Diduga Ada Mafia Tanah di Balik Proyek Green Kawangkoan Residence, Ahli Waris Ticoalu Tagih Janji Polda Sulut!

1000925708.jpg

SULAWESI UTARA – (Benuanews.com)
Max P. Angkouw, selaku pihak yang diberi kuasa penuh oleh kakaknya, Henny B. Angkouw, bersama Samuel Jordy Ticoalu—anak dari almarhum Jantje Ticoalu—mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) agar segera menindaklanjuti Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Manado Nomor 04/Pid.Praper/2016/PN Mnd, tertanggal 26 April 2016.

Dalam amar putusan tersebut, pengadilan memerintahkan Polda Sulut untuk menindaklanjuti dan menyerahkan tersangka Arnold Lumentut ke kejaksaan terkait dugaan pemalsuan surat dan tanda tangan, pengrusakan, serta penggelapan hak atas tanah.

“Kami meminta penyidik Polda Sulut segera memproses hukum sesuai dengan putusan praperadilan. Alat bukti yang kami serahkan sudah lebih dari cukup untuk menindak saudara Arnold Lumentut dan dr. Febrian H.W. Lumentut,” tegas Max P. Angkouw kepada wartawan.Kamis 09/10/2025

Menurut Max, tidak ada dasar hukum maupun bukti sah yang menunjukkan bahwa tanah tersebut milik Arnold Lumentut dan dr. Febrian H.W. Lumentut. Sebaliknya, seluruh dokumen legal dan alas hak kepemilikan mengarah kepada almarhum Jantje Ticoalu sebagai pemilik sah lahan tersebut.

Ia juga menyoroti dugaan keterlibatan sejumlah mantan hukum tua Desa Kawangkoan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara (Minut) dalam praktik suap dan mafia tanah yang diduga terjadi dalam proses jual beli lahan kepada pihak pengembang.

“Saya sudah berulang kali sampaikan, tanah itu jelas milik ahli waris Jantje Ticoalu. Dugaan adanya mafia tanah dan permainan aparat desa harus diungkap tuntas,” ujar Max.

Diketahui, objek sengketa berada di wilayah Desa Kawangkoan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minut, yang telah menjadi persoalan hukum sejak 12 Desember 2014. Sengketa bermula ketika Arnold Lumentut mengklaim lahan kebun bernama Mapapra atau Mangustang sebagai miliknya dengan alasan telah dibeli oleh orang tuanya. Namun, hingga kini tidak ada bukti sah yang dapat membuktikan klaim tersebut.

Sebaliknya, surat-surat kepemilikan yang dipegang pihak Lumentut diduga kuat palsu, sehingga ahli waris melaporkannya ke Polda Sulut dengan tuduhan pemalsuan surat, tanda tangan, pengrusakan, dan penggelapan hak atas tanah.

Selain itu, pada 27 Oktober 2006, Frangky Sigarlaki yang saat itu menjabat sebagai Hukum Tua Desa Kawangkoan, diduga menerbitkan surat keterangan tanah tidak bermasalah secara tidak sah. Kemudian pada 10 Oktober 2018, surat register desa kembali disahkan sepihak untuk kepentingan Arnold Lumentut.

Berdasarkan dokumen kepemilikan, lahan seluas lebih dari 6 hektare tersebut merupakan milik Fredrik Hendrik Ticoalu, yang diwariskan kepada dua anaknya: Christien Ticoalu dan Jantje Ticoalu. Setelah Christien meninggal dunia tanpa keturunan pada tahun 1998, hak waris beralih sepenuhnya kepada Jantje Ticoalu, yang kini diteruskan oleh istrinya Henny B. Angkouw dan anaknya Samuel Jordy Ticoalu.

Lebih jauh, Max menambahkan bahwa sebagian lahan sengketa kini telah dibangun menjadi kawasan perumahan Green Kawangkoan Residence oleh pihak pengembang.

“Kami meyakini ada permainan mafia tanah di balik proyek perumahan Green Kawangkoan Residence. Lahan itu jelas milik ahli waris keluarga Ticoalu, bukan milik pihak lain,” tegasnya.

Max juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan keterangan resmi kepada tim Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri pada 23 Juli 2025 di Polda Sulut. Pemeriksaan tersebut dipimpin oleh perwira tinggi berpangkat Brigjen, bersama seorang Kombes dan dua AKBP.

Namun hingga kini, kata Max, pihak pelapor belum menerima surat resmi hasil tindak lanjut dari supervisi Irwasum Mabes Polri.

“Anehnya, sampai sekarang belum ada hasil yang kami terima. Ketika kami menanyakan ke pihak Wassidik dan Itwasda Polda Sulut, justru saling lempar tanggung jawab. Kami berharap kepolisian menegakkan hukum dan membongkar praktik mafia tanah yang merugikan keluarga ahli waris,” pungkas Max P. Angkouw.

(R.Agus)

scroll to top