Mojokerto Benuanews ( jatim)
Nasib Bu Atinah buruh tani yg SHMnya di balik nama dan di jaminkan ke BRI oleh pengusaha kaya menuai permasalahan.
H.Sri Widodo salah satu tokoh di Desa Kebonagung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto di somasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Djawa Dwipa, Kamis (11/11/2021).
Ketua LBH Djawa Dwipa Hadi Purwanto, S.T., S.H. mengatakan bahwa berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Nopember 2021, berdasarkan data-data yang terkumpul dan hasil keterangan klien kami serta fakta-fakta yang ada. [14/11/2021, 08:45]
Hadi Purwanto menyampaikan “Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti mendasar yang kami sampaikan, maka dapat kami simpulkan “Konstruksi Perkara” yang terjadi sebagai berikut :
- Bahwa klien kami tidak pernah menjual sebidang tanah pertanian sebagaimana dimaksud dalam SHM Nomor 501 kepada saudara.
- Bahwa saudara telah membuat keterangan palsu atau memalsukan keterangan yang seolah-olah klien kami telah menjual sebidang tanah pertanian sebagaimana dimaksud dalam SHM Nomor 501 kepada saudara,” tandasnya.
Masih menurut Hadi pada poin 3. Bahwa akibat dari itu, saudara selanjutnya membuat dan menerbitkan Akta Jual Beli seolah-olah Jual Beli tersebut asli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bernama Edwina Kusuma Atmadja, SH. pada tanggal 13 Mei 2002 dengan No. : 81/2002.
- Bahwa selanjutnya saudara membuat Surat Keterangan Ahli Waris No. 23/WR/2001 pada tanggal 24 September 2001 yang dikuatkan oleh Kepala Desa Kebonagung, yang pada intinya surat itu seolah-olah asli dan dibuat sedemikian rupa sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli dan Balik Nama SHM No. 501.
“5. Bahwa akibat dari itu, status kepemilikan SHM No. 501 yang semula atas nama Uadi Pak Antinah berubah nama menjadi milik Sri Widodo yang tidak lain dan tidak bukan itu adalah nama saudara.
Keenam, bahwa untuk selanjutnya, saudara menjaminkan SHM No. 501 tersebut kepada Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 13 Juli 2002,” tutupnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum LBH Djawa Dwipa Akhmad Zamroni Ummatullah, S.H., S.Pd.I. M.H. menyampaikan “Selanjutnya wajib kami sampaikan kepada saudara, bahwa rangkaian peristiwa yang saudara lakukan secara sengaja, terstruktur dan sistematis bersama beberapa pihak yang terkait sebagaimana tersebut diatas adalah sebuah rangkaian peristiwa tindak pidana pemalsuan akta otentik atau dokumen negara yang sangat merugikan hak-hak klien kami baik secara moril dan material”.
“Adapun jerat hukum yang mengancam saudara dan beberapa pihak yang terkait adalah sebagai berikut : Pertama, Pasal 263 KUHP, yang menyatakan bahwa :
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian,” tegasnya.
Juga dijelaskan bahwa
“Pertama Klien kami Yadi Pak Antinah tidak pernah menjual sebidang tanah pertanian sebagaimana dimaksud pada SHM 501 atas nama Yadi Pak Antinah kepada saudara H. Sri Widodo.
Kedua, bahwa klien kami tidak pernah menyuruh atau memberi wewenang atau memberi kuasa kepada saudara untuk melakukan atau merubah status kepemilikan SHM 501 menjadi nama saudara H. Sri Widodo. Ketiga, bahwa hal tersebut dikuatkan dengan Surat Pernyataan para kliennya yang telah kami lampirkan dalam surat somasi ini,” terangnya pada hari Sabtu (13/11/2021) di Kantor LBH Djawa Dwipa, Jalan Raya Banjarsari No.59 RT 001 RW 001 Desa Kedunglengkong Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto.
Lebih lanjut dikatakannya, keempat, bahwa saudara H. Sri Widodo telah merubah status kepemilikan SHM 501 yang semula atas nama Yadi Pak Antinah menjadi Sri Widodo dengan keterangan seolah-olah dia telah membeli sebidang lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada SHM 501.
“Kelima, bahwa saudara H. Sri Widodo telah membuat dan menerbitkan Akta Jual Beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bernama Edwina Kusuma Atmadja SH. pada tanggal 13 Mei 2002 dengan No. : 81/2002.
Keenam, bahwa Jual Beli tersebut dikuatkan dengan Surat Keterangan Ahli Waris yang dibuat dan dikuatkan oleh Kepala Desa Kebonagung pada tanggal 24 September 2001 dan dikuatkan juga oleh Camat Puri pada tanggal 2 Oktober 2001 dengan No. 23/WR/2001,” jelasnya.
Masih kata Hadi, ketujuh, bahwa Kepala Desa Kebonagung yang membuat dan menguatkan Surat Keterangan Ahli Waris No. 23/WR/2001 pada tanggal 24 September 2001 adalah bernama Dasan yang beralamatkan di Dusun Kaliputih RT. 002/RW. 006 Desa Kebonagung Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.
“Kedelapan, bahwa hal ini dikuatkan berdasarkan Surat Keterangan Pemerintah Desa Kebonagung Nomor : 145/ /416.311.8/2021 pada tanggal 9 Nopember 2021 yang menerangkan bahwa nama Kepala Desa Kebonagung yang menjabat pada saat itu atau tepatnya pada Bulan September Tahun 2001 adalah saudara Dasan. Kesembilan, bahwa setelah menerbitkan Akta Jual Beli, selanjutnya saudara menjaminkan SHM No. 501 kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tanggal 13 Juli 2002,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, bahwa hal ini dikuatkan dengan adanya bukti Hak Tanggungan No. 240/2002 peringkat Pertama akta PPAT Katarina Dyanawati, SH pada SHM Nomor 501.
Juga dikatakannya, berdasarkan Pasal 264 KUHP, yang menyatakan bahwa : (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1) Akta-akta otentik.
2) Surat hutang atau sertifikat. hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum.
3) Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
4) Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu.
5) Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
Maka diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian,” pungkasnya.
Masih kata Akhmad Zamroni, berdasarkan Pasal 266 KUHP, yang menyatakan bahwa : (1) Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolaholah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
“(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian,” jelasnya.
Lebih jauh dikatakannya, debagai Penerima Kuasa, kami masih berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara baik-baik dengan penuh rasa tanggung jawab dan kekeluargaan. Untuk itu sudi kiranya saudara beriktikad baik untuk mempertanggung jawabkan perbuatan saudara kepada klien kami dengan langkah-langkah sebagai berikut :
- Mengembalikan SHM No. 501 kepada klien kami secara utuh dan sesuai aslinya
- Mengganti segala bentuk kerugian klien kami (moril dan materiil) akibat perbuatan yang telah saudara lakukan.
- Mengganti segala bentuk biaya yang timbul dalam penangan perkara ini.
- Meminta maaf secara tertulis kepada para klien kami.
“Demikian peringatan yang kami sampaikan, apabila selambat-lambatnya selama 3 x 24 jam setelah surat peringatan ini saudara terima dan tidak ada itikad baik saudara untuk menyelesaikan permasalahan ini maka secara tegas kami akan melaporkan saudara dan beberapa pihak terkait kepada Kepolisian Republik Indonesia demi memperoleh rasa keadilan yang menjadi hak klien kami,” tutupnya.
“Adapun jerat hukum yang mengancam saudara dan beberapa pihak yang terkait adalah sebagai berikut : Pertama, Pasal 263 KUHP, yang menyatakan bahwa :
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian,” tegasnya
(Kan)