Bukittinggi–Areal terminal tipe A Simpang Aur Kuning, Kota Bukittinggi diduga dikuasai preman yang bekerjasama dengan oknum tertentu. Akibatnya, terminal yang seyogyanya khusus untuk mangkal bus AKAP dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dijadikan bisnis pungutan ilegal, seperti banyak parkir mobil pribadi, sepeda motor dan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Kesemuanya tersebut disangkakan telah dikelola secara terkoordinir, untuk keuntungan pribadi oknum tadi itu, telah menyebabkan areal terminal semerawut yang bahkan lebih mirip pasar, sehingga fungsi terminal sebagai tempat menaik dan menurunkan penumpang tidak berfungsi sebagaimana layaknya.
Keterlibatan salah satu SKPD di Pemerintahan Kota Bukittinggi juga patut disangkakan. Pasalnya, berdasarkan fungsi terminal menaik dan menurunkan penumpang dengan dijadikan parkir kendaraan roda dua dari informasi didapatkan telah dijadikan parkir resmi, di bawah pengelolaan Dinas Perhubungan
“Kami tidak pernah memberikan izin kecuali sikon karena terminal berada di tengah-tengah pasar makanya terjadi maraknya pedagang kaki lima di pinggir pinggir terminal,” terang Kepala Terminal Aur Kuning tipe A Syafrizon, saat ditemui di ruangan kantor ,dalam terminal Aur Kuning Bukittinggi pada Sabtu (15/05).
Menurut Syafrijon, terminal Aur Kuning, Bukittinggi sejak beralih ke Kemenhub sejak 1 Januari 2017 hingga saat ini sudah dijelaskan bahwa di dalam terminal tidak diizinkan berjualan, kecuali kecuali di seputaran tower.
Lanjut dikatakannya, dalam pelaksanaannya kami tetap menghimbau dan melarang berjualan di terminal, karena bukan tempat untuk berjualan bahkan kami sering menertibkan para pedagang tersebut.
“Seluruh personil kami arahkan untuk menertibkan PKL namun setelah ditertibkan , satu jam kemudian mereka mulai berdatangan kembali,” sebut kepala terminal Aur Kuning.
Kami berharap, tim ketertiban yang dikelola oleh Pemda yakni SK 4, bisa bekerjasama dengan kami di terminal untuk penertiban seluruh PKL termasuk pedagang asongan.
“Kalau untuk titik parkir roda dua itu dikelola oleh Pemko yakni Dinas Perhubungan, bukan dikelola oleh kami dari personil terminal di Aur Kuning,” tegasnya.
Terhitung mulai 1January 2017 didalam terminal tidak ada lagi retribusi termasuk dulunya retribusi Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang ada didalamnya adalah Penerima Negara Bukan Pajak (PNPB) loket yakni orang yang bersangkutan yang penyewa loket langsung setor ke bank
“Untuk titik parkir roda empat sebenarnya dengan sikon seperti ini kami masih memberi izin dengan catatan hanya untuk mengantar atau menjemput tapi kenyataannya ada juga yang masih parkir disana, padahal kami tidak pernah memberi izin parkir didalam terminal,” imbuhnya.
Ia memaparkan, kami sudah bekerjasama dengan Kapolsek dan Lantas untuk bekerjasama menertibkan parkiran di seputaran terminal Aur Kuning, Terminal Aur tetap diserahkan oleh Kemenhub
“Untuk parkir roda dua kami hanya menertibkan bukan mengelola karena yang punya lahan kami, yang membersihkan kami, yang menerima hasil adalah Pemko,” ujarnya.
Lanjut katanya, ia sudah koordinasi dengan SK 4 (Pol PP) cuma SK 4 bekerja hanya di Hari Rabu dan Hari Sabtu selain dari itu mereka bekerja hanya siaga.
“Mungkin dengan kondisi sekarang saya lihat SK 4 tidak melakukan upaya untuk menangani masalah ini hingga saat ini.
Saya berharap kerjasama dari Pol PP khususnya SK 4 untuk menertibkan pedagang kaki lima termasuk pedagang asongan didalam terminal ini,” tutur Syaf.
Kami juga tidak pernah memberi batas untuk PKL berjualan sebab kalau kita memberi batas berarti sama saja dengan memberi izin, dan nantinya siapa yang bisa mengkoordinir
Didalam terminal tidak ada izin untuk berjualan, jika tetap diberi batas dan akan membludak para PKL berjualan .
“Saya juga dapat informasi ,bahwa ada oknum/preman, seakan-akan ingin mengelola PKL didalam Terminal Aur Kuning” pungkas Syafrijon. Hen
Untuk update berita melalui WhatsApp silahkan Gabung di Grup BERITA TERBARU BENUANEWS