JAKARTA.(Benuanews.com)-Sespim sebagai sekolah bagi pemimpin masa depan yang profesional cerdas bermoral dan modern yang kualitas literasinya tinggi.Harapannya kelak tatkala menjadi pemimpin dalam mengambil kebijakan dan menggunakan kekuasaannya bijaksana sebagai orang yang bajik.
Sejalan dengan itu maka para peserta didik bukan lagi sebatas ujian yang membuat para peserta didik terbelenggu dan dalam posisi rendah. Ujian ini menunjukan tidak ada posisi yang egaliter. Penguji akan menduduki strata lebih tinggi. Sharing power tidak seimbang. Dampak dari sistem ujian ini tidak tepat bagi sekolah pemimpin.
Ujian dalam konteks ini subyektifitasnya tinggi. Tentu saja lebih banyak model tanya jawab ala klompen capir ala orba di dalam bernagai acara yang otoriternya begitu kental. Tentu saja pseudo atau sarat dengan kepura puraan. Hal ini tidak membuat cerdas dan berani, padahal kelak tatkala menjadi pemimpin segala kebijakan yang diambil siap untuk diperdebatkan dan dimintakan pertanggung jawabannya. Debat publik dan debat akademik ini bukanlah debat kusir yang asal njeplak atau ada tanya ada jawab.
Lembaga pendidikan semestinya menjadi pusat unggulan, tempat yang mencerahkan, mencerdaskan dan membahagiakan. Faktanya tidak selalu sama antara yang ideal dan aktual. Hal itu setidaknya dikarenakan :
1.Lembaga pendidikan sebatas formalitas mendapatkan ijasah
2.Proses pembelajaran dan kurikulum membebani dan membelenggu kebebasan dan keberanian berpikir
3.Para guru seakan menjadi dewa pengetahuan yang kastanya paling tinggi yang mengutamakan kegiatan menilai, mengoreksi yang sibuk pada menyalahkan bahkan mematikan karakter
4.Nilai dan ranking menjadi keutamaan, walaupun sarat pembenaran yang jauh dari kebenaran
5.Model feodalisme, otoritarianisme yang berdampak pada kekerasan simbolik hingga fisik, berdampak pada kejahatan dalam pendidikan
6.Model hafalan dan copy paste sehingga sulit untuk berubah atau diajak melakukan perubahan akibat kemapanan dan kenyamanan
7.Peserta didik lelah, malas dan lemah dalam berpikir dan mengandalkan pemikiran orang lain, dampaknya sebatas menjadi ekor, penuh ketakutan, berorientasi pada cara cara instan
8.Tidak adanya nuansa kebahagiaan yang mencerahkan dan mencerdaskan, berdampak pada sistem doktrin, mandatori yang membuat dialog yang topdon, sikap apatis dan berupaya menyenangkan para guru maupun bagian penilaian
9.Perdebatannya sebatas pada hal hal yang membuat kontra produktif
10.Penuh dengan kepura puraan yang berdampak pada trik dan intrik yang menghalalkan segala cara
Tatkala lembaga pendidikan malas, enggan bahkan takut merefleksi diri maka reformasi sebatas pada kepentingan supervisial yang diutamakan. Buruknya pendidikan akan menjadi bom waktu di masa depan. Kebanggaan akan kecurangan, keculasan dan kemunafikan berdampak menyubur KKN.
Pendidikkan yang di luar bagi semakin manusiawinya manusia sejatinya bukan pendidikan. Pendidikan yang ada unsur balas dendam atau unsur kebrutalan itupun merusak peradaban karena akan menghasilkan kaum luka batin yang berdampak pada berbagai penyimpangan atas kemanusiaan.
Pendidikan dimulai dari gurunya atau pengajarnya. Peran guru berpengaruh besar atas hasil didik dari pendidikkan. Kualitas guru bukan sebatas pada intelektualnya namun juga moralitasnya. Guru menjadi kunci bagi keberhasilan suatu pendidikkan.
Pendidikkan yang mendidik setidaknya dapat dilihat dari :
1.Lembaga atau wadah yang merupakan institusi pendidikkan
2.Implementasi atas visi dan misi pendidikan yang dilaksanakan berbasis pembangunan karakter secara konsisten dan konsekuen
3.Kualitas guru sebagai tenaga pengajar adalah orang orang yang mampu menjadi ikon dan layak dijadikan panutan atau pikiran perkataan dan perbuatannya
4.Sistem pengajaran pelatihan dan pengasuhannya yang berbasis pada standar standar pendidikan yang universal dan global walaupun juga menggunakan kearigan lokal
5.Kurikulum pelajarannya berbasis pada pencerdasan intelektual, emosional dan sosial
6.Pola pengajarannya dibangun dengan landasan kesadaran, tamggung jawab dan disiplin
7.Infrastruktur dan sistem sistem pendukungnya atau sarana prasarananya untuk mendukung proses belajar berlatih dengan pendekatan holistik dan sistemik yang dinamis sesuai dengan kebutuhan kekinian
8.Tradisi dan nuansa akademis yang membudaya dlm lingkungan lembaga pendidikkan
9.Ada wadah bagi penampungan pemikiran dan ide ide kreatif seperti jurnal maupun penerbitan
10.Kualitas rekrutmen peserta didik berbasis pada kejujuran transparan akuntabilitas secara : moral, secara administrasi, secara hukum yang berbasis pada standar nasional maupun internasional
11.Para peserta didik dapat merasakan dirinya tercerahkan
12.Prestasi peserta didik sebagai hasil didik yang fungsional dan mampu mjd ikon yg berkarakter
13.Pengakuan dan apresiasi dari masyarakat luas atas prestasi dan kinerjanya yang profesional cerdas bermoral dan modern
Proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan melalui cara apa saja. Dibera digital labirin ruang dan waktu terbuka lebar tidak lagi tersekat sekat. Mind set pendidikan harus mulai dirubah dan bukan semata mata pada ruang ruang kelas dan menghafal atau mendengar apa yang dikatakan para gurunnya.
Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di era digital dan kehadiran artificial intellegent akan menggeser pola pembelajaran.
Lembaga pendidikan untuk tetap dapat menjamin kualitas atau hasil didik yang cerdas dan tercerahkan maka proses belajar dibangun atas dasar spiritualitas, moralitas, kesadaran, tanggung jawab, disiplin dan budaya. Baik dari penyelenggara atau lembaga pendidikkan maupun para guru sampai kepada sistem pengajarannya. Kunci. Bagaimana mampu merubah mind set program belajar mengajar dari cara konvensional ke arah kekinian yang boleh dikatakan aktual maupun virtual. Reformasi pendidikan dapat dilakukan dengan menyiapkan atau membangun :
1.Lembaga pendidikan mampu berwibawa dan menunjukkan kualitasnya dalam penyelenggaraan pendidikan atau proses belajar dengan baik dan benar
2.Para dosen atau Guru guru sebagai pilar lembaga pendidikan berkualitas dan memikiki kompetensi akademik serta mampu memotivasi mahasiswa berani kreatif dan mengajarkan cara berpikir yang proaktif problem solving untuk menemukan sesuatu kebaruan dan melakukan pembaruan
3.Dosen atau guru menjadi teladan dan didudukkan porsinya sebagai ikon pembangun peradaban, yang mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara
4.Fasilitas pendidikan membuat sistem back office, application dan net work yang mampu memberikan dukungan pendidikan secara virtual ada literasi ada sistem coach sistem diskusi dan belajar secara virtual serta ada sistem pengawasan atau kontrol yang mampu menghandle semua kegiatan belajar mengajar secara aktual maupun virtual
5.Para mahasiswa belajar dengan cara berpikir kreatif, inovatif, problem solving dan visioner
6.Proses belajar mengajar yang berbasis pada : keilmuan, pemahamanan dan pengembangan teoritikal dan konseptual, studi kasus , problem solving, pemikiran yang berkaitan kebaruan dan pembaruan
7.Ada forum diskusi sebagai basis dialog peradaban danlam mengembangan ilmu pengetahuan yang kekinian
8.Ada penerbitan untuk menampung karya para dosen atau guru dan mahasiswa secara elektronik atau cara konvensional
9.Ada jurnal ilmiah on line dan penerbitan e book yang mendukung pembangunan literasi
10.Ada kerjasama dalam maupun luar negeri untuk kegiatan akademik seperti Penelitian ilmiah, debat publik, bedah buku, simposium, workshop dll
11.Ada ikatan alumni sebagai wadah dialog dalam membangun jejaring sosial maupun pengembangan ikmu pengetahuan juga penguatan lembaga pendidikan
12.Aktif dalam kegiatan forum akademis nasional maupun internasional bench mark seminar work shop dan studi / kajian nasional maupun internasional
13.Ada publikasi proses pengajarannya ke media yang dapat dijadikan referensi dan literasi secara on line
14.Menjadi anggota forum atau asosiasi akademik nasional maupun internasional
Pendidikan di era digital tetap mampu mencapai tujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, pencerahan maupun transformasi ilmu pengetahuan, kaderisasi dan pembangunan peradaban. Kesemuanya itu siap untuk diperdebatkan secara akademik sebagai basis dari debat publik.(*)