Diduga Mark Up Biaya Kunjungan Industri ke Yogyakarta, FORJI Laporkan SMKN 1 ke Inspektorat Provinsi Jatim
Lumajang,Benua News.com — Forum Jurnalis Independen ( FORJI) Lumajang resmi melaporkan dugaan praktik mark up biaya kunjungan industri di SMKN 1 Lumajang ke Inspektorat Provinsi Jawa Timur.
Dalam laporan tersebut, FORJI menyoroti adanya dugaan penggelembungan biaya perjalanan siswa ke Yogyakarta yang mencapai Rp.1,5 juta per siswa. Nilai tersebut dinilai tidak wajar dan terlalu tinggi dibandingkan dengan biaya standar kegiatan serupa di sekolah lain.
Ketua FORJI Lumajang, Bawon Sutrisno, S.Sos yang juga menjadi Ketua Pimpinan Cabang LPKNI Lumajang, menjelaskan bahwa laporan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan di satuan pendidikan negeri.
“Kami menilai biaya Rp.1,5 juta per anak untuk kegiatan kunjungan industri ke Yogyakarta tidak masuk akal. Harusnya sekolah mampu menyusun rincian anggaran secara transparan dan proporsional. Karena itu, kami minta Inspektorat Provinsi Jawa Timur segera memeriksa dan mengaudit penggunaan dana tersebut, tegas Bawon, Kamis (16/10/2025).
Menurut Bawon, indikasi mark up tersebut muncul setelah pihaknya menerima sejumlah aduan dari wali murid yang merasa keberatan dengan besaran biaya yang ditetapkan oleh pihak sekolah. FORJI pun telah mengumpulkan bukti-bukti administrasi yang mendukung laporan tersebut.
“Kami punya data pembanding dari sekolah lain yang melakukan kegiatan serupa, biayanya jauh lebih rendah. Jadi, dugaan adanya penggelembungan anggaran ini cukup kuat,” tegasnya.
Sementara itu, saat awak media mencoba melakukan konfirmasi kepada pihak SMKN 1 Lumajang, baik Kepala Sekolah maupun Humas sekolah tidak merespons panggilan telepon maupun pesan yang dikirimkan. Hingga berita ini tayang, pihak sekolah belum memberikan keterangan resmi terkait laporan tersebut.
FORJI berharap agar Inspektorat Provinsi Jawa Timur segera turun tangan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap penggunaan dana kegiatan kunjungan industri tersebut.
“Kami hanya ingin memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan uang orang tua siswa. Pendidikan harus bersih dari praktik seperti ini,” tungkas Bawon.
Reporter : Bersambung…!