Padang, Benuanews.com,- Sejak dua bulan terakhir, Irjen Pol (Purn) Fakhrizal Kapolda Sumbar periode 2016-2019 berulang kali menulis opini di media terkait kasus dugaan mafia tanah 765 ha di 4 Kelurahan, Kecamatan Koto Tangah Padang. Ada apa?
Apa latar dan motif sesungguhnya?
Berulangkali menulis opini di media, apa motif sesungguhnya??
Saya ingin menjelaskan ke publik tentang duduk perkara yang sebenarnya, yang saya ketahui fakta dan datanya. Masalah tanah 765 ha di 4 Kelurahan Kecamatan Koto Tangah Padang itu, tidak hanya sekedar persoalan hukum Maboet suku Sikumbang, tapi juga menyangkut tentang dugaan korupsi yang sudah kami laporkan dulu ke KPK dan sudah dimulai penelusurannya. Selain itu persoalan ini juga menyangkut kehormatan dan Marwah saya sebagai putra daerah.
Maksudnya??
Dulu, zaman saya Kapolda, Kasus 765 ha ini sudah hampir tuntas. Pihak BPN juga begitu. Semuanya merujuk pada putusan dan penetapan pengadilan. Ini kan negara hukum, semua tindakan dalam menangani perkara harga harus patuh dan taat pada hukum. Hukum adat dihargai, pemerintah dihormati, pengusaha dan rakyat yang ada di atas lahan itu, dijamin tidak ada yang dirugikan.
Tapi, tidak lama setelah saya pindah, perkara ini berputar arah. 9 perkara yang kami tangani dulu, tiba-tiba semuanya di SP3. MKW Lehar CS ditangkap. Mereka dijadikan tersangka mafia tanah. MKW Lehar meninggal dalam tahanan. Dua lainnya sampai kini sudah hampir 2 tahun kasusnya, tidak jelas nasibnya. Makanya, dalam tulisan pertama saya mempertanyakan, Siapa sesungguhnya yang mafia?
Siap dengan konsekuensi munculnya persepsi yang macem-macem tentang Anda??
Dari dulu saya sudah dengar, rumor yang menyebutkan bahwa saya “ada main” dapat uang, dapat tanah dari penanganan perkara ini. Puncaknya menjelang Pilkada 2020, saat itu saya sudah tegas-tegas bantah.
Bahkan saya sampaikan, jika saya ada menerima uang, mendapatkan tanah dalam perkara Maboet itu, tidak selamat hidup saya dunia akhirat. Sekarang, jika muncul lagi rumor itu, silakan saja, saya siap. Jangankan persepsi, konsekuensi hukum pun, saya siap bertanggung jawab.
Kedengarannya kok keras sekali??
Ini Bukan soal keras atau lunak. Ini menyangkut prinsip hidup. Jangankan sudah purnawirawan sekarang ini, dulu waktu masih dinas aktif, jika ada yang tidak benar, Saya akan berteriak, meski jabatan taruhannya. Dulu waktu ada upaya stigmatisasi, Sumbar daerah intoleran, kabar tentang persekusi di Solok, tentang sarang radikalisme di Sumbar, saya lawan. Faktanya kan begitu. Tidak terbukti ada persekusi. Sumbar tidak sarang radikalisme.
Lalu sekarang sesungguhnya apa yang anda harapkan dari penanganan perkara ini??
Satu saja. Tegakkan hukum dengan benar. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan.
(Marlim)