JAMBI (Benuanews.com)-Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat dan mengejutkan publik Jambi. Kali ini, kasus menyeret sejumlah oknum di tingkat desa dan kelurahan yang diduga menerbitkan dua sporadik kepemilikan atas sebidang tanah seluas 755 meter persegi, yang ternyata adalah akses jalan menuju Instalasi Pengolahan Air (IPA) Aurduri 4 PDAM Tirta Mayang Kota Jambi.
Diketahui, dua sporadik atas satu objek lahan itu diterbitkan secara terpisah oleh dua pemerintah wilayah berbeda. Sporadik pertama terbit pada tahun 2019 oleh Pemerintah Desa Mendalo Laut, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi. Sementara sporadik kedua terbit tahun 2025 oleh Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Tanah yang diklaim sebagai milik pribadi tersebut diterbitkan atas nama Cik Den cs, yang mengaku sebagai ahli waris dari H. Sya’ban. Ironisnya, lokasi tanah yang diterbitkan sporadik itu merupakan jalan umum penghubung menuju fasilitas vital air bersih milik pemerintah daerah.
Menurut pengakuan Dedi Heriansyah, warga yang mengetahui sejarah jalan tersebut, dua sporadik tersebut diterbitkan tanpa dasar yang kuat dan diduga telah dijual kepada pihak swasta berinisial D.
“Jalan ini jelas aset publik, dibebaskan sejak tahun 1997. Sudah ada marka PU kiri-kanan. Tapi kenapa bisa terbit sporadik dua kali? Pertama di 2019, lalu di 2025 atas nama Cik Den cs. Ini terindikasi kuat sebagai praktik mafia tanah,” kata Dedi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Ia menyebutkan bahwa status hukum atas tanah itu tidak sah karena tidak sesuai dengan catatan pengadilan mengenai ahli waris H. Sya’ban.
Sementara itu, Afriansah, yang mengaku sebagai ahli waris sah dari H. Sya’ban berdasarkan penetapan Mahkamah Syariah tahun 1973, secara tegas membantah klaim dari Cik Den cs.
“Kami punya keputusan resmi Mahkamah Syariah. Dalam penetapan itu jelas disebutkan bahwa Zainur, ibu dari Cik Den, adalah anak angkat, bukan anak kandung dari H. Sya’ban. Maka secara hukum, Cik Den tidak berhak atas warisan itu,” tegas Afriansah.
Afriansah bahkan menunjukkan dokumen fotokopi sporadik yang telah terbit dan diduga sudah dijual. Ia mengaku tidak pernah diberitahu ataupun diberi akses dalam proses penerbitan sporadik maupun transaksi tersebut.
“Kami selaku keluarga sah tidak tahu-menahu soal sporadik itu. Bahkan kami tidak pernah dimintai persetujuan. Ini jelas kami tolak karena merugikan keluarga dan publik,” tegasnya lagi.
Fakta menarik lainnya, lahan yang terbit sporadik ini berbatasan langsung dengan stockpile batu bara milik PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS). Hal ini menambah dugaan bahwa ada unsur kepentingan bisnis dan praktik mafia tanah yang kuat di balik kasus ini.
(Redaksi)