Palembang – Aiptu FN personil Sat Samapta Polres Lubuk Linggau yang terlibat insiden dengan petugas Debt Colector masih menjalani pemeriksaan intensif di Bid Propam Polda Sumsel.
Kabid Propam Polda Sumsel Kombes Pol Agus Halimudin SIK membenarkan terkait pemeriksaan yang tengah dijalani oleh Aiptu FN. ” Personil ini terindikasi melanggar kode etik, terkait dengan pelanggaran kelembagaan dan etika kemasyarakatan, serta etika kepribadian,”ucap Agus.
Namun terkait sanksi apa yang bisa dikenakan terhadap Aiptu FN atas tindakannya tersebut bergantung pada hasil pemeriksaan yang tengah dijalaninya.
” Untuk itu nanti di proses pengadilan profesi kode etik yang memutuskan, tugas kami dari Propam memeriksa dan menuntut sekuat-kuatnya sesuai dengan bukti dan alat bukti kami temukan,” cetus Agus.
Sejumlah barang bukti juga pihaknya terima dari Aiptu FN diantaranya pakaian yang kenakan saat kejadian dan senjata tajam jenis sangkur yang digunakan saat melakukan penyerangan.
Meski demikian, pemeriksaan terhadap Aiptu FN terus berjalan secara intensif. Dan terhadap penanganannya Aiptu FN juga akan dilakukan penempatan khusus selama 30 hari.
” Yang bersangkutan sudah mengakui kejadian itu, memang perbuatan yang dilakukan oleh bersangkutan. Kondisi yang dialaminya saat itu panik karena menghadapi 12 orang yang tidak dikenal oleh dia,” ucap Agus.
Sementara dijelaskan juga Bid Propam Polda Sumsel juga terus melakukan koordinasi ke Ditreskrimum Polda Sumsel guna penanganan pidana yang dilakukan oleh Aiptu FN.
Direktur Ditreskrimum Polda Sumsel Kombes pol Anwar Reksowidjojo SIK mengaku pihaknya terus melakukan penyelidikan termasuk juga laporan yang dibuat oleh istri Aiptu FN yakni DS pada beberapa waktu lalu.
” Dua hal ini (laporan polisi) tengah kita jalani, dan berdasarkan fakta dilapangan sedang kita kumpulkan dan akan kita sampaikan setelah mendapat yang maksimal,” ucap Anwar.
Terkait itu, Direktur Ditreskrimum Polda Sumsel juga tidak membenarkan perusahaan finance yang masih menggunakan pihak ke tiga (Debt Colector -red) dalam memproses permasalahan penjaminan.
“Berdasarkan keputusan MK 2019 nomor 2 dimana apabila pihak Debt Colector terjadi wan prestasi terhadap jalannya pembayaran kredit dari segala kendaraan bermotor maka boleh menyampaikan secara persuasif, dan tidak arogan dan apabila debitur tidak menyerahkan bisa mengajukan eksekusi ke Pengadilan,” ucap dia.
Dan apabila hal semacam ini penarikan paksa unit kendaraan terjadi pada masyarakat lainnya, itu dapat dilaporkan.
” Dan syukur-syukur itu bisa dividiokan (aksi penarikan paksa),” ucap Anwar.(☆)