BATANGHARI.(Benuanews.com)-Dua orang petani dari Kelompok Tani Jaya Bersama, Desa Simpang Rantau Gedang, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari, Jambi akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah sempat diamankan oleh aparat Polda Jambi, Jumat (27/6/2025). Mereka adalah Muhammad Isnaini dan Yono, yang sebelumnya dituduh oleh oknum karyawan PT Wira Karya Sakti (WKS) telah merambah hutan dan merusak tanaman perusahaan.
Namun cerita di balik penahanan itu justru membuka dugaan pelanggaran serius. Kepada wartawan di Mapolda Jambi, Muhammad Isnaini membeberkan kronologi kejadian yang ia sebut sebagai dugaan penculikan dan penyekapan. Peristiwa terjadi Kamis pagi (26/6), saat ia tengah bekerja di lahan garapan kelompok tani.
“Sekitar jam 10 pagi, saya masih nyemprot lahan. Tiba-tiba datang rombongan mobil dari arah yang biasa patroli perusahaan. Mereka langsung menyergap, memborgol saya, dan memasukkan saya ke mobil. Alat semprot saya dibuang begitu saja,” ujar Isnaini.
Ia menduga kuat para pelaku berasal dari PT WKS. Tak hanya dirinya, rekannya Yono juga mengalami nasib serupa. Bahkan, kantor kelompok tani tempat mereka berkumpul turut digerebek, dan Yono yang baru pulang kerja juga ditangkap.
“Setelah itu mereka juga merusak kantor dan pondok-pondok milik petani lain. Ada satu alat berat, warna kuning, yang digunakan buat merubuhkan bangunan,” jelasnya.
Yono menambahkan bahwa saat proses penangkapan, ia sempat mendapat kekerasan fisik.
“Ada yang nendang saya dari belakang, dua kali. Tapi saya nggak lihat jelas siapa pelakunya. Semua dari rombongan WKS,” katanya.
Ketua Kelompok Tani Jaya Bersama, Suwanto, menyatakan bahwa mereka sudah melaporkan peristiwa ini ke Polda Jambi. Ia menegaskan ada sekitar 12 bangunan petani, termasuk pondok dan rumah, yang dirusak tanpa dasar hukum yang jelas.
“Kami mohon keadilan dari Bapak Kapolda. Supaya masyarakat kami bisa hidup damai dan tenang. Kami ini hanya petani kecil, tolonglah kami dibela,” ujarnya penuh harap.
Sampai berita ini diturunkan, pihak PT WKS belum memberikan keterangan resmi.
Peristiwa ini menambah panjang daftar konflik agraria antara masyarakat adat dan kelompok tani dengan korporasi besar di Provinsi Jambi. Pemerintah daerah maupun pusat diharapkan segera turun tangan agar kasus serupa tidak terus berulang dan mengorbankan masyarakat kecil.