Bawaslu Agam Mendengar, Bahas Putusan MK dan Tata Laksana Pemilu

IMG-20250811-WA0013.jpg

Agam, Benuanews.Com – Bawaslu mengadakan Kegiatan Bertemakan “Rekonstruksi Kewenangan Bawaslu Dalam Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi 135” Bawaslu Agam mengajak berdiskusi terkait putusan MK tentang pemisahan Pemilu lokal dan nasional. Senin (11/08) di Hotel Sakura Syariah, Lubuk Basung.

Bawaslu melalui kegiatan ini bertujuan untuk memberi ruang dengar pendapat terkait implikasi Putusan MK dari sudut pandang narasumber di bidang akademisi, pemerhati pemilu, serta pembuat kebijakan.

“Demokrasi yang baik melalui proses pemilu berintegritas mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas.” Hal ini disampaikan Vifner, Anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Barat dalam pembukaan kegiatan Bawaslu Agam Mendengarkan.

Diskusi Bawaslu Agam Mendengar menghadirkan 3 narasumber dari kalangan akademisi yaitu Dr. Khairul Fahmi, SH. MH dari Departemen Hukum Tata Negara Unand, Andri Rusta, S.IP, M.PP dari Departemen Ilmu Politik Unand, dan Aidil Aulya, SH.I, MA dari Fakultas Syariah UIN IB Padang. Narasumber dari pemerhati pemilu yaitu Syafrida Rachmawati Rasahan, SH, MH yang merupakan Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Utara Periode 2013-2018 dan 2018-2023. Narasumber terakhir yaitu Koordinator Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Abrar Amir, M.AP.


Bawaslu sebagai sebuah lembaga wajib menjalankan kebijakan karena bersifat final dan mengikat. Namun, penting juga untuk mendengar pendapat dan keinginan publik dalam merumuskan kebijakan sehingga terwujudnya tata laksana pemilihan umum yang lebih baik lagi di Indonesia. Senada dengan hal ini Suhendra, Ketua Bawaslu Agam mengatakan kegiatan yang turut mengundang Forkopimda, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda, tokoh masyarakat, dan pegiat pemilu ini diadakan dalam rangka mewujudkan demokrasi substansial yang memberi ruang pada partisipasi rakyat, keadilan elektoral, dan tegaknya hukum.

Vifner mengungkapkan tujuan untuk meningkatkan kualitas pemilu, “Tahun 2024 Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan pada tahun yang sama. Evaluasi berjenjang sebagai bahan perbaikan untuk penyelenggaraan pemilu tidak sempat dilakukan karena telah berbenturan dengan tahapan pilkada. Pemisahan pemilu lokal dan nasional dapat memberi interval waktu sehingga seluruh tahapan yang dibutuhkan penyelenggara pemilu dapat dilakukan dengan lebih matang.”

Diketahui dalam putusan MK 135 terdapat beberapa poin pertimbangan Mahkamah Konstitusi yaitu tenggelamnya isu daerah, pelemahan kelembagaan partai politik, kualitas penyelenggaraan pemilu, dan kejenuhan pemilih karena pemilu dan pilkada dilaksanakan dalam tahun yang sama. MK memutuskan untuk memisah pemilu lokal dan pemilu nasional sehingga pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubenur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau Presiden/Wakil Presiden.

Namun, Vifner juga memahami Putusan MK ini secara jangka pendek dapat berimplikasi kepada perpanjangan atau kekosongan legislatif pada penyelenggaraan selanjutnya jika pemilu nasional dan pemilu lokal diberi interval waktu. Perdebatan ini perlu kajian mendalam dan penilaian berbagai pihak. Bedah Putusan MK melalui kegiatan Bawaslu Agam Mendengar diharapkan dapat meningkatkan pemahaman atas dinamika pemilu yang dihadapi, melibatkan pengawasan partisipatif masyarakat, serta untuk menemukan langkah terbaik demi terwujudnya demokrasi di Indonesia.

scroll to top