Nasional,Benua News.com-Penipuan berbasis telekomunikasi kian hari kian marak, terus berkembang dengan modus-modus yang beragam pula. Mereka banyak menggunakan pendekatan emosional, dimana figur pesakita dijadikan objek penipuan, bisa anak, kakak, adik, orang tua dan lain sebagainya. Tentunya masyarakat khsusunya media harus terus gencar menyebarkan informasi ini agar masyarakat semakin cerdas dalam bersikap dan bertindak, yang tentunya harus bermuara pada penanganan ranah hukum, khususnya dalam bentuk informasi atau laporan kepolisian.
Dalam hitungan jam yang lalu, seorang menyampaikan informasi bahwa dirinya telah dihubungi seseorang yang di awal langsung bertanya kepada dirinya, apakah ia mengenal suara si penelpon tersebut. Berulang-ulang ia meyakinkan dirinya karena memang tidak mengenal suara itu. Setelah ia memberikan kata kunci terkait si penelpon yang mengaku saudaranya, akhirnya ia meyakini bahwa si penelpon adalah sepupunya, meskipun ia masih merasa adanya keganjilan dari aksen yang tidak seperti aksen saudaranya.
Dalam pembicaraannya, si penelpon mengatakan bahwa ia sekarang bekerja di perkebunan sawit di Pangkalan Bun Kalimantan. Degan nada meyakinkan, si penelpon itu telah mengetahui bahwa saudaranya yang ditelepon ini sudah sukses, dan mengetahui hal tersebut dari berita di jaringan internet. Bahkan senpat menasehati secara positif agar saudaranya yang ditelepon ini tetap mendekat pada Tuhan dan menerima kondisi apapun juga. Hebatnya aktor asal kaum munafikin ini seolah pendegar yang sabar dan bijak. Ya memang dasar penipu, rupanya keahlian “ahli neraka” ini sudah begitu mendalam dan begitu cerdas mencari celah kelemahan korban mereka.
Kesimpulannya dalam pembicaraan itu ia meminta nomor rekening calon korban dengan tujuan akan memberikan uang sebesar Rp 5.000.000 (Lima Juta Rupiah) untuk anak-anak saudaranya itu, sekaligus ia menitip Rp 17.000.000 (Tujuh Belas Juta Rupiah) untuk titip transfer kepada keluarga temannya di perkebunan sawit yang sedang sakit di rumah sakit. Disamping itu, ia juga mengirim tambahan Rp 500.000 (Limaratus Ribu Rupiah) untuk membeli pulsa sejumlah nilai tersebut, dan memasukkan ke nomor yang ia pergunakan saat itu (0821 2477 5312). Calon korban ini akhirnya merasa ada kecurigaan, karena sangat aneh, transfer ke rekeningnya bisa, kenapa harus titip transfer. Tapi calon korban tetap memberikan nomornya karena ada rasa kepenasaran.
Tak lama kemudian, ia mengirim pesan foto via WhatSapp dengan nomor yang berbeda (+1 615 345 3935), dengan alasan nomor yang ada WA itu dipergunakan untuk pekerjaan di lapangan. Menurutnya lagi, kalau mau kirim bukti transfer pulsa bisa ke nomor itu, karena kalau ia pakai nomornya sendiri harus ijin General Managernya. Pola penipuan yang tidak sempurna. Semakin tidak masuk akal. Dalam foto itu tampak struk transfer dari Bank Mandiri ke Bank BCA milik calon korban, sejumlah Rp 22.500.000 (Duapuluh Dua Juta Limaratus Ribu Rupiah).
Calon korban rupanya tidak sebodoh pemikiran penipu tersebut. Ia mencocokkan lokasi ATM dengan Google Map, ternyata tidak ada. Di rekening Bank BCA miliknyapun tidak ada transfer. Beberapa menit ia menelepon lagi memberitahu bahwa transfer sudah dilakukan. Calon korban mengatakan bahwa transfernya belum masuk. Penipu ini segera menjawab bahwa transfer antar bank antar provinsi ada proses kliring, akan masuk satu jam dari waktu tersebut, atau selambatnya 2 X 24 Jam. Jawaban dungu tentunya. Di era digital ini, yang namanya transfer online antar bank apalagi antar rekening berjalan secara realtime dan langsung muncul di rekening penerima. Selang tiap beberapa menit ia menelpon calon korban agar mengirim dulu pulsa menggunakan uangnya yang akan terganti ketika uang yang penipu itu transfer.
Si Calon korban sebelumnya telah mengecek saudaranya yang namanya dicatut oleh si penipu itu, ternyata sedang ada di rumahnya di kota C dan sedang santai-santai. Tanpa rasa canggung si penipu terus meminta pengertian bahwa ia kasihan melihat keluarga temannya sakit menunggu kabar yang tidak bisa dilakukan olehnya karena membutuhkan pulsa. selang beberapa detik mengirimkan lagi foto anak kecil di rumah sakit, entah foto anak siapa yang dipakainya. Sungguh perbuatan keji. Orang-orang seperti ini memang tidak pantas disebut manusia. Perilaku biadab yang tidak pantas dilakukan manusia pada umumnya, dan tidak mempunyai empati jika kejadian yang ia perlhatkan menimpa keluarganya apalagi anaknya sendiri.
Masyarakat harus selalu menyebarkan berita-berita modus penipuan seperti ini, agar masyarakat semakin cerdas dan waspada terhadap modus-modusnya yang semakin kreatif. Selama mahluk yang bernama setan ini masih berkeliaran di muka bumi hingga menunggu waktunya bersama para pengikutnya di hari pengadilan akhir, akan selalu mengusik dan mengganggu hati manusia yang tidak memiliki iman akan keyakinan bahwa menipu adalah perbuatan hina, keji dan biadab. Kita sebagai manusia yang sadar akan kebobrokan ahlak tersebut harus saling melindungi sesama kita anak bangsa ini, dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum agar para penipu ini tidak saja kelak akan menerima akibat dari perbuatannya akan berbalik pada dirinya dan keluarganya, tentunya harus diberi efek jera melalui langkah hukum yang konstruktif.