Guru Besar Ilmu Hukum UI : Pernyataan Bahar Smith mengandung Penghinaan Formil, bukan Kritik Demokratis

IMG_20211230_142910.jpg

JAKARTA.(Benuanews.com) – Beberapa waktu belakangan ini kerap kali Pemerintah mendapat kritik dari publik. Tak ayal, terkadang kritik yang disampaikan justru melampaui kriteria kritik itu sendiri.

Kritik atau Pernyataan terhadap Kebijakan maupun Keputusan Pemerintah adalah dijamin oleh Konstitusi dalam kerangka kebebasan berpendapat, namun pernyataan yang berlebihan dan cenderung menghina, menghasut, bahkan menjelekan subyek yang dituju telah mengusik ruang publik.

Ambil contoh dengan pernyataan yang saat ini sedang ramai dibicarakan, “Bahar Smith yg demikian (terhadap Presiden Jokowi dan KSAD) adalah dilakukan dengan cara-cara sebagai pernyataan yang tegas dan jelas jalannya kasar, tidak obyektif, tidak sopan, tidak konstruktif dan tidak zakelijk sifatnya sehingga dimaknai sebagai “Penghinaan Formil”  (Formeele Belediging) yang tentunya membawa orang tersebut dalam apa yang kemudian disebut sebagai kebencian (“hatred”), ejekan/cemoohan (“ridicule”) ataupun merendahkan (“contempt”), maka pernyataan itu menjadi bentuk Penghinaan Formil yang strafbaar sifatnya.”
Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Ilmu Hukum UI,  Prof. DR. Indriyanto Seno Adji, SH. MA.

Beliau memandang perlu dan tepat bila aparatur penegak hukum negara dapat bertindak dan mengambil langkah hukum yang tegas.

“Wajar saja kehadiran Negara untuk menindak secara hukum terhadap Bahar Smith itu.  Perlu ketegasan aparat penegak hukum sebagai bentuk kepastian hukum di negara ini,” tegas Indriyanto Seno saat dimintai pendapatnya secara pribadi oleh awak media ini, Kamis (23/12/2021).

Ditambahkan Indriyanto Seno, Jadi haruslah dibedakan antara Pernyataan dalam konteks Kebebasan Berpendapat yang bersinggungan dengan disatu sisi, dengan Penghinaan Formil. Kebebasan absolut tanpa batas dan sewenang-wenang tidak diakui secara universal.

“Seperti halnya pernyataan Bahar Smith ini, karenanya bila dilakukan tindakan hukum,  Polri berada pada posisi base on law yg wetmatigheid sifatnya (sesuai UU),” tegas Guru Besar Ilmu Hukum UI ini.

Untuk diketahui, Bahar Smith usai bebas dari penjara mengatakan, “Kenapa kalau saya hina Jokowi, mau ditangkap saya? Jokowi bangsat, tangkap saya! Kenapa kalau saya hina Megawati? Mau tangkap saya? Megawati bangsat, tangkap saya!,” tegasnya.

“Jokowi, Ahok kebanyakan menyusu ke Megawati itu. Maka pada bangsat-bangsat otaknya itu,” tuturnya.

“Kita ini melihat suatu pernyataan dari Dudung. Mungkin banyak orang bertanya ‘kenapa habib kok tidak memanggil bapak (Dudung)’. Kenapa kok habib panggil nama (Dudung),” kata Bahar.

“Saya jawab, Dudung pernah memanggil nama Habib Rizieq dengan sebutan nama Rizieq. Kalau Dudung saja yang kapasitasnya bukan ulama memanggil Habib Rizieq dengan sebutan nama, terus kenapa saya harus menyebutnya dengan sebutan bapak?,” tegas Bahar.(*)

scroll to top