Irjen Pol. Prof. Chryshnanda DL :Literasi Media Dan Kepemimpinan Di Era digital

IMG-20240529-WA0015.jpg

JAKARTA.(Benuanews.com)-Era digital era volatility, uncertainty, complexity, ambiguity ( vuca ), yang serba cepat tak terduga yang kompleks dan penuh ketidakpastian perlu pemimpim dan kepemimpinan di era digital untuk menanganinya.

Media dibera digital menjadi arena atau ruang yang dipilih dan digunakan untuk berbagai kepentingan hidup dan kehidupan manusia di  semua gatra kehidupan bisa dilakukan di sana. Dari masalah pribadi sampai masalah politik kenegaraan, ekonomi, sosial budaya hingga pelayanan publikpun bisa dilakukan. Warga pengguna dunia virtualpun memiliki nama ( warga net atau netizen). Mereka menjalankan aktivitas dalam dunia virtual. Media terutama media sosial mampu menggeser media konvensional. Informasi dan komunikasi begitu cepat. Apa saja ada dan apa saja bisa bahkan dimana saja siapa saja pun bisa.

Media menjadi pilar literasi yang menjadi arena pencerahan, pencerdasan, pengkayaan, pemberdayaan, transformasi pengetahuan, dan banyak hal positif bagi hidup dan kehidupan lainnya.
Media sebagai pilar literasi juga untuk mengatasi dampak kemajuan teknologi.
Berkembang pesatnya informasi berdampak pada munculnya “post truth”.

Post Truth merupakan era penumpulan daya nalar yang dapat berdampak mengobok obok emosi dan persepsi publik yang dapat dikendalikan untuk menimbulkan potensi konflik. Logika tdk lagi diutamakan yang dipentingkan emosional spiritual. Kemasan primordialisme  digelorakan agar kebencian semakin membara. Tanpa pikir panjang peradilan sosialpun merebak di semua lini. Saling menuduh saling menyalahkan saling menghina saling mengobok obok jiwa hingga harga diri. Tanpa sebutir peluru keluar moncong laras senjata perang dapat dimulai.
Post truth kontra produktif, pembodohan menggelora di mana mana. Era post truth menjadi ajang pemutar balikkan fakta. Isi media diacak adul sehingga antara fakta dan kebohongan bahkan kemasan dalam primordialisme akan dapat dikembangkan menjadi pemicu konflik. Dari melempar issue, melabel hingga ujaran ujaran kebencian. Opini publik dapat diobok obok dan dibingungkan dengan primordialisme untuk menggerus nalar dan ujungnya pada kebencian. Tatkala kebencian sudah merasuk di dalam opini publik tinggal menunggu triger untuk meledakkannya.

Berbagai masalah di era post truth yang berdampak pada gangguan keteraturan sosial antara lain :
1.Premanisme yang tumbuh subur dalam lingkungan yang sarat dengan KKN, ketidak adilan, dan Kesewenang wenangan
2.Birokrasi yang lebih menekankan pada pendekatan personal yang berdampak buruknya pelayanan kepada publik
3.Berbagai bentuk kejahatan
Kejahatan konvensional, kejahatan trans nasional, kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime, kejahatan siber, kejahatan
jalanan dan kejahatan kerah putih, narkotika
Berbagai bentuk pelanggaran
Pelanggaran administrasi, pelanggaran HAM, pelanggaran operasional dan tata kelola. Munculnya berbagai hal yang ilegal
4.Faktor alam dan lingkungan
Alam dan lingkungan dari bencana alam hingga kerusakan alam lingkungan dari udara, air, tanah, gunung, laut, dan berbagai kawasannya
5.Faktor sumber daya manusia tingkat kecerdasan dan kualitas sumber daya manusia yang redah yang sarat dengan primordialisme
6.Faktor politik dan kebijakan publik, politik yang terlambat atau tidak mampu menghadapi perubahan sosial, globalisasi dan modernisasi, perubahan begitu cepat.
7.Era post truth, hoax, serangan siber, dsb melalui media
8.Gaya hidup hedonisme yang berdampak tergerusnya nilai nilai budaya luhur
9.Lemahnya penegak hukum dan penegakan hukum dan sistem hukumnya
10.Sistem yang manual, parsial dan konvensional sehingga berdampak potensi penyimpangan yang begitu besar

Manajamen media bagi literasi bagi polisi dan pemolisiannya di era digital menjadi bagian penting bagi kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban.  Berita atau informasi apapun dapat diperoleh dengan cepat dan mampu menembus sekat batas ruang dan waktu.

Berbagai isu yang diputarbalikan dalam suatu pembenaran dapat dicounter dan menunjukan kebenarannya.  Media pilar literasi menjadi jembatan hati, penyambuh lidah, corong informasi bahkan sebagai sistem transformasi mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun sebaliknya media yang bukan bagi literasi menjadi kontra produktif sebagai penyerang, perusak bahkan pembunuh karakter. Saling serbu dengan model proksi dari pemberitaan buruk,  hoax hingga fitnah bisa ditebarkan dalam berbagai konflik kepentingan.

Post truth bukan kebohongan semata melainkan olahan fakta dan kebohongan yang diviralkan melalui berita hoax untuk mempengaruhi otak hati hingga pada suatu keyakinan pembenaran dijadikan kebenaran, bahkan yang membuatnyapun  meyakini sebagai kebenaran. Efek dari era post truth kebenaran dikalahkan dengan pembenaran.

Media bagi literasi menjadi standar fakta  kebenaran maka, menafikan pembenaran yang membodohi, menjerumuskan bahkan merusak sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Media pilar literasi akan mampu untuk :
1.Menjadi standar informasi atau berita yang benar sesuai fakta dan data
2.Mampu menginspirasi yang artinya kreatif dan inofatif
3.Mendorong orang lain berbuat baik dan benar / membangun budaya atau peradaban
4.Mampu memberitakan hal hal yang up to date
5.Mampu mengcounter issue
6.Mampu membuat sesuatu yang fun indah dan menghibur
7.Penumbuhkembangan literasi

Media literasi menjadi basis keteraturan sosial dunia virtual. Di era digital, dunia virtual menjadi wahana bagi hidup dan kehidupan. Sebaliknya juga dapat menghambat merusak hingga mematikan produktivitas. Pembunuhan karakter hingga mengganggu hidup kehidupan berbangsa dan bernegara bisa dilakukan. Hoax menjadi cara pembodohan penyesatanpun secara virtual.
Literasi Media dapat menjadi :
1.Media informasi
2.Media komunikasi
3.Media sosialisasi
4.Media edukasil
5.Media kepentingan politik
6.Media untuk labeling
7.Media bisnis
8.Media penggalangan solidaritas
9.Media penghakiman sosial
10.Media membangun jejaring sosial
11.Media laboratorium sosial
Dan masih banyak fungsi lainnya.

Melalui literasi  media pemetaan wilayah, masalah dan potensi dari berbagai kepentingan dapat diberdayakan untuk  :
1.Memberdayakan primordial sebagai kekuatan kebhinekaan yang mempersatukan.
2.Menggunakan soft power dan smart power dalam berbagai profesi menjadi jembatan komunikasi dan solidaritas
3.Membuka peluang bisnis dan pelayanan publik secara virtual
4.Mendapatkan dukungan  viewer maupun follower dari warganet
5.Mengetahui dan memetakan opini publik melalui intelejen media
6.Memberikan inspirasi, motivasi atas fungsionalisasi media sosial secara luas tentu akan berdampak pada perilaku netizen dengan kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban.

Literasi Media akan menjadi bagian penting untuk bagi kinerja intelejen dari : pemgumpulan data, analisa, produk dan networking ini dapat dilakukan dengan memberdayakan media sosial sebagai bagian dari laboratorium sosial. Dalam kehidupan masyarakat boleh dikatakan ada juga dalam media sosial. Dari pemetaan pembuatan pola polanya dan pengumpulan data maka akan dapat dihubung hubungkan. Dapat dianalisa untuk menghasilkan algoritma yang berupa info grafis, info statistik, maupun info virtual lainnya. Algoritma tadi dapat digunakan sebahai model untuk memprediksi mengantisipasi dan memberi solusi. Inyelejen media akan membantu menjembatani untuk terus berkembangnya fungsi media sosial secara positif dan mencerdaskan para warga net agar tidak hanyut dlm berita hoax. Selain itu juga bagi penegakkan hukum warga net yang dengan sengaja memperkeruh atau
pmengganggu keteraturan sosial.

Literasi Media dapat mendukung
1.Implementasi E Policing yang mencakup adanya :  Back office, Application yang berbasis Artificial Intellegent dan Net Work yang berbasis Internet of things dapat berfungsi sebagaimana semestinya dan menghasilkan Algoritma yang berupa info grafis, info statistik maupun info virtual lainnya sebaga prediksi antisipasi maupun solusi yang dapat diakses secara real time, on time dan any time.
2.Dapat menjadi Pusat K3i ( Komunikasi, Koordinasi, Komando dan Pengenadalian serta Informasi) dalam memberikan pelayanan prima di bidang : keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi, dan kemanusiaan secara prima.
3.Diimplementasikan dalam Smart Management dan Smart Operation. Diawaki petugas polisi siber ( cyber cops )
4.Mampu memonitor situasi dan kondisi lalu lintas teritama pada kawasan black spot, trouble spot atau kawasan kawasan penting lainnya.
5.Mendukung Sistem Pengamanan Kota ( Sispam Kota )
6.Mendukung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik ( SPBE ) melalui Big Data System dan One Stop Service Sistem

Pemimpin di era digital memiliki tugas dan tanggung jawab besar membangun pelayanan publik satu pintu ( one stop service ) dalam sistem on line yang berbasis ekektronik. Pemimpin di era digital dituntut untuk : peka, peduli, berempati, dan berbelarasa tidak mematikan tetapi menyadarkan, membangkitkan, menghidupkan, memberi daya gerak dan daya untuk menjadi dinamis tumbuh dan berkembang. Dirinya bukan menjadi matahari tetapi justru menjadi bulan, memberi pencerahan dan penerangan di saat kegelapan. Di saat terjadi kesesatan, di saat terjadi kelesuan, di saat terjadi keputusasaan pemimpin tampil sebagai sang penuntun, pembimbing, bintang pedomam,  arah, dan tujuan. Hidupnya siap berkorbaan dalam membangun dan mencapai sasaran. Tak gentar terhadap hambatan, tantangan, ancaman yang bisa merusak dan mematikan dirinya maupun keluarganya.

Jiwa seorang pemimpin akan melegenda. Pemimpin dikenang bukan dari kekayaannya, kezalimannya, tetapi karena kerendahatiannya, empatinya, rasa senasib sepenanggungan, kerelaan berkorban, kemampuan membawa kemajuan, menempatkan pada tempat sebagaimana yang seharusnya. Dadi ratu kudu ono lelabuhane, ora ono lelabuhane ora ono gunane. Ratu iku anane mung winates dadi kawulo tanpo winates.

Pemimpin itu bukan seberapa bernilai dirinya, melainkan seberapa bermanfaat dirinya bagi hidup dan kehidupan serta bagi semakin manusiawinya manusia.

“Saya lebih senang dan bangga berada di tengah-tengah anak buah saya,” demikian dikatakan oleh Jend. Sudirman. Walau sakit dan harus ditandu, ia ikut bergerilya untuk merasakan apa yang menjadi penderitaan anak buahnya. Kehebatan seorang pemimpin bukanlah pada dirinya dan tebar pesonanya, tetapi ada suatu transformasi menjadi kebaikan dan selalu ada pebaikan. Mahatma Gandi sebagai pemimpin berani dan mau memberi teladan dengan menenun sendiri pakaiannya. Ia tidak harus dengan berjas dasi. Martin Luther King Jr, pemimpin pergerakan antirasialis di Amerika, pun memperjuangkan hak-hak kaumnya dan berempati untuk tidak dengan kekerasan. Bahkan, ia pun menjadi korban kekerasan yang menghilangkan nyawanya. Demikian pula Mahatma Gandhi.
Lagi-lagi pemimpin memang yang akan memberi warna menjadi bintang pedoman arah dan tujuan. Menginspirasi, mampu memberdayakan dan mengajak anak buahnya mewujudkan mimpi-mimpinya. Di zaman modern ini pemimpin diituntut untuk berani, cerdas, dan murah hati, bukan dilayani. Dia mau menjembatani dan mau memahami bahkan menjadi role model bagi rekan dan bawahannya.  Ki Hajar Dewantoro tokoh pergerakan nasional pendidikan mengajarkan filosofi kepemimpinan:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo
2. Ing Madyo Mangun Karso
3. Tut Wuri Handayani.
Pemimpin memang harus memiliki empati dan mau berbagi rezeki dengan cara meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang dipimpinnya.

Keunggulan sang pemimpin
1.Menjadi role model. Menjadi suatu ikon/ role yang menginspirasi dan menjadi panutan serta kebanggaan
2.Memotivasi memberi spirit untuk menumbuhkan daya juang dan kratifitas serta nyali untuk melakukan kebaikan dan perbaikan
3.Memahami keutamaan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya
4.Memiliki kesadaran untuk belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu,
5.Siap menghadapi berbagai tantangan, tuntutan dan harapan di masa kini
6.Menyiapkan masa depan yang lebih baik
7.Visioner, proaktif dan problem solving, mampu memprediksi, mengantisipasi dan memberikan solusi
8.Komunikatif dan membangun Soft Power maupun Smart Power
9.Dinamis dan mampu mengatasi disrupsi dengan kreatif dan inovatif
10.Membawa dampak positif, dipercaya dan memdapat dukungan secara internal maupun eksternal.

Merubah mind set itu memerlukan pemimpin yang kebijakannya mendukung perubahan. Ada orang orang menjadi ikon atau panutan dan agen agen perubahan sebagai penggerak. Dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan.

scroll to top