JAWA BARAT.(Benuanews.com)-Pendidikan merupakan komponen penting dalam sebuah institusi, dengan adanya pendidikan dapat mempersiapkan dan membentuk individu baru yang berpengetahuan, kreatif dan BERMORAL, pendidikan juga merupakan proses transformasi yang dapat membantu seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham.
Pengertian di atas tentu harus didukung oleh Guru yang berkualitas, pemahaman secara luas tentang guru banyak yang menggunakan Istilah sesuai dengan jenis pendidikan dan lembaga pendidikan yang menyelenggarakannya, Mulai dari sebutan ; Guru itu sendiri, Dosen, Widya Iswara, tenaga pendidik, instruktur, pelatih, ustadz, ustadzah, lektor dsb.
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Selain itu, tujuannya juga untuk membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Penekanan Beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia pada awal kalimat, bukan sekedar masalah estetika penulisan saja, namun mengandung makna yang yang menunjukkan MORAL yang dibentuk karena ketaqwaan dan keimanan lebih utama baru kemudian disusul dengan sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri.
PENDIDIKAN BUKAN SEKEDAR UNTUK IN GROUP DAN SERTIFIKAT.
Perkembangan sosial kemasyarakatan yang terus menuntut kemampuan Proses pendidikan mampu menghasilkan hasil didiknya sesuai harapan. keikutsertaan seseorang dalam pendidikan bukan sekedar in- group ataupun mendapatkan sertifikat untuk pemenuhan sebagai sebuah syarat (mendpatkan kerja, kenaikan pangkat atau jabatan).
Karena sejatinya Pendidikan dan latihan akan dapat meningkatkan produktifitas kerja, kesejahteraan dan kejayaan suatu bangsa sangat tergantung pada intelijensia dan intelektual Sumber Daya Manusianya (SDM nya).
Pengukuran terhadap biaya pendidikan dapat dilakukan dengan mudah, tetapi yang sulit diukur adalah biaya kesempatan yang hilang atau sengaja ditinggalkan baik serdik yang tidak masuk atau Guru yang tidak datang (income for gone). dimana waktu pembelajaran yang ditinggalkan begitu saja tanpa ada kesempatan mendapat pengetahuan dan ketrampilan (sekedar in group) sangat merugikan negara dan menjadi contoh yang tidak baik dalam pendidikan.
Keberadaan Guru/Pendidik bukan hanya sekedar melakukan transfer ilmu pengetahuan, lebih dari itu. seorang guru harus bisa memberikan contoh baik yang berhubungan dengan Moral, pengetahuan dan ketrampilan.
GURU DALAM BUDAYA ORGANISASI
Sebagai sebuah institusi, Polri memiliki penanggung jawab dan penyelenggara Pendidikan, yaitu Lemdiklat Polri. Kalimat pembuka diatas jelas bahwa, Pendidikan merupakan komponen penting dalam sebuah institusi. Bagaimana agar pendidikan di Polri dapat terlaksana dan mendapatkan Capaian Hasil Didik sesuai dengan Profil yang ditetapkan sesuai jenis dan tingkat pendidikan, tentu memerlukan Tenaga tenaga pendidik yang berkualitas dan dijauhkan dari label negatif, orang yang ditempatkan di lemdik adalah anggota bermasalah, anggota dalam pembinaan (baik fisik maupun psikis), mencari batu loncatan dan berbagai stereotip negatif. Hal ini harus dihindari dan harus dapat kita tepis. Gadik adalah personil berkualitas yang mendapat tugas membentuk, mendidik menyiapkan calon-calon Polisi yang Bermoral, unggul dan Modern.
Konsekuensi menepis dari label dan berbagai stereotip negarif tersebut maka seorang guru di lembaga pendidikan Polri harus memiliki kompetensi sebagai pendidik. Mereka tidak hanya sekedar ditempatkan atau karena perintah melaksanakan tugas di jajaran pendidikan atau hanya sekedar BISA bicara di depan peserta didik, namun bicaranya tidak BERKUALITAS. Para guru tersebut harus memiliki Integritas, memiliki pengetahuan, memiliki ketrampilan, memiliki pengalaman (tentu bukan pengalaman masa lalu saja, karena harus mampu beradaptasi dengan perkembangan kekinian).
Mengapa keberadaan guru/Pendidik harus bersinggungan dengan budaya organisasi.
Karena Guru yang ditugaskan/ ditempatkan di lemdiklat Polri bukan semuanya sebagai sebuah pilihan dan berProfesi sebagai guru/pendidik, tetapi guru yang menjalankan perintah. Disinilah keterkaitannya, bahwa Organisasi Polri memiliki budaya menanamkan Perintah harus dilaksanakan. Kita tahu bahwa Organiasi Polri adalah institusi yang kental dengan Hierarkhi.
Dalam Pandangan Konstruksi Sosial, Budaya Organisasi Menekankan adanya makna dan kekuasaan, makna bukanlah bagian dari obyek tetapi sebuah konstruksi, sehingga makna produk dari budaya yang dipandang melapui fenomena sosial kebahasaan, simbol Individu dan kelompoknya berinteraksi bersama membentuk sebuah sistem dari waktu ke waktu. (Pierce, 2014)
dan ini akan dapat menjadi sebuah legal culture, dimana pada legal culture menyatakan adanya sebuah kekuasaan tertentu yang memiliki kekuatan dalam menguasai kelompok lain, bentuk dari legal culture ini dilingkungan institusi yang memegang hirarkhi sering disebut dengan Atasan dan bawahan.
Kembali kepada kualitas Guru/Pendidik.
Guru tanpa Integritas, guru tanpa pengetahuan, guru tanpa pengalaman, guru tanpa ketrampilan, maka hanya BISA bercerita, mengandalkan dari hasil membaca dan berteori, tanpa mampu mengimplementasikan, mencontohkan, melatihkan. TEKS BOOK, hanya itu, oleh sebab itu masih banyak ditemukan Gadik Kita yang “malu malu” untuk berdiri di depan serdik, bagaikan pepatah “Tanpa Bekal Uang yang cukup, tak kan berani masuk restoran mewah”.
Kemauan membaca sangat diperlukan bagi seorang guru/ pendidik, kulitas literasi harus selalu diperbanyak, karenanya seorang guru harus rajin membaca untuk mendukung materi yang menjadi tanggung jawabnya, jadi bukan sekedar membaca, sebab seorang pendidik harus mampu menjadi contoh, role model bagi peserta didiknya. menjadi contoh dan role model tidak cukup dijelaskan dengan teori tetapi harus mampu menunjukkan contoh dalam keseharian, mempraktikkan dalam pelatihan, dan membuktikan dalam pelaksanaan. Hal inilah yang kemudian kita sadari, kalau hanya bisa berbicara teka book maka seorang guru/Pendidik hanyalah sebagai PENGECER TEORI.
SEMUA ANGGOTA POLRI ADALAH ALUMNI LEMDIKLAT.
syarat untuk menjadi anggota Polri sesuai UU no 2 th 2002 harus telah dan lulus mengikuti pendidikan kepolisian. Pasal ini mengisyaratkan bahwa selurauh anggota Polri adalah alumni Lemdiklat Polri. Perjalanan kemudian mendudukan alumninya dalam berbagai jabatan, mulai dari pucuk pimpinan sampai dengan pelaksana.
Hasil dan perilaku hasil didik tidak hanya dilihat dari reduksi sebuah pendidikan yang disimbolkan melalui nilai berupa angka atau huruf. namun hasil didik berlaku sepanjang penugasannya yang dibuktikan dari kemampuan melaksanakan tugas. Meski kemudian dalam perjalanan di pengaruhi dan penuh interfensi dari berbagai faktor. Semua itu tidak terlepas dari keberadaan guru/pendidik yang telah membentuk dan mewarnainya.
Banyaknya faktor dan dinamikan kepolisan mempengaruhi juga tidak lepas dari Moral dan budaya Organisasi.
Pendidik tidak perlu kecewa dan berkecil hati jika kemudian banyak di dapati Oknum yang menyebabkan terpuruknya Nama Polri, sepanjang telah berupaya dengan ikhlas dan sepenuh hati memberikan tauladan, serta mampu menunjukkan diri sebagai role model yang akan dikenang serta melegenda bagi anak didiknya.
(*)