Lombok Utara, NTB.Benuanews.com.
Hak Guna Bangunan (HGB) pada aset tempat wisata di Pulau Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat disarankan dapat diberikan kepada masyarakat setempat dibandingkan investor asing. Masyarakat dinilai bakal lebih ikhlas membayar royalti ke negara untuk mendapatkan HGB tersebut.
“Dari pada dikasihkan ke orang asing, masyarakat akan ihlas kalau kita yang bayar royalti ke negara untuk dapat HGB. Royalti per meter cuma Rp25 ribu,” Kata Mantan Plt Bupati Lombok Barat, HM Izzul Islam saat dihubungi media Ini dari Jakarta, Senin (6/3/2023).
Pengembalian itu menyusul berakhirnya HGB dari PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada 2022. GTI menguasai 75 Hektar HGB yang didapatkan dari negara melalui Pemprov NTB.
Kabupaten Lombok Utara di mana Gili Trawangan berlokasi sebelum pemekarang merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat yang dipimpin oleh Plt Bupati HM Izzul Islam selama 2008-2009. Sebelumnya, Izzul menjabat Wakil Bupati periode 2004-2008.
“Maunya Pak Gubernur (Zulkieflimansyah), supaya tetap masyarakat yang di depan. Investor nanti kerja sama dengan masyarakat. Misalnya orang asing berinvestasi,” Ujarnya.
Di tengah perjalanan, Gubernur NTB sudah menandatangani 11 kontrak Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) dengan investor asing. “Mungkin ini di luar kontrol Pak Gubernur. Terjadilah isu korupsi,” Tuturnya.
Baru-baru ini, Lembaga Advokasi Pemuda Anti Korupsi meminta Kejaksaan NTB untuk mengungkap keterlibatan oknum ASN di Pemprov tersebut terkait kasus dugaan korupsi sewa kelola aset Gili Trawangan. Sejauh ini, keterlibatan oknum ASN Pemprov NTB dalam dugaan korupsi sewa kelola aset Gili Trawangan masih misterius.
Izzul menduga adanya keterlibatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Nusa Tenggara Barat alias BPKAD dan Biro Hukum. “Jika biro hukum sudah paraf dan Sekda (Sekretaris Daerah) paraf, kadang-kadang enggak dibica oleh Gubernur. Itu jadi merugikan daerah dan masyarakat setempat,” tuturnya.
Menurut dia, keinginan dirinya sama dengan keinginan Gubernur NTB, yakni mengembalikan HGB ke masyarakat. Sementara investor bekerja sama kalau ada pengusaha dari luar, termasuk asing.
Meski dinilai illegal, menurutnya, masyarakat setempat tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mereka sudah menetap di situ sejak Gili Trawangan masih berbentuk hutan belantara. Apalagi, mereka juga memiliki izin mendirikan bangunan atau IMB yang didapat sejak tahun 2000-an dan notabene diterbitkan oleh pemerintah.
“Pajak penghasilan dari restoran juga mereka bayar,” Tutur Izzul.
Namun demikian, 11 kontrak terlanjur ditandatangani. “Ini yang harus dipikirkan oleh Pak Gubernur bagaimana cara menarik tanda tangan itu. Itulah yang membuat masyarakat ribut, keberatan,”
(Imbuhnya)
{Nura}