya bagi kemanusian. Mengapa demikian? Karena sumber daya manusia adalah aset utama bangsa.
Polisi menegakan hukum juga menegakan keadilan dan demi kemanusiaan, terbangun dan terpeliharanya keteraturan sosial, yang menjadi simbol peradaban. Hal tersebut tentu saja untuk mendukung pembangunan peradaban. Hukum ditegakan berbasis :
1.Supremasi hukum, karena hukum menjadi panglimanya.
2.Di dalam menegakan hukum keadilan menjadi yang utama dan pertama. Tatkala menegakan hukum tidak ditemukan keadilan,maka polisi dapat mengambil tindakan : diskresi, alternatif dispute resolution maupun restorative justice.
3.Pemegakan hukum dilakukan sejatinya untuk menyelesaikan konflik secara beradab, dan memiliki dampak pencegahan, agar tidak terjadi konflik yang lebih luas.
4.Penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi adalah untuk membuktikan bukan untuk pengakuan tersangka ataupun mengadili. Sehingga diperlukan bukti secara makro dan makro yang berbasis pada ilmu pemgetahuan dan teknologi.
5.Polisi menegakan hukum merupakan bentuk perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada korban dan pencari keadilan.
6.Polisi menegakan hukum agar ada kepastian di dalam membangun budaya tertib dan patuh hukum. Yang juga untuk edukasi.
7.Polisi menegakan hukum secara :transparan dan akuntabel secara: moral, secara hukum, secara ainistratif, secara fungsional dan secara sosial.
Penegak hukum di dalam menegakan hukum ada etikanya sehingga jelas apa yang harus dilakukan dan jelas apa yang tidak boleh dilakukan. Di samping itu juga jelas sanksinya bila melakukan pelanggaran. Polisi di dalam menegakan hukum dan keadilan menunjukan sebagai : penjaga kehidupan,pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.
Tatkala sebaliknya yang terjadi adalah perusakan peradaban. peradaban dan keadilan. Penegakan hukum dengan demikian dapat dipahami sebagai upaya untuk keadilan dan membamgun peradaban. Menegakan hukum bukan ajang balas dendam. Bukan semata mata mencari kesalahan dan menhalahkan, namun juga untuk memperbaiki dan belajar dari kesalahan. Polisi menegakan hukum sejatinya juga menegakan keadilan, karena demi semakin manusiawinya manusia. Hukum dan keadilan adalah demi kemanusiaan. Di situlah penegak hukum menunjukan pembelaannya dan keberpihakannya bagi kemanusian. Mengapa demikian? Karena sumber daya manusia adalah aset utama bangsa.
Polisi menegakan hukum juga menegakan keadilan dan demi kemanusiaan, terbangun dan terpeliharanya keteraturan sosial, yang menjadi simbol peradaban.
Penegak hukum dikatakan juga penegak keadilan bukan sekedar memegang kitab yang berisi pasal pasal aturan, kewajiban maupun sanksi lalu membacakan dan menyalah nyalahkan, namun juga melakukan bagaimana hukum ini dapat ditegakkan dipatuhi dengan kesadaran tanggung jawab dan adanya budaya disiplin patuh hukum. Keutamaan penegakkan hukum adalah untuk : kemanusiaan, keteraturan soaial dan peradaban, yang unsur unsurnyanya setidaknya mencakup untuk :
1.Menyelesaikan konflik scr beradab
2.Mencegah agar jangan terjadi konflik yang lebih luas
3.Melindungi korban dan para pencari keadilan
4.Membangun budaya patuh hukum
5.Ada kepastian
6.Edukasi
Hukum dalam suatu keadilan ini menjadi bagian sesuatu yang tidak terpisahkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penegakkan hukum dituntut tegas namun humanis. Paradigma hukum dan penegakan hukum dapat dilihat dengan pendekatan :
1.Filosofis
2.Geopolitik dan geo strategis
3.Sosiologis
4.Globalisasi
5.Modernitas
6.Manajerial dan operasional
7.Pelayanan publik
8.Yuridis
Hal tsb dibangun dalam berbagai sistem sehinga proses penengakkan hukum ada bukti atau didukung alat bukti. Proses pembuktian inilah memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping sebagai alat bukti juga untuk meminimalisir sekecil kemungkinan adanya kesempatan terjadinya penyimpangan hingga penyalahgunaan kewenangan. Maka di dalam penegakan hukum ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan untuk mencapai keutamaannya. Hukum bagai pedang bermata dua tatkala ditangan orang yang keliru maka akan kontra produktif. Dengan demikian para penegak hukum di dalam menegakkan hukum dituntut adanya keadilan yang wajib mempertanggung jawabkan pekerjaannya secara : moral, hukum, administrasi, fungsional dan sosial.
Hukum sebagai ikon peradaban dapat berfungsi sebagaimana yang semestinya tatkala ada ” trust” terhadap aparat penegak hukumnya maupun sistem sistem pendukungnya, sehingga masyarakat bangga tatkala patuh hukum dan bukan sebaliknya. Hukum mampu menjadi refleksi budaya bangsa dan refleksi tingkat modernitas yang hidup dan mengangkat harkat dan martabat manusia dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Di dalam negara yang modern dan demokratis maka acuannya antara lain dapat dilihat dari :
1.Terbangunnya supremasi hukum,
2.Hukum dan penegakkan hukum mampu memberikan jaminan dan perlindungan HAM,
3.Transparan
4.Akuntabel,
5.Berorientasi peningkatan kualitas hidup masyarakat
6.Pengawasan dan pembatasan dan pertanggungjawaban penggunaan kewenangan para penegak hukum
Diskresi merupakan kebijaksanaan penegak hukum yang juga penegak keadilan. Demi : kemanusiaan, keadilan, kepentingan umum atau untuk edukasi. Landasan diskresi adalah nilai norma moralitas di luar itu menjadi potensi penyimpangan bahkan menjadi tindakan korupsi. Kebijaksanaan dlm diskresi adalah suatu ketulusan bukan pamrih atau rekayasa yang dibuat buat seolah olah baik diujungnya ada kepentingan sesuatu baik barang uang atau peluang kesempatan yang terkait dengan sumber daya.
Diskresi ini sebenarnya tidak sebatas perorangan, juga dapat diskresi birokrasi bisa juga diskresi justisia atau diskresi yang terkait restorative justice. Bisa juga dikaitkan untuk alternative dispute rosolution.
Kendali dari diskresi ada pada hati nurani dan moralitas penegak hukum untuk benar benar menunjukkan kebijaksanaanya bukan untuk memeras atau membackingi perkeliruan atau sesuatu yg ilegal.
Diskresi ini bisa digambarkan seperti kue donat ranah pada lobang tengah itulah ranah diskresi demi kemanusiaan, keadilan, kepentingan yang lebih luas dan edukasi yg dibatasi nilai, norma, etika, moral.
Diskresi pasif dapat dipahami semestinya penegak hukum bertindak tetapi tidak bertindak atau melakukan pembiaran karena menerima sesuatu atau suap. Sebaliknya diskresi aktif, yang semestinya penegak hukum tidak melakukan tindakan tetapi melakukan tindakkan karena ada keinginan atau harapan untuk mendapatkan sesuatu atau pemerasan.
Diskresi pada kebijakan publik ini merupakan suatu solusi jalan tengah untk memberikan dispensasi dengan persyaratan tertentu krn ada sesuatu dampak yang luas. Tindakan diskresi dalam kebijakan publik merupakan solusi dengan kesepakatan bersama yang merupakan solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak karena ada kepentingan kemanusiaan atau bagi harkat hidup bagi banyak orang. Ini yang menjadi pertimbangan atau menjadi dasar menemukan akar masalah dan solusi yang diterima semua pihak.
Diskresi pada ranah kebijakan publik dapat juga merupakan keputusan berat yang harus diambil dengan berbagai resiko terburuknya. Namun apa yang menjadi keputusan itu merupakan sesuatu yang bijaksana yang tulus sesuai dengan landasan atau dasar diskresi tentu bukan bijaksini yang sarat kepentingan.
Penegak hukum wajib mempedomani etika profesi penyidik untuk memberikan jaminan dan perlindungan HAM, agar upaya paksa yang digunakan dalam penyidikan tidak untuk mengadili/ adanya kesewenang wenangan. Sehingga penyidikanya selain untuk projustitia juga dapat untuk membangun, menyadarkan, mendidik dan membangun dengan mengimplementasikan birokrasi yang adil sehingga ada sinergitas antar pemangku kepentingan lainya bersama-sama untuk mencari akar masalah dan menemukan solusi yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak. Analogi di atas menunjukan bahwa ancaman tidak efektif untuk merubah perilaku. Semakin diancam semakin banyak penyimpangan. Karena ancaman sebenarnya akan menjadi sekat bagi air yang mengalir. air itu akan terus mengalir mencari peluang. “Trust but ferify” boleh percaya tetap mengawasi.
Merubah mind set adalah dengan membangun sistem, dan aturan agar perilaku berubah. Harapanya perubahan perilaku ini akan menjadi sebuah kebiasaan, yang mencerminkan kesadaran tanggung jawab dan disiplin. Polisi dalam menegakkan keadilan juga dituntut untuk mengedukasi dengan mengkondisikan dan menanamkan nilai secara implisit memberikan teladan. Disitulah kepekaan akan dihasilkan.
Polisi dalam menegakkan hukum dan keadilan diuntut kreatif dan inovatif untuk mampu mencari sistem, mencari situasi untuk merubah perilaku. Dan mampu mendapatkan keutamaan dari hal-hal yang kecil yang dilakukan mulai dari keluarga, sekolah, di tempat-tempat umum. Keutamaan-keutamaan inilah yang merupakan core value atas kesadaran, tanggung jawab dan disiplin. Membiasakan yang baik akan membawa pada hati nurani yang baik.
Salah satu produk kinerja kepolisian yang diharapkan masyarakat adalah penegakkan hukum yang secara signifikan dilihat dari pembuktian, pengungkapan, atau penuntasan perkara dan menyeret tersangkanya ke pengadilan. Profesionalisme polisi dalam bidang penegakkan hukum sebagai sarana kontrol sosial untuk menjaga, melindungi, mengatur, mendidik masyarakat agar dalam tata kehidupan sosialnya dapat berjalan saling mendukung dan melengkapi dan mampu mendukung meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Tugas polisi mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial untuk meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Yang salah satunya adalah menegakkan hukum. Agar hukum menjadi hidup dan mampu berfungsi sebagaimana yang seharusnya.
Penegakkan hukum yang diakukan polisi dengan mempertimbangkan keadikan dan melihat faktor perbuatanya (tindakanya), pertanggung jawabannya, dan pidananya dengan membuktikan apakah tersangka benar-benar bersalah dan layak dikenai hukuman atau sanksi pidana. Dalam implementasinya, polisi memiliki kewenangan diskresi di luar jalur hukum untuk kepentingan umum, kemanusiaan, keadilan, dan edukasi. Sebaliknya, dalam menangani perkara atau kasus yang kontraproduktif dan bisa merusak, menghambat, bahkan mematikan produktifitas bisa dilakukan penindakan dengan pengenaan pasal berlapis walaupun dalam satu peristiwa atau perkara pidana tidak boleh dijatuhi dengan hukuman yang sama.
Pemenuhan rasa keadilan dalam penegakkan hukum memang harus dimiliki dan diyakini oleh para penegak hukum. Terutama para petugas polisi, mereka tidak hanya sekadar menerapkan pasal-pasalnya tetapi memberi efek pencegahan, perlindungan korban dan para pencari keadilan, membangun kepatuhan hukum serta wibawa wibawa sebagai sandaran bagi penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat. Pemenuhan rasa keadilan dalam penegakkan hukum oleh kepolisian antara lain:
1.Menjaga obyektifitas dan netralitas
2.Memberikan jaminan dan perlindungan HAM
3.Menciptakan Transparansi
4.Menciptakan akuntabilitas kepada publik
5.Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
6.Bersikap profesional dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan,
a.cara holistik atau sistemik,
b. cara membuktikan makna yang ada dibalik gejala atau fakta.
c. bersikap proaktif,
d. bertumpu problem solving,
e. bersikap inovatif dan kreatif, dan
f. menempatkan SDM berkeahlian.
7.Menjadi bagian dari pusat unggulan (SDM, program, data, jejaring, sarpras, dan anggaran).
8.Melahirkan produk kinerja yang dirasakan signifikan oleh masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya.
Dalam menyelenggarakan penegakkan hukum, polisi tidak semata-mata mengungkap perkara dan membuktikannya sesuai dengan pasal-pasal undang-undangan peraturan-peraturan yang berlaku tetapi juga wajib memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kewajiban inilah yang merupakan sandaran atau landasan moral dan etika kepolisian dalam menyelenggarakan tugasnya. Artinya, polisi harus cerdas, bermoral, modern, transparan, akuntabel, dan mendapat kepercayaan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
Strategi mengimplementasikannya adalah sebagai berikut:
1.Ada political will yang kuat,
2.Komitmen moral dari para pemimpin pemimpinnya (di semua lini)
3.Menyiapkan SDM yang berkarakter (memiliki komitmen/kompetensi/keunggulan) yang berbasis kompetensi
4.Menyiapkan infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya
5.Membentuk tim transformasi sebagai kendali mutu, back up dan sistem kontrol
6.Menyusun piranti-piranti lunak (hukum, pedoman, SOP dan sebagainya)
7.Menyusun program-program unggulan
8.Menentukan pilot project
9.Monitoring dan evaluasi
Di dalam proses penegakan hukum dan keadilan di era revolusi industri 4.0 merupakan implementasi Electronic policing sebagai Model Pemolisian di Era Digital dengan adanya :
1.Sinergitas pemolisian internal maupun dengan para pemangku kepentingan lainnya dalam sistem virtual untuk memberikan pelayanan kepada publik yang terkait :Keamanan, Keselamatan, Hukum, Afministrasi, Informasi dan
Kemanusiaan
2.Sistem sistem IT untuk mendukung pelayanan publik yang berstandar prima, dengan standar : Kecepatan, Ketepatan, Keakurasian, Transparansi, Akuntabilitas, Informatif, Mudah diakses
3.SIstem IT yang dibangun mampu untuk: Monitoring, Inputing data, Analisa data,
Algoritma (dalam infografis info statistik dan info virtual yang merupakan prediksi antisipasi dan solusi),
Quick response time
4.Para petugas memiliki kompetensi dan sense memberikan pelayanan publik secara profesional, cerdas, bermoral dan modern
5.Mengatasi kejadian yang kategori latihan dengan skenario untuk mengatasi
Masalah keamanan
Masalah keselamatan
Gangguan dalam kehidupan sosial
Melalui sistem K3i
6.Mendukung E goverment ( SPBE) melalui e policing
7.Mendukung Model Smart City
8.Dapat dikaitkan dengan big data system maupun one stop service system
9.Mendukung program big data system dan One Stop Service
10.Wujud akuntabilitas kepada publik dalam membangun inisiatif anti korupsi, reformasi birokrasi dan creative break trough
Selain E Policing penegak hukum juga memikirkan tentang Forensic policing untuk menangani new normal era.
Pemolisian dalam pendekatan forensik (forensic policing) merupakan model pemolisian untuk menghadapi berbagai permasalahan keteraturan sosial atas serangan, gangguan maupun kejahatan yang di desain sedemikian rupa dari berbagai cara yang berbasis nubika ( nuklir, biologi, kimia, fisika) maupun dari berbagai masalah sosial ( idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan, dsb).
Forensic cops untuk mengimplementasikan forensic policing dbangun berbasis polisi super/ super cops yaitu polisi dengan pemolisiannya memiliki kompetensi berkualitas tinggi yang mampu mengatasi berbagai masalah keteraturan sosial dengan dampak luas dan bereskalasi tinggi. Juga mampu memberikan pelayanan kepada publik secara prima dalam situasi emerjensi maupun kontijensi.
Di era digital polisi super ini diharapkan mampu bekerja dalam smart policing yang mengharmonikan antara conventional policing, electronic policing maupun forensic policing untuk menghadapi berbagai gangguan kejahatan : aktual, virtual maupun secara forensik.
Secara aktual dapat dikategorikan dalam hal pemolisian yang manual atau bisa dikategorikan konvensional dan masih bertemu face to face atau less technology. Pemolisian secara virtual dapat dikategorikan model E Policing atau pemolisian secara elektronik yang berbasis pada back office, aplication ( dengan artificial intellegence) dan net work ( berbasis internet of thing) untuk mendukung terbangunnya big data system dan one stop service system.
Pemolisian forensik dalam konteks kenormalan baru dapat dikembangkan dalam berbagaimodel pola pemolisiannya maupun penyiapan petugas kepolisian yang berbasis replika genetika.
Polisi super dalam konteks aktual, virtual dan forensik merupakan basis bagi polisi dan pemolisiannya karena dalam era digital sekalipun cara aktual masih diperlukan dan kemampuan dasar pada penanganan kejahatan konvensional diperlukan polisi yang tangguh secara fisik atau otot prima. Pemolisian virtual mapun forensik diperlukan otak atau kemampuan secara intelejensia tinggi untuk mampu menghadapi kejahatan siber maupun kejahatan biologi, kimia nuklir maupun kejahatan di era kenormalan baru. Pelemahan atas pertahanan suatu bangsa dapat dimulai menggerus dari sumber dayanya, keamanan dan rasa aman. Masalah nuklir biologi kimia dan fisika ( nubika) maupun sosial pun menjadi trend kejahatan baru yang dapat menlumpuhkan produktifitas masyarakat dan memicu terjadinya konflik sosial yang besar.
Sebagai contoh masa pandemi covid 19 yang melanda hampir dibseluruh dunia mampu melemahkan bahkan mematikan secara fisik maupun psikis. Kekuatan polisi super ini tentu juga dituntut memiliki spirit sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.
Membangun polisi super tentu memerlukan energi besar dari proses rekrutmen, proses pembentukan, proses edukasi, proses penggunaannya, prmerupakan pemikiran prof satjipto rahardjo yang memikirkan bagaimana seorang petugas polisi memiliki otak otat dan hati nurani sebagai bhayangkara sejati ( penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan sbg pejuang kemanusiaan).
proses rekrutmen, proses pembentukan, proses edukasi, proses penggunaannya, proses pemeliharaan dan perawatan hingga proses pengakhiran dinasoses pemeliharaan dan perawatan hingga pengakhiran dinas. Polisi super dikembangkan dan dibangun secara O2H ( otak otot dan hati nuraninya).
Pemolisian di era digital kita dapat mengenal dan memahami E policing atau pemolisian yang on line dan berbasis elektronik. Sistem big data menjadi bagian one stop service. Di samping E policing kita perlu memahami dan mengembangkan forensic policing.
Forensic policing dibangun dan dikembangkan berbasis pada ilmu pengetahuan secara makro maupun mikro sebagai model pemolisian yang berkaitan dengan nuklir, biologi, kimia, fisika (nubika), ilmu sosial maupun ilmu ilmu lainnya.
Masalah keteraturan sosial yang terganggu atau terhambat bahkan rusak akibat nubika atau dampak masalah sosial perlu penanganan secara profesional tidak sebatas kulitnya melainkan sampai dengan tingkat yang paling mendasar. Dampak dari nubika dan sosial sangat luas yang berdampak pada hidup dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Petugas kepolisian forensik ditumbuhkembangkan secara komprehensif mulai dari rekrutmen pendidikkan penggunaan hingga pengakhiran dinasnya. Satuan tugas identifikasi, satuan tugas nubika, laboratorium forensik maupun penelitian dan pengembangan dapat menjadi pendukung forensic policing.
Di masa kenormalan baru paska pandemi covid 19 sekarang ini bisa dikatakan kegiatan sosial kemasyarakatan terdampak bahkan ada yang mati sama sekali tidak lagi bisa bertahan. Berbagai model pandemi atau kejahatan forensik yang mematikan manusia sebagai mahkluk sosial.