Labuan Bajo, 17 Juli 2022
Oleh Doni Parera
Pertama saya melihat sesuatu dibalik ini. Gubernur Laiskodat yang begitu bernafsu menguasai Tanaman Nasional Komodo (TNK). Dari banyak wacana liar yang meresahkan masyarakat seperti ‘pengusiran Warga Kampung Komodo di pulau Komodo beberapa tahun lalu hingga menuai demonstrasi besar besaran.
Ada kerjasama antara kementrian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) dan Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) beberapa bulan lalu yang tidak jelas poin poin kerjasamanya. Berkali-Kali minta informasi melalui audiens dari Badan Tanaman Nasioanal Komodo (BTNK) tetap saja disembunyikan, hingga sekarang tiba tiba muncul dengan kebijakan kenaikan tarif masuk ke pulau Komodo dan Pulau Padar kawasan TNK, yang dinilai tidak masuk akal. Dikarena serentak dan terlalu tinggi.
Berdasarkan kajian intelektual (Gelar Doktor) yang sangat khawatir atas terjadi rebutan oksigen di puncak padar, Pada hal anak Sekolah Dasar (SD) pun tau, bahwa oksigen baru akan menipis diatas ketinggian 1500mdpl, dan Puncak Padar Pasar hanya 400mdpl.
Dari Kajian intelektual yang melacurkan intelektualitasnya, diduga sudah dibayar untuk kepentingan Kapitalis yang hendak caplok TNK dengan tameng konservasi. Padahal, Kami melihat justru kebijakan ini akan bertentangan dengan upaya konservasi dalam kawasan TNK. Seperti kebijakan isolasi Pulau Komodo dengan harga selangit, Membuat pengunjung dibatasi.
Dibalik kertebasan para pengunjung tentu saangat berdampak para usaha seperti jasa wisata yang dilakoni oleh warga pulau Komodo akan ambruk!
Jika itu terjadi, Maka masyarakat yang menghuni pulau itu tidak ada pilihan lain agar bertahan hidup, akan kembali menjadi Nelayan. Karena warga telah lama beralih profesi dari nelayanberalih profesi menjadi pelaku pariwisata. Sementara kita tahu bahwa cara termudah untuk menangkap ikan dan hasil laut lainnya dengan cara yang tidak ramah lingkungan dan bertentangan dengan prinsip konservasi; seperti menggunakan racun tuba, balik karang untuk ambil kerang mata tujuh, bahkan kembali gunakan bom ikan seperti dulu, disaat Pandemi covid 19 yang sudah berlalu menjadi contoh yang baik.
Ada apa? Ini artinya, akan ada aktivitas yang disediakan dalam kawasan yang menjadi ekslusif itu, untuk didatangi berkali2 oleh pemilik tiket. Apa yang akan disediakan disana untuk mereka itu? There something behind. Karena pulau Mangiatan dan beberapa pulau lainnya yang tidak dihuni satwa komodo dan Rusa yang eksotis dalam kawasan TNK, sangat mengundang tangan tangan rakus untuk menjamah melalui bisnis mereka. Lalu, jika kenaikan harga untuk alasan konservasi atau rebutan oksigen menurut kajian pelacur intelektualitas itu, apakah penumpukan pengunjung di Loh Buaya Pulau Rinca kelak (karena tidak diterapkan tarif baru yang mahal) tidak akan menciptakan situasi ‘rebutab oksigen’ itu? Apakah Satwa Komodo di Rinca tidak butuh konservasi? Terkesan tidak konsisten, padahal masih dalam kawasan yang sama. Untuk itu, kita mesti menolak kenaikan tarif baru ini.