JAMBI-(Benuanews.com)-Perkumpulan Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) melayangkan laporan resmi mengenai dugaan pelanggaran serius di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi. Laporan tersebut memotret serangkaian aktivitas industri yang dituding melanggar zonasi, merusak lingkungan situs purbakala, serta mengancam kelestarian salah satu pusat peradaban Melayu Kuno di Nusantara.
Dalam dokumen yang diterima redaksi, LPKNI menguraikan adanya operasi sejumlah perusahaan di sekitar kawasan cagar budaya yang diduga beroperasi tanpa izin lengkap. Lembaga itu juga menemukan indikasi penghindaran kewajiban pajak hingga dugaan praktik koordinasi ilegal untuk memperlancar proses perizinan.
Perluasan kebun sawit dan alih fungsi lahan di zona perlindungan turut memperparah kondisi lingkungan situs. LPKNI mencatat hadirnya aktivitas Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) batubara, mobilisasi alat berat, lalu lintas truk, hingga operasi jetty dan tongkang yang berada dekat zona penyangga cagar budaya. Salah satu temuan paling mencolok adalah sebuah candi yang kini dikelilingi pagar seng. Di balik pagar itu, terpantau aktivitas yang diduga terkait kegiatan tambang batubara.
Menurut LPKNI, aktivitas tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan yang sulit dipulihkan:
– Getaran alat berat yang mengancam struktur candi dan artefak bersejarah.
– Erosi yang dapat merusak kanal-kanal kuno.
– Terganggunya ekosistem alam sebagai penyangga kawasan.
– Hilangnya nilai historis yang menjadi fondasi kawasan sebagai pusat studi peradaban Melayu Kuno.
– Turunnya kredibilitas pemerintah daerah dalam menjaga warisan budaya nasional.
LPKNI menilai serangkaian kegiatan industri itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Di antaranya Pasal 66 mengenai larangan merusak cagar budaya, Pasal 81 tentang pengubahan fungsi ruang, hingga Pasal 104 yang memuat sanksi pidana maksimal lima tahun penjara dan denda Rp5 miliar bagi pihak yang menghalangi upaya pelestarian.
Lembaga tersebut juga menyoroti potensi pelanggaran lain: pemisahan bagian cagar budaya, pendokumentasian tanpa izin, pemanfaatan komersial yang tidak sesuai ketentuan, hingga pengalihan kepemilikan ilegal. LPKNI menyebut temuan ini bukan hanya bertentangan dengan regulasi nasional, tetapi juga dengan standar perlindungan warisan budaya internasional.
Ketua Umum LPKNI, Kurniadi Hidayat, menegaskan Muarajambi adalah warisan kebudayaan kelas dunia yang memerlukan perlindungan ketat.
“Kawasan ini bukan sekadar situs arkeologi, tetapi tapak peradaban dan pusat spiritual masa lampau yang memiliki nilai universal bagi sejarah Nusantara,” ucap Kurniadi.
Ia juga menyoroti bahwa pelestarian cagar budaya berkaitan langsung dengan perlindungan konsumen, terutama dalam industri pariwisata dan produk budaya.
LPKNI mendesak seluruh aktivitas industri yang bertentangan dengan aturan dihentikan dan dipindahkan dari kawasan cagar budaya. Lembaga itu mendorong pengawasan lintas instansi serta pelibatan masyarakat dalam pemantauan.
Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi memiliki luas 3.981 hektare dan ditetapkan melalui Keputusan Mendikbud Nomor 259/M/2013. Area ini dibatasi oleh Sungai Berembang dan Desa Danau Lamo di utara; Desa Teluk Jambu dan Dusun Mudo di timur; Desa Kemingking Dalam dan Tebat Patah di selatan; serta Desa Baru dan Danau Lamo di barat.
LPKNI turut menyampaikan tembusan laporan kepada Presiden RI, ICOMOS, UNESCO, Kemendagri, Kemenkeu, Kemendikbud, dan Kapolri.