Lumajang,Benua News.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan Prabowo–Gibran tengah menjadi sorotan publik. Meski sempat diwarnai isu kasus keracunan di sejumlah daerah, semangat masyarakat untuk ikut serta dalam mendirikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur MBG tetap tinggi.
Hal ini tak lepas dari fakta bahwa kebutuhan SPPG dapur di lapangan masih jauh dari memadai. Antara jumlah siswa yang harus dilayani dengan jumlah dapur MBG yang tersedia belum seimbang. Masih banyak daerah yang anak-anak sekolahnya menunggu distribusi MBG secara rutin.
Namun, di balik program mulia untuk meningkatkan gizi pelajar ini, tersimpan pula potensi bisnis yang cukup menjanjikan. Tim Globaltoday mencoba menghitung simulasi keuntungan dari satu unit SPPG dapur MBG.
Apabila sebuah yayasan atau lembaga pengelola SPPG melayani 3.000 porsi setiap hari, dan pihak pengelola menetapkan biaya Rp.2.000 per porsi, maka keuntungan yang diperoleh dalam sebulan dapat mencapai:
Rp.2.000 x 3.000 porsi x 22 hari = Rp.132 juta.
Nilai ini tentu sangat besar bagi sebuah unit usaha yang sekaligus menjalankan misi sosial. Tak heran, banyak investor maupun lembaga swasta kini mulai melirik peluang untuk ikut serta dalam mendirikan SPPG dapur MBG.
Ekonom sekaligus pengamat bisnis sosial, Dr. Anang Prasetyo, menilai bahwa program MBG tidak hanya membuka peluang usaha, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru di daerah. “Jika dikelola dengan baik, SPPG bisa menjadi model bisnis sosial yang berkelanjutan. Selain mendukung program pemerintah, lembaga pengelola juga bisa memperoleh keuntungan yang sehat,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat pendidikan, Dr. Mudafiatun Isriyah, M.Pd, mengingatkan agar orientasi bisnis tidak menggeser tujuan utama program. “MBG adalah tentang pemenuhan gizi siswa. Jadi kualitas makanan dan higienitas harus menjadi prioritas. Jangan sampai karena mengejar margin keuntungan, aspek mutu dan keamanan pangan diabaikan,” tegasnya.
Bagi sebagian pihak, program ini menjadi bukti bahwa kerja sama antara pemerintah dan masyarakat tidak hanya berdampak pada pemenuhan gizi anak bangsa, tetapi juga mampu menggerakkan ekonomi di daerah.
Masyarakat berharap pemerintah terus memperketat pengawasan terhadap kualitas makanan agar insiden yang merugikan kesehatan siswa tidak terulang, sekaligus membuka ruang lebih luas bagi hadirnya dapur-dapur MBG baru di berbagai daerah.
( Star)