Penipuan Yang Di Lakukan Guru ASN Menimbulkan Kerugian Finansial Dan Meninggalkan Trauma Psikologis Bagi Korbannya

Screenshot_20250117-0917392-1.jpg

Dompu,NTB.Benuanews.com. – Kasus penipuan yang melibatkan seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di Kabupaten Dompu memicu sorotan tajam masyarakat. Tersangka berinisial (Y), yang berprofesi sebagai guru di SD Inpres Kelurahan Kandai 2, Kecamatan Woja, divonis enam bulan tahanan Kota oleh Pengadilan Negeri Dompu setelah terbukti menipu korban inisial (M) hingga kerugian mencapai Rp.700 juta lebih.

Vonis ini dinilai terlalu ringan, terutama mengingat dampak besar yang ditimbulkan terhadap korban (M). Keputusan pengadilan yang berdalih alasan kemanusiaan karena tersangka memiliki bayi berusia satu tahun, memantik kritik keras dari publik yang mempertanyakan integritas sistem peradilan.

Kasus ini bermula pada Juli 2022, saat tersangka (Y), yang saat itu juga mengelola usaha BRI Link di wilayah Kandai 2, menawarkan investasi kepada korban dengan iming-iming keuntungan besar. Dengan modal relasi dan janji pendapatan pasif, (Y) berhasil meyakinkan korban untuk menanamkan dana awal sebesar Rp.30 juta. Transaksi itu kemudian berlanjut hingga korban (M) mentransfer dana tambahan, sehingga total investasi yang ditanam mencapai Rp.140 juta.

Namun, keuntungan yang dijanjikan mulai tersendat pada akhir 2022. Korban (M)yang merasa ada kejanggalan, melaporkan kasus ini kepada aparat penegak hukum (APH) setelah menerima berbagai janji kosong dari tersangka. Fakta persidangan menunjukkan bahwa tersangka sudah kesulitan membayar keuntungan sejak awal, tetapi tetap meminta tambahan dana dengan dalih memperkuat usaha.

Bukti-bukti yang diajukan korban, termasuk lebih dari 20 screenshot percakapan WhatsApp dan bukti transfer, menguatkan tuduhan terhadap tersangka. Dalam sidang, korban (M) menyatakan harapannya agar pokok investasinya sebesar Rp.140 juta dikembalikan. Namun, kerugian total, termasuk keuntungan yang dijanjikan, diperkirakan mencapai lebih dari Rp.700 juta.

“Saya hanya ingin hak saya dikembalikan. Saya tidak meminta lebih, hanya pokok uang yang sudah saya percayakan kepadanya,” Ujar Korban penuh harap.

Majelis hakim memberikan vonis enam bulan tahanan kota kepada tersangka dengan pertimbangan kemanusiaan, mengingat tersangka adalah ibu dari bayi berusia satu tahun. Namun, keputusan ini dianggap tidak setimpal dengan kerugian yang diderita korban dan dampaknya terhadap kehidupan sosial serta kepercayaan masyarakat.

Dengan memperhatikan pasal 378 jo pasal 64 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana dan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana serta peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

1. Menyatakan bahwa terdakwa (Y) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan secara berlanjut

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara enam bulan

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa yang di kurangkan seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan

4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan

5. Menetapkan barang bukti berupa 21 lembar bukti screenshot percakapan via WhatsApp antara M dan Y

6. Menetapkan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 2.500,000

“Vonis ini mencederai rasa keadilan. Alasan kemanusiaan tidak seharusnya digunakan untuk mengurangi hukuman terhadap pelaku kejahatan yang sudah jelas merugikan korban secara besar-besaran,” Ujar seorang pengamat hukum yang mengikuti jalannya kasus tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, Departemen Agama yang menaungi SD tempat tersangka mengajar belum memberikan pernyataan resmi mengenai langkah disipliner terhadap Y. Sebagai seorang ASN, tindakan Y dinilai tidak hanya mencoreng kepercayaan pribadi, tetapi juga nama baik institusi yang diwakilinya.

Kasus ini memperlihatkan celah besar dalam pengawasan etika ASN. Publik pun mulai mempertanyakan bagaimana seseorang yang terlibat dalam tindak pidana seperti ini masih bisa mempertahankan statusnya sebagai aparatur negara.

Penipuan ini tidak hanya berdampak pada kerugian finansial korban, tetapi juga menciptakan trauma psikologis mendalam. “Bukan hanya uang saya yang hilang, tetapi juga rasa percaya terhadap orang yang saya kenal,” ungkap korban dengan nada getir.

Kasus ini juga menjadi peringatan akan bahaya penipuan berbasis kepercayaan yang semakin marak di masyarakat. Tindakan manipulatif seperti ini merusak tatanan sosial, sekaligus menunjukkan perlunya kewaspadaan terhadap skema investasi yang menjanjikan keuntungan besar tanpa dasar yang jelas.

Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini, termasuk tindakan disiplin terhadap tersangka oleh instansi terkait. Publik menunggu langkah nyata untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar ditegakkan.

Tuntasnya kasus ini bukan hanya soal pengembalian uang, tetapi juga pemulihan rasa keadilan masyarakat yang telah dicederai.

Kasus ini tidak hanya menjadi pelajaran penting bagi korban, tetapi juga bagi masyarakat luas untuk lebih cermat dalam berinvestasi. Kepercayaan yang disalahgunakan oleh oknum seperti ini menjadi tamparan keras bagi integritas ASN di Dompu.

(Tim Investigasi)

scroll to top