PEMATANGSIANTAR-Benuanews.com-Polemik seputar tempat hiburan malam Studio 21 kembali mencuat setelah lokasi tersebut kembali beroperasi bebas, meski beberapa bulan lalu telah dipasang garis polisi terkait pengungkapan kasus dugaan peredaran narkotika jenis ekstasi.
Dalam operasi sebelumnya, aparat Kepolisian disebut berhasil mengamankan sejumlah pelaku beserta barang bukti pil ekstasi. Namun, pemilik gedung yang dikenal dengan inisial A (Amut) disebut-sebut tidak tersentuh proses hukum, sehingga memunculkan pertanyaan publik mengenai ketegasan penegakan hukum di wilayah tersebut.
Pertanyaan Publik: Ada Apa dengan Penegakan Hukum?
Kembalinya Studio 21 beroperasi tanpa hambatan memicu keresahan di tengah masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana mungkin tempat yang sebelumnya disinyalir sebagai lokasi peredaran narkotika dapat dibuka kembali tanpa ada kejelasan proses hukum terhadap pemilik tempat.
Sejumlah warga menilai hal ini menjadi indikasi lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap penyedia fasilitas yang diduga turut memberi ruang bagi praktik peredaran narkotika.
Ketua DPP KOMPI B Mendesak Kapolri Turun Tangan
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B), Henderson Silalahi, menyampaikan sikap tegasnya. Ia meminta Kapolri untuk mengeluarkan instruksi langsung kepada Kapolda Sumatera Utara (Kapoldasu) agar mengambil langkah tegas dan transparan.
> “Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Jika benar tempat tersebut pernah menjadi lokasi peredaran narkotika, maka penyedia tempat juga harus dimintai pertanggungjawaban. Kami mendesak Kapolri untuk memberi perintah tegas kepada Kapoldasu agar memproses Amut secara hukum dan menutup permanen Studio 21,” ujar Henderson.
Henderson menilai bahwa pembiaran seperti ini dapat mencoreng marwah kepolisian dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Potensi Pelanggaran Hukum yang Bisa Dikenakan
Jika proses hukum dilanjutkan, pemilik tempat berpotensi dijerat dengan pasal-pasal berikut, apabila terbukti secara sah dan meyakinkan di pengadilan:
1. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 131
Setiap orang yang mengetahui tetapi tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika dapat dipidana.
Pasal 55 dan 56 KUHP (Turut Serta & Membantu)
Pemilik tempat dapat diproses jika terbukti turut serta, membiarkan, atau memberi kesempatan sehingga peredaran narkotika terjadi di tempatnya.
Pasal 114, 112, 127 (untuk pelaku langsung)
Meski lebih ditujukan untuk pelaku pengedar/pengguna, namun dapat menjadi dasar pengembangan kasus oleh penyidik.
2. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
Mengatur kewajiban kepolisian untuk melakukan penegakan hukum tanpa diskriminasi.
3. Perda/Perizinan Tempat Hiburan
Jika ditemukan pelanggaran izin:
Tempat hiburan dapat ditutup sementara/parmanen oleh pemerintah daerah.
Desakan Penutupan Permanen Studio 21
Henderson menegaskan bahwa demi kepentingan masyarakat luas, Studio 21 sebaiknya ditutup permanen jika hasil pemeriksaan membuktikan adanya pelanggaran berat, khususnya terkait narkotika yang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Publik Menunggu Kejelasan
Hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai alasan Studio 21 dapat kembali beroperasi. Masyarakat dan lembaga sosial menunggu sikap tegas aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa kasus ini tidak menjadi preseden buruk mengenai adanya “kebal hukum” bagi pihak tertentu. *(Tim)*