Sriwijaya terbentuk di Palembang tahun 683 M di Kedukan Bukit tertera “Dapunta Hyang dari Minanga Tamwan membawa bala tentara dua laksa (dua puluh ribu orang) menuju pelimpang (Palembang) dan membuat wanua (kota)”.
Minanga ini menurut orang Palembang adalah Pasemah dengan Bukit Siguntang Nahameru, sebagian sejarahwan Palembang mengatakan orang Palembang sendiri yang melakukan ekspedisi militer, bukan sebaliknya, tetapi para arkeolog (Purbacaraka yang sejarahwan Jawa, Westenenk sejarawan Belanda) menyatakan bahwa yang dimaksud “MINANGA” adalah daerah antara pertemuan sungai Kampar kiri dan kanan di perbatasan Sumbar, Riau dan Sumut.
Dan tidak mungkin Prasasti ditegakkan di tempat awal mula sebuah ekspedisi perjalanan Militer, tetapi mesti di tempat keberhasilan ekspedisi tersebut.
Minanga itu adalah daerah Minangkabau Timur semasa Dapunta Hyang melakukan ekspedisi militer ke Palembang. Artinya ORANG MINANGKABAU DAN MELAYU RIAU MELAKUKAN EKSPEDISI MILITER untuk menundukkan Palembang dan mendirikan kerajaan di sana, itulah yang dinamakan ”SRIWIJAYA”.
Sekarang kita ke sejarah Majapahit, tahun 1275 M prajurit Singosari melakukan Ekspedisi Pamalayu dan mengadakan persekutuan Militer dengan Melayu, lalu melawatlah dua Putri Melayu ke Jawa yaitu Dara Petak dan Dara Jingga asal Kerajaan Darmasraya Minangkabau untuk dipilih oleh Penguasa Singosari jadi Permaisuri demi mengikat persaudaraan. Dara Jingga diper-sunting Raden Wijaya dan dijadikan permaisuri utama, lahirlah Jayanegara selaku Raja Majapahit yang ke 2. Dia adalah blasteran darah Jawa dan Minangkabau.
Artinya ada RAJA MAJAPAHIT BERDARAH MELAYU MINANGKABAU dan kala itu Majapahit mulai melakukan ekspansi militer keberbagai daerah seperti Pahang, Dompo, Borneo, Pasai, Palembang, Bali, Celebes, Irian, Timor.
Siapa yang melakukan? Yaitu Gajah Mada yang bertekad ”Sumpah Palapa” dengan prajurit Jawa, Madura dan dengan bantuan MANGGALAYUDHA ADITIYAWARMAN YANG JAWA MINANGKABAU dengan barisan-barisan Melayu, Minangkabau dan Palembang membantu Jawa meluaskan kekuasaan ke segenap penjuru Nusantara.
Artinya: KONTRIBUSI PETARUNG MILITER MINANGKABAU MEMBERI ANDIL BAGI MELUASNYA KEKUASAAN MAJAPAHIT .
Ini yang tidak diketahui kebanyakan orang yang mengira Majapahit hanyalah usaha orang Jawa semata tanpa bantuan siapa-siapa. Bahkan ketika terjadi pemberontakan Sadeng dan Kuti di Jawa, prajurit asal Melayu dan Minangkabau dikerahkan untuk menumpas, sedang prajurit Majapahit sudah tidak sanggup mengatasi.
Aditawarman kembali pulang ke tanah leluhur yaitu Minangkabau dan mendirikan kerajaan baru yaitu PAGARUYUNG. Tetapi Majapahit mulai berusaha mencengkram lebih keras Pagaruyung YANG AWALNYA ADALAH PARTNER DAN SEKUTU yang semula dipimpin oleh Aditiawarman yang berjasa besar bagi Majapahit.
Selanjutnya apa yang terjadi? Majapahit perang dengan Minangkabau dan melakukan invasi militer ke Pagaruyung pada tahun 1300an dan dihadang di daerah dekat Sawah Lunto Sijunjung.
HASILNYA: PRAJURIT MAJAPAHIT HANCUR BINASA.
Daerah itu begitu busuknya oleh mayat prajurit Jawa, akhirnya dinamakan PADANG SIBUSUK (Aditiawarman sudah lama meninggal kala perang terjadi). ARTINYA INVASI MILITER MAJAPAHIT GAGAL TOTAL DI TANAH MINANG.
Nah, mulailah berdatangan pelaut-pelaut asing yaitu Portugis, Belanda, Inggris dan Prancis ke wilayah Nusantara. Minangkabau yang berjiwa pelayar mulai mendapat saingan dagang dari orang asing, termasuk Padang mulai dilirik VOC Belanda, dan tahun 1665 VOC dengan bantuan orang Bugis Makassar melakukan tindakan militer di Padang, dan ditantang oleh orang Pauh Minang dengan sokongan pelaut Aceh. Belanda berhasil di Padang tetapi apa yang terjadi?
Apa Belanda enak dapat hasil jajahan di Padang? Tidak, yang muncul adalah PERANG TERUS-MENERUS SELAMA LEBIH 1 ABAD DENGAN PENDEKAR-PENDEKAR PAUH, KOTO TENGAH, PARIAMAN, PAINAN DAN AIRBANGIS.
Perang skala menengah itu terjadi lebih dari 25 kali dari tahun 1665 hingga 1789 demi merebut kembali Padang, Pariaman, Painan dari tangan Belanda VOC. Usaha ini gagal-berhasil lalu gagal, memang, tapi hal ini menunjukkan ada SEMANGAT PERANG TINGGI DARI ORANG MINANG SELAMA VOC BERKUASA.
Lalu VOC bubar dan diganti dengan Hindia Belanda abad ke 18. Paderi Islam fanatik berkuasa di pedalaman Minang sejak tahun 1803, dan ini membuat Belanda iri dan bersekutu dengan kaum Adat untuk menyerang basis militer Paderi tahun 1821. Maka pecahlah perang yang berlangsung selama 24 tahun hingga 1845, sedang benteng Bonjol pertahanan terkuat Paderi telah jatuh tahun 1837, jadi bukan 16 tahun perang berlangsung namun 24 tahun yang merupakan SALAH SATU PERANG PALING BERAT BAGI BELANDA SELAMA PERLUASAN KEKUASAAN DI NUSANTARA.
Ada 3 medan perang yang berat bagi Belanda dan bisa menghancurkan kekuatan Militer Hindia Belanda yaitu:
Perang Aceh dari tahun 1873-1904 bahkan hingga kejatuhan Belanda dari Jepang.
Perang Jawa dari tahun 1825 hingga 1830, yang memakan korban 15ribu tewas di pihak Belanda.
Perang Paderi di Minangkabau yang dengan susah payah dan kalah- menang, juga perlu kerahkan kekuatan penuh selama 24 tahun akhirnya Belanda baru berhasil menguasai seluruhnya.
Semasa Perang Paderi, Belanda perlu mengerahkan tentara Eropa (Tentara Belanda sendiri, bekas serdadu Napoleon di Jawa, serdadu Inggris bekas bawahan Raffles, serdadu bayaran dari Jerman, Prancis, Luxemburg, Belgia dll), serdadu AfriKa (Ghana dan Africa Selatan) dan plus petarung dari daratan Jawa (barisan Sentot), Pelaut dan warrior Bugis, Ambon, Madura, Batak Animisme dan kaum Adat Minang sekutu Belanda. Sedang di pihak Paderi Islam barisan Tuanku Imam Bonjol dibantu Kaum Adat berpihak ke Paderi, lalu pelaut Aceh, barisan Batak Nandailing Islam di bawah kepemimpinan Tuanku Rao, barisan Riau dipimpin Tuanku Tambusai, dan sebagian dari barisan Sentot asal Jawa yang berpihak ke Paderi.
Belanda harus mengerahkan 25000 sd 35000 pasukan baik reguler, campuran dan pribumi Nusantara dan harus menurunkan 5 jenderalnya demi menundukkan Minang-kabau yaitu Kom Jend Van Den Bosch (si tanam paksa), Letnan Jend Riesz (jagoan perang Diponegoro), Jend Major Clearens (yang menangkap Diponegoro) dan Jend major Coghius (panglima paling tinggi Angkatan Darat Hindia Belanda) dan Jend Major Hendriks.
Barulah di tangan Jend Major Coghius, Belanda berhasil merebut benteng Bonjol tahun 1837, dan perang masih berlanjut dapat skala kecil hingga tahun 1845 dengan Jend Major Hendriks selaku pimpinan Militer.
Artinya PETARUNG MINANG TELAH MEMPERLIHATKAN KEBOLEHAN PERANG SELAMA 24 TAHUN WALAU MENGHADAPI KEKUATAN GABUNGAN EROPA, AFRIKA DAN PRIBUMI NUSANTARA. APAKAH 24 TAHUN PERANG ADALAH BUKTI TIDAK ADANYA POTENSI PERANG ORANG MINANG?
VOC berkuasa di Sulawesi Selatan tanahnya Bugis Makassar. Kemenangan VOC dibantu Arung Palakka menguasai Kerajaan Goa Sultan Hasanuddin tahun 1669, maka dimulailah diaspora dan pelayaran pelaut Bugis keluar dari GOA yang menjadikan mereka seperti pelaut kalap dan garang di lautan Nusantara. Pelaut Bugis Makassar menjadi warrior yang menakutkan di lautan Nusantara, termasuk di Semenanjung Malaysia. Pelaut Bugis mencari daerah baru untuk dikuasai, dan ketahuilah agressi Bugis ini mendapat tantangan dari Orang-orang Minangkabau.
Di Semenanjung, tepatnya di Johor terjadi bentrokan keras antara Bugis dan Minang, juga di Selangor, Trengganu, Pahang, Negeri Sembilan dan Pulau Penang. Warrior mengerikan Bugis yang begitu ditakuti berhasil dibersihkan oleh orang Minang dari Negeri Sembilan dan Pulau Penang, tetapi wilayah Johor, Trengganu dan Pahang, Bugislah yang pegang kendali. Perseteruan Minangkaba-Bugis dalam menguasai Semenanjung menjadikan dua suku bangsa ini sebagai tukang perang di Sumatera dan Malaysia selama abad ke 17 dan 18.
Ada 5-6 suku bangsa di Nusantara ini yang dikenal tukang perang di abad pertengahan yaitu,
Jawa yang terus bergolak sejak abad ke 6 dalam perang saudara, perang agresi, perang pertahanan wilayah plus konfrontasi dengan Belanda,
Aceh yang adalah agressor perang di Semenanjung Malaya juga pantai-pantai Sumatera melawan Belanda dan Portugis,
Bugis dengan pelaut-pelaut warrior menakutkan yang melayari lautan Nusantara,
Lalu Ambon yang berperang dengan beringas di pihak Belanda.
Berikutnya Madura dengan keahlian perang istimewa yang membuat mereka menjadi pasukan bayaran Hindia Belanda.
Minangkabau yang sejak era Sriwijaya adalah petarung-petarung beladiri yang dipakai Sriwijaya, Majapahit saat perluasan wilayah Nusantara, Aceh semasa menyerbu Portugis di Malaka, Sultan Hasannuddin ketika mempertahankan GOA dalam gabungan aliansi Bugis GOA-Melayu, juga Perang di Palembang ketika Sultan Badarruddin perang dengan Belanda tahun 1825 dan mengandalkan gabungan prajurit Palembang dan pendekar perantau Minang di sungai musi, termasuk perang Pasemah di SumSel ketika Tuanku Imam Perdipo dengan barisan Paderi Mminang dan penduduk setempat mempertahankan Pasemah, dan perlawanan Sisingamangaraja di tanah Batak dengan bantuan petarung Minang kerja sama dengan Aceh, dan Perang Aceh di mana perantau Minang keturunan Aceh-Minang yaitu Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien yang berdarah Minang.
Sekarang di masa perjuangan kemerdekaan, terlihat orang Minang banyak yang telibat perjuangan politik yaitu Hatta, Syahrir, Tan Malaka dan H Agus Salim. Terlihat tidak ada perjuangan bersenjata yang dilakukan orang Minang. Apa tidak ada sama sekali perang kemerdekaan di Minangkabau? Orang hanya tahu perang mulut diplomatik dilakukan pejuang Minang, tetapi sejarah tidak menuliskan apa-apa tentang perjuangan bersenjata di Sumatera Barat. Mengapa?
JAWABANNYA ADALAH STRATEGI POLITIK PEMERINTAH PUSAT KEKUASAAN .
Fakta sejarah di Minangkabau adalah perjuangan bersenjata tidak kalah dengan perjuangan mulut diplomatik Politis. Semasa Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juni 1947, tentara RI di Minangkabau justru berhasil menghadang laju perluasan wilayah di tiga front sekaligus, yaitu
Padang luar kota daerah Kepala Datar,
Siguntur Pesisir Selatan
Lubuk Alung di Padang pariaman.
Bahkan tanggal 27 Juni 1947 DI KEPALA DATAR DEKAT PABRIK SEMEN PADANG, TENTARA BELANDA MENGALAMI KEHAN-CURAN MASSIF dan terpaksa kembali ke kota Padang dengan sisa-sisa kekuatan.
MENGAPA PRESTASI MILITER ORANG MINANG ini tidak tercatat dalam buku pelajaran sejarah Umum Pelajar kita? Mengapa kekalahan Belanda di Ambarawa tahun 1947 di tangan Jend. Sudirman dijadikan hafalan dalam buku pelajaran sejarah? Mengapa sejarah kota Pahlawan Surabaya begitu berkibar?
JAWABANNYA ADALAH SENTRA KEKUASAAN DI JAWA TIDAK INGIN DAERAH, TERKHUSUS MINANG-KABAU, TERLIHAT MENONJOL DALAM SEJARAH MILITER.
Agresi militer Belanda II dilancarkan pada tanggal 18 Desember 1948, dan jatuhlah Jogja dalam tempo 4 jam saja dalam sebuah penyerbuan sistem blitzkriek (serbuan kilat), dan di Sumatera Barat yang pusat ibukota Sumatera, Bukittinggi yang diserbu pada tanggal yang sama dan sistem serbu yang sama (blitzkriek) baru jatuh ke tangan Belanda tanggal 24 Desember 1948. Artinya Bukittinggi DIPERTAHANKAN 4 HARI LEBIH LAMA oleh Divisi XI Banteng dikomandoi Letkol Dahlan Djambek, dibanding Ibukota Negara Jogja yang terdapat Divisi Diponegoro yang kesohor dengan Letkol Soeharto ada di sana. Jogja jatuh hanya 4 jam penyerbuan kilat lewat udara dan darat, sedang Bukittinggi jatuh 4 hari dengan upaya mati-matian Belanda lewat darat dan udara, padahal segi persenjataan kalah jauh dibanding mesin-mesin Perang Belanda. Apakah ini bukan prestasi lagi? Mengapa tidak dijadikan hafalan anak sekolah?
JAWABNYA SENTRA KEKUASAAN DI JAWA TIDAK INGIN TERLIHAT LEMAH DALAM SEJARAH MILITER DIBANDING DAERAH. Maka didiamkan saja fakta keras ini.
Lalu Soekarno, Hatta dan Syahrir tertawan dan dikirim ke Rantau Prapat dekat Toba Samosir. Mengapa kok ke daerah Sumatera utara? Jawabnya sebab di daerah sekitar danau Toba dan Prapat aman dari serangan gerilyawan Republik, yang berarti juga tidak ada perlawanan gerilya berarti di Sumatera Utara oleh Pejuang-pejuang Medan sekitarnya. Arti lainnya adalah bahwa tidak ada perlawanan berarti di Sumatera utara. Lho kan orang Batak jago perang? Di Film NagaBonar terlihat orang Batak begitu garang berperang dengan Belanda.
Fakta keras adalah bahwa gerilyawan di tanah Batak sibuk perang sesama mereka, bukannya berjuang melawan Belanda. Barisan Mayor Malao dengan barisan Mayor Bejo dan Saragih Ras juga Gerombolan Naga terbang di Sumatera Utara saling serbu dan menghambur-hamburkan peluru sesama mereka, sehingga Belanda menjadi gampang mengatasi gerilyawan Batak. Dan yang lebih aneh lagi justru banyak orang Batak yang diangkat jadi jenderal semasa Soekarno dan Soeharto, diantaranya AH Nasution yang Jend bintang 5 setara dengan Sudirman dan Soeharto sendiri, lalu TB Simatupang jendral penuh, Maraden Pangabean dan Feisal Tanjung jendral penuh.
Beda dengan di Sumatera Barat yang ibukota Sumatera kala itu, perjuangan gerilya begitu gencarnya sejak agresi ke II Belanda tanggal 18 Desember 1948 hingga akhir Oktober 1949, perjuangan bersenjata di sini membuat Belanda PUTUS ASA, sebabnya kesatuan orang Minang begitu solid dengan tekad mempertahankan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) yang berpusat di daerah Koto Alam 50 Kota. Sementara itu Pemerintahan RI sudah ditawan Belanda. Maka Militer Minangkabau Divisi IX Banteng begitu keras dalam berupaya mengacaukan formasi Belanda di Minangkabau, dan Belanda tidak mampu membangun Negara Boneka di Minangkabau sebagaimana di daerah lain:
Di Jawa terdapat Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur.
Di Sumatera: Negara Sumatera Timur dengan Medan pusatnya,
Negara Sumatera Selatan dengan Palembang ibukotanya.
Akan tetapi di Minangkabau, Belanda gagal total sebab perjuangan Gerilya begitu gencar dan upaya Politik gagal diterapkan. Apakah ini bukan Prestasi militer? Mengapa tidak dihafalkan di buku sejarah umum pelajar kita?
Jawabnya: SENTRA KEKUASAAN DI JAWA TIDAK INGIN TERLIHAT TIDAK BERDAYA SECARA MILITER DIBANDING MINANGKABAU.
Lalu datang masa kemerdekaan. Pemerintahan Soekarno dalam tawanan Belanda lebih disambut rakyat daripada Pemerintahan darurat PDRI dalam Gerilya bersenjata, perjanjian Roem-Royen menghasilkan dikembalikannya pemerintahan Jogja dan PDRI dipandang sebelah mata. Lalu Divisi tangguh Minang yaitu Divisi IX Banteng dibubarkan sebab karena ketakutan Pusat pada Minangkabau jika Militer Minang terlalu kuat nantinya.
Dari 23000 Militer Minang sekarang disusutkan jadi hanya 4000 tentara dalam 4 batalyon saja, lalu AH Nasution memutuskan Minangkabau di bawah Militer Medan yang tidak mampu berperang dengan Belanda kecuali perang sesama mereka dan ditempatkan di bawah Medan dalam Divisi Bukit Barisan. Orang Minang yang bertempur pahit-getir dan mengakibatkan banyak korban tewas di pihak Belanda justru ditempatkan di bawah Medan yang hanya bisa perang dengan sesama Batak. APA INI BUKAN PENGHINAAN?
Maka muncullah Gerakan PRRI tahun 1958 sebagai akibat ketidak-puasan atas keputusan Pemerintahan Pusat Soekarno yang otoriter tanpa ingat jasa Militer Minang mempertahankan Pemerintahan Darurat( PDRI) semasa Soekarno dalam tawanan Belanda. Apalagi Bung Hatta mengundurkan diri tahun 1956 akibat sikap Soekarno yang cenderung Diktator totaliter, juga bangkitnya PKI yang jelas pernah menikam RI dari belakang dengan pemberontakan PKI di Madiun, membuat Militer Minang bangkit kembali dan menantang pemerintahan Soekarno supaya membubarkan Kabinet Djuanda yang sarat orang Komunis dan Hatta diminta kembali ke Pemerintahan.
Militer Minang sebetulnya tidak sungguh-sungguh dalam menantang Pusat, pernyataan PRRI lebih kepada gerakan moral dan gertakan Politik dibanding pemberontakan bersenjata.. Tahun 1958 itu lahirlah Ultimatum PRRI oleh Syafruddin Prawiranegara dan Ahmad Hussein selaku pimpinan Militer yang marah pada Soekarno, sebab ketika Pemerintahan darurat PDRI semasa perang gerilya tahun 1949 bertempur dengan darah, keringat dan rasa sakit menghadapi agresi Belanda, sementara Soekarno asyik nyanyi-nyanyi dalam tawanan Belanda dan tidak bersedia berkeringat memanggul senjata.
Akhirnya PRRI direaksi Pemerintahan Soekarno dengan mengirim Tentara dari pusat sebanyak 7500-10.000 tentara dari Kodam Diponegoro, Siliwangi, Brawijaya dan elit Banteng Raiders juga KKO khusus Marinir AL ke Minangkabau dengan 5-7 Kapal Perang juga Pesawat Tempur peninggalan Belanda dengan Kolonel Ahmad Yani selaku pimpinan tempur dengan sandi Operasi 17 Agustus. Artinya ultimatum atau tepatnya “gertakan” PRRI akan dijawab dengan serbuan dari darat, laut dan udara dengan segala peralatan militer Pusat.
APA YANG TERJADI DI TANAH MINANG? Terjadi perpecahan dan keragu-raguan apakah orang Minang akan memerangi tentara Pusat, atau bagaimana? Yang diperangi adalah rekan seperjuangan semasa invasi Belanda.
Sebagian tentara Sumatera Barat lantas mengundurkan diri dari PRRI dan berpihak pada Pusat, termasuk Kepala Kepolisian Sumbar berpihak pada Pusat di Jawa. Sementara itu yang siap perang justru mundur sebab tidak tega membunuh sesama orang Indonesia. Teluk Bayur dibiarkan dimasuki tentara Pusat tanpa ada letusan senjata sama sekali dari pihak PRRI, sebab tidak ada pembenaran moril untuk membunuh tentara RI. Padang dan Bukittinggi juga demikian, dikosongkan pihak pemberontak dan dimasuki Tentara pusat tanpa ada perlawanan sama sekali.
APA LANTAS ORANG MINANG DI-CAP TIDAK BERANI PERANG??? Bukan!!!
Ketidak-tegaan itulah yang jadi alasan mundurnya tentara pemberontak kepedalaman Minangkabau. Tentara PRRI tidak tega membunuh sesama tentara Nasional sebab PRRI adalah gerakan yang terburu-buru (prematur) tanpa ada kebenaran moril: untuk apa perang? Untuk apa menumpahkan darah?? Buat apa memecah kesatuan Militer Nasional? Apa gunanya merobek kesatuan Republik? Akhirnya pemberontak PRRI mengalah dan seluruh Sumatera Barat dikuasai Pusat tanpa ada perlawanan berarti. Inilah fakta keras bukan omongan estafet! Dan pemberontakan ini menghasilkan kemunduran spirit Politik dan Militer orang Minang hingga kini.
Lalu anda, Pak Asbun , men-cap orang Minang tidak berani perang? Betul-betul membuat memori saya bekerja lumayan keras membuka sejarah perang orang Minang sejak awal Peradaban nusantara ini. Terima kasih atas komentar kontroversial anda. Saya tidak menyalahkan anda dan tidak akan meminta anda mohon maaf pada orang Minang. TIDAK! Hanya saya minta bapak lebih teliti kalau mengomentari sejarah, kalau perlu disertai bahan-bahan sejarah yang valid.
OK! Tulisan lumayan panjang ini khusus untuk menjawab statement anda, bukan untuk menyalahkan tetapi untuk menjernihkan saja. Saya selaku putra Minang asli punya kewajiban untuk menegakkan benang basah dan meletakkan sejarah Minang ke tempat yang semestinya. Maaf bagi suku bangsa yang saya tulis dengan tidak menjadikan ini selaku SARA yang memecah-belah, dan thanks jika ada tanggapan (Sumber Sang).
Tanggapan
-1- Dari Tole
Saya sependapat dengan Sdr. Sang. Saya dari Manado. Sepengetahuan saya apa yang sdr. Sang paparkan adalah kebenaran sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Di daerah saya ada satu kawasan pemakaman pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol bersama para laskar pendamping setianya yang dibuang oleh penjajah Belanda ke daerah Minahasa. Jumlah makamnya mencapai ratusan. Dari situ saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa apa yang “Pak Amir” sampaikan di atas adalah kesimpulan yang sangat dangkal dan sifatnya pribadi. Terlalu naif dan dangkal kalau kita mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal yang krusial & besar hanya dari sumber cerita mulut ke mulut. Indonesia adalah Negara Besar jika rakyatnya yang beragam mempunyai satu pemahaman mengenai ke “Bhinekaan”.
-2- Dari Guzza
Kalau kita bandingkan perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro dan Perang Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. ternyata Perang Jawa hanya berlangsung 5 tahun yaitu 1825-1830, sedagkan perang Padri berlangsung 24 tahun yaitu 1813- 1837.
Itulah mengapa sejarah bangsa ini dari jaman ke jaman sudah banyak yang memelintir dan diplintir. Oleh sebab itu sebagai anak Bangsa khususnya pemuda yang kini hidup di sebuah negara yg ber falsafah Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika nya, semestinya kembali kita luruskan sejarah yg terpendam dan yang sudah di putar balikan terkhusus untuk para pemuda-pemudi Minangkabau agar dapat memahami bahwa sejarah panjang Pulau Paco atau Andalas atau Minangkabau tentunya kita dapat menjadi suatu pelajaran dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam sejarah manusia khususnya wilayah kesatuan Republik Indonesia yaitu Minangkabau. Semoga tulisan ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, Aamiin Allohumma Aamiin.
Senin, 160123
Disadur ulang oleh,______________
*Sultan Syofian Sutan Pangeran Mangku Di Raja*
Pemerhati Politik dan Sejarah Dunia